Upaya Melawan Budaya Patriarki untuk Memberikan Perempuan di Ruang Politik Indonesia

Melawan Budaya Patriarki
Ilustrasi: istockphoto.

Indonesia merupakan negara kesatuan yang menganut cara demokrasi. Demokrasi di Indonesia menyatukan dua gagasan. Pertama adalah gagasan Pancasila sebagai dasar negara (Mulia Putri, 2021). Lalu disatukan dengan prinsip demokrasi yaitu keputusan kepemimpinan bangsa dipegang oleh partisipasi rakyat (Heywood, 2019).

Oleh karena itu, partisipasi rakyat sangatlah penting untuk menjalankan dinamika politik Indonesia. Namun sangat disayangkan bahwa situasi politik Indonesia penuh dengan marginalisasi partisipasi berdasarkan gender, di mana gender pria lebih dominan dalam berpolitik dibandingkan dengan perempuan.

Hal ini dapat dibuktikan dengan data dari Pemilu 2019 di mana hanya 20,8% perempuan yang mendapatkan keterwakilan pada DPR-RI, sementara itu laki-laki mendapat 79,2% (MPR, 2023).

Bacaan Lainnya
DONASI

Dilema tidak meratanya perempuan dalam kursi pemerintahan Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, namun faktor utamanya adalah budaya patriarki yang merajalela di Indonesia.

Kata patriarki berasal dari kata Yunani yang memiliki makna “dipimpin oleh ayah”. Definisi ini juga memiliki makna yang dapat diinterpretasikan sebagai suatu sistem sosial di mana perempuan tidak dapat meraih status sosial yang tinggi seperti lelaki. Hak-hak dasar untuk hidup seperti edukasi, kesehatan, dan hak lainnya dibatasi (Walby, 1990).

Budaya patriarki dapat menyebabkan terjadinya domino effect yang menghasilkan diskriminasi seksis melalui media massa (Sitompul, 2022). Patriarki juga menyebabkan berkurangnya kualitas kepintaran perempuan karena adanya persepsi yang tidak mengizinkan perempuan untuk mengejar pendidikan lebih tinggi (Nursaptini et al., 2020).

Berdasarkan permasalahan patriarki yang menyebabkan minim partisipasi perempuan dalam berpolitik, dapat diketahui bahwa persepsi dan aktivitas perempuan dalam politik Indonesia terancam. Maka dari itu, artikel ini ingin menjabarkan lebih dalam upaya melawan patriarki agar perempuan dapat berperan lebih aktif dalam politik Indonesia.

Untuk melawan patriarki, ada tiga cara yang dapat dilakukan. Pertama adalah pembiasaan akan norma yang tidak mengedepankan patriarki melalui media. Kedua dengan cara memberikan edukasi tentang melawan budaya patriarki sejak masa sekolah. Dan terakhir adalah melalui menghargai dan mengimplementasikan undang-undang yang sudah ada terkait pemberian ruang pada perempuan dalam berpolitik.

Pembiasaan norma yang tidak patriarkis dapat mulai dikaji dengan mendefinisikan norma terlebih dahulu. Norma adalah suatu konsep yang perlu dipatuhi seseorang dalam lingkungannya, seseorang yang tidak patuh dapat dihukum dengan sanksi sosial (Rangkuti, 2023).

Norma dapat diubah dengan cara memberikan sosialisasi untuk merubah informasi normatif dalam masyarakat (Yamin et al., 2019). Untuk itu, Indonesia dapat mulai mensosialisasikan dengan model top to bottom terkait menormalisasi perempuan untuk berkesempatan dalam meningkatkan partisipasi politiknya (Yamin et al., 2019).

Selanjutnya kita dapat melakukan intervensi norma yang bersinggungan dengan partisipasi politik perempuan. Intervensi ini juga dapat dilakukan dengan cara top to bottom untuk menegaskan norma yang tidak selaras dengan partisipasi politik perempuan (Yamin et al., 2019).

Baca Juga: Hak dan Keterwakilan Politik Perempuan dalam Arena Politik Indonesia

Ada juga bentuk pemasaran norma yang bernama social norms marketing (Yamin et al., 2019), di mana masyarakat juga dapat turut aktif berpartisipasi dalam memasarkan norma yang selaras dengan dukungan partisipasi politik perempuan.

Cara kedua adalah melalui edukasi. Riset dari berbagai sumber dan menunjukan bahwa kemampuan edukasi perempuan dapat meningkatkan partisipasi politik perempuan (Sahu & Yadav, 2018; Yamin et al., 2019). Contoh kasusnya ada di negara yang tidak maju seperti Bolivia, Rwanda, dan Uganda yang terdapat dari riset tersebut.

Selain itu riset tersebut membuktikan bahwa negara-negara tersebut partisipasi politik perempuannya rendah karena hak edukasi kepada perempuannya rendah (Sahu & Yadav, 2018).

