Dewasa ini, penggunaan sosial media sudah memasuki seluruh lini kehidupan masyarakat Indonesia.
Penggunaan sosial media memiliki cakupan yang telah menjangkau seluruh Indonesia.
Pengguna sosial media di Indonesia berasal dari berbagai macam latar belakang, kelompok usia, dan pekerjaan.
Selain digunakan sebagai media untuk bersilaturahmi, atau sebatas media untuk mencari penghiburan, penggunaan sosial media bisa sekaligus digunakan untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila.
Pengamalan nilai-nilai Pancasila sebagaimana yang diamanatkan dalam konstitusi merupakan sebuah kewajiban bagi seluruh warga negara Indonesia.
Pada sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, mengandung nilai spiritual dan moral yang menjadi pondasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sila ini mengajarkan bahwa setiap aktivitas manusia perlu dilandasi dengan nilai moral, tanggung jawab spiritual, saling menghormati, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan, termasuk dalam bermedia sosial.
Pengguna media sosial memiliki kebebasan dalam mengutarakan pendapat, tetapi sebaiknya menjaga etika dan norma dengan menghindari penyebaran bentuk bentuk kebohongan, maupun konten yang bertentangan dengan ajaran agama dan moral yang dianut oleh Masyarakat Indonesia.
Setiap unggahan, komentar, dan interaksi harus mencerminkan sikap yang beretika dan tidak merugikan orang lain.
Media sosial tidak hanya sebagai sarana hiburan dan informasi, tetapi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk membangun karakter bangsa yang bermartabat.
Sebagai masyarakat umum, salah satu bentuk dari pengamalan butir Pancasila yaitu sebagai yang tertera pada sila kedua sebagai berikut “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”.
Sila kedua dapat diamalkan dengan cara ikut menganalisa serta menyuarakan segala kritik yang tajam yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan kepada sistem penegakan hukum Indonesia yang sampai saat ini masih belum dapat memberikan keadilan kepada rakyat.
Ini juga masih menyisakan berbagai kasus pelanggaran hukum berat, baik yang sebelumnya terjadi di masa lalu maupun pelanggaran hukum yang terjadi pada masa kini, serta kasus-kasus pelanggaran hukum lainnya yang masih belum selesai ditindaklanjuti.
Berbagai bentuk pendapat yang diunggah pada media sosial seringkali memicu terjadinya konflik akibat perbedaan pendapat, pandangan, atau topik yang kontroversial.
Sila ketiga, “Persatuan Indonesia”, menekankan pentingnya untuk menjaga persatuan dan kesatuan dalam keberagaman suku, agama, budaya, dan pandangan hidup dalam masyarakat.
Pengguna media sosial hendaknya dapat memanfaatkan platform media sosial sebagai alat pemersatu, bukan menggunakan media sosial sebagai alat pemecah persatuan.
Penyebaran konten yang bersifat menggiring opini dan memicu konflik harus dihindari, dan digantikan dengan narasi yang membangun toleransi dan memupuk solidaritas.
Sila ketiga hendaknya dapat menjadi pedoman kontribusi masyarakat dalam menciptakan wadah digital yang damai dan berdampak positif.
Sila keempat, “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”, mengajarkan pentingnya demokrasi yang beradab, yaitu demokrasi yang mengedepankan sikap kebijaksanaan, saling menghargai, dan menghormati apabila terdapat perbedaan pendapat maupun pandangan.
Hak berpendapat dapat memberikan kontribusi positif melalui konten yang bersifat edukatif dan inspiratif.
Kebebasan berpendapat hendaknya tidak dijadikan alasan untuk menyerang pihak tertentu ataupun memberikan ujaran kebencian, tetapi menyatakan argumen yang logis dan bertanggung jawab.
Media sosial dapat menjadi forum diskusi umum yang baik apabila setiap pengguna bersikap bijak, sopan, dan santun.
Selain itu, pengamalan butir Pancasila yaitu sebagai yang tertera pada sila kelima sebagai berikut “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” dapat dijalankan dengan turut membantu advokasi suara-suara dari kelompok marginal, minoritas SARA, dan kelompok adat yang kedudukannya semakin dipinggirkan negara.
Media sosial seharusnya menjadi wadah yang inklusif dan adil bagi semua pengguna tanpa memperlihatkan adanya perbedaan latar belakang.
Nilai keadilan sosial menuntut pemerataan akses informasi dan literasi digital, hal ini bertujuan supaya masyarakat dapat merasakan manfaat dari kemajuan teknologi informasi.
Papua, sebagai wilayah yang kaya akan sumber daya alam, memiliki sejarah penting panjang perjuangan untuk pengakuan hak-hak orang Papua, baik dari segi politik, ekonomi, maupun budaya.
Ketegangan sering kali terjadi karena ketidaksetaraan yang dialami masyarakat Papua, serta masalah diskriminasi rasial yang terjadi di Papua maupun di luar Papua.
Pada tahun 2019, terjadi insiden rasisme yang menimpa mahasiswa Papua di Surabaya.
Mahasiswa Papua yang sedang menginap di asrama dihadapkan pada tindakan diskriminatif yang berujung pada unjuk rasa besar-besaran.
Di tengah ketegangan ini, warga Papua dan pendukung mereka menggunakan tagar #PapuaMerahPutih di media sosial untuk menunjukkan solidaritas dengan Papua dan menyerukan persatuan bangsa.
Setelah berbagai laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia di Papua, termasuk pembatasan akses media dan kebebasan berbicara, kampanye #SavePapua muncul di media sosial untuk menarik perhatian dunia internasional terhadap situasi di Papua.
Kampanye #PapuaMerahPutih dan #SavePapua menarik perhatian media internasional dan organisasi hak asasi manusia untuk lebih memperhatikan situasi di Papua.
Gerakan ini memberikan tekanan pada pemerintah Indonesia untuk lebih terbuka dalam menyikapi masalah di Papua, meskipun masih ada tantangan besar dalam mencapai dialog yang konstruktif.
Media sosial juga berhasil menggalang solidaritas dari banyak elemen masyarakat Indonesia lainnya, termasuk dari kalangan mahasiswa, aktivis, dan masyarakat luas yang mulai memahami ketidakadilan yang dialami oleh warga Papua.
Laju globalisasi yang semakin tidak dapat lagi terbendung, industrialisasi menjadi suatu hal yang harus dikejar oleh negara ini agar Indonesia tidak tertinggal dengan bangsa lain.
Namun dalam prosesnya, penegak hukum masih sering melakukan pelanggaran pelanggaran hukum, menolak untuk mengadakan dialog dengan masyarakat, melakukan tindakan tindakan yang bersifat represif, dan bertindak di luar wewenangnya dalam memastikan kelancaran proyek proyek strategis Industrialisasi Indonesia agar target capaian yang sebelumnya telah ditentukan dapat terkejar.
Ketika institusi negara sudah tidak lagi mengamalkan nilai nilai