Maka dari itu, edukasi tentang partisipasi politik perempuan di Indonesia dan status quo yaitu patriarki dapat mulai disosialisasikan dari bangku sekolah dapat dilakukan.

Cara ketiga adalah penghormatan terhadap undang-undang di Indonesia yang memberikan hak politik kepada perempuan. Indonesia telah memiliki undang-undang yang menghargai politikus perempuan, salah satunya tercantum pada UU Nomor 7 Tahun 2017 di mana negara menjamin hak politik perempuan.

Tetapi undang-undang tertulis penerapannya harus dijalankan juga dari berbagai pihak. Dari pihak pemerintah, partai politik, dan juga individu perempuan yang ingin maju mencalonkan diri.

Analisis dari Andie Hevriansyah memberikan argumentasi jikalau Indonesia ingin menerapkan prinsip politik yang inklusif, maka perlu diimplementasikan sistem proporsional representatif terbuka di mana partai perlu memberikan minimal 30% perwakilan dari perempuan sebagai peserta pemilu (Hevriansyah, 2021).

Dari argumentasi yang telah disajikan, partisipasi politik perempuan di Indonesia telah termarjinalisasi dan perlu diperjuangkan agar perempuan dapat didengarkan suaranya melalui badan legislatif maupun eksekutif politik di Indonesia.

Masalah minimnya partisipasi politik perempuan di Indonesia terjadi karena melekatnya budaya patriarki yang sudah mendarah daging pada masyarakat Indonesia. Selain itu, budaya patriarki menciptakan efek domino yang menghambat peningkatan edukasi perempuan di Indonesia.

Baca Juga: Perwakilan Politik Perempuan dalam Feminisasi Politik

Maka dari itu, Indonesia dapat meningkatkan partisipasi politik perempuan dengan cara pembiasaan norma yang tidak patriarkis, meningkatkan edukasi perempuan dan masyarakat untuk menormalisasikan perempuan memimpin, dan melakukan aksi nyata untuk menghargai dan mengikuti undang-undang yang telah dibuat dalam aspek kegiatan politik perempuan di Indonesia.

Diharapkan karya ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat bahwasannya perempuan juga memiliki hak untuk dipilih dan memimpin.

Penulis: Andrew Elnathan
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Brawijaya

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Daftar Pustaka

Hevriansyah, A. (2021). Hak Politik Keterwakilan Perempuan dalam Sistem Proporsional Representatif pada Pemilu Legislatif. Awasia: Jurnal Pemilu Dan Demokrasi, 1(1), h 67-85. http://jurnal.banten.bawaslu.go.id/index.php/awasia/article/view/41

Heywood, A. (2019). Politics. Bloomsbury Academic. https://books.google.co.id/books?id=ojdlcgAACAAJ

MPR. (2023). Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Politik Butuh Dukungan semua Pihak.

Mulia Putri, V. K. (2021). Pancasila Sebagai Dasar Negara: Makna dan Kedudukannya. In Kompas.com (pp. 1–2). https://an-nur.ac.id/blog/penjabaran-pancasila-dalam-pasal-pasal-uud-nri-1945.html

Nursaptini, N., Sobri, M., Sutisna, D., Syazali, M., & Widodo, A. (2020). Budaya Patriarki dan Akses Perempuan dalam Pendidikan. Al-Maiyyah : Media Transformasi Gender Dalam Paradigma Sosial Keagamaan, 12(2), 16–26. https://doi.org/10.35905/almaiyyah.v12i2.698

Rangkuti, M. (2023). Norma dan Keadilan Arti Penting, Perilaku, dan Cara Mewujudkannya. In Fakultas Hukum UMSU. https://fahum.umsu.ac.id/norma-dan-keadilan-arti-penting-perilaku-dan-cara-mewujudkannya/

Sahu, D. T. K., & Yadav, K. (2018). Women’s education and political participation. International Journal of Advanced Education and Research, 3(6), 65–71. https://doi.org/10.22271/educatin.2018.v3.i6.15

Sitompul, L. U. (2022). Sexist Hate Speech Terhadap Perempuan Di Media: Perwujudan Patriarki Di Ruang Publik. Jurnal Pendidikan Sosiologi Undiksha, 3(3), 152–161. https://doi.org/10.23887/jpsu.v3i3.45785

UU No.7 Tahun 2017.pdf. (n.d.).

Walby, S. (1990). 1990_Walby_Theorising_Patriarchy_book_Blackwell.pdf. https://openaccess.city.ac.uk/id/eprint/21680/1/1990_Walby_Theorising_Patriarchy_book_Blackwell.pdf

Yamin, P., Fei, M., Lahlou, S., & Levy, S. (2019). Using social norms to change behavior and increase sustainability in the real world: A systematic review of the literature. Sustainability (Switzerland), 11(20). https://doi.org/10.3390/su11205847

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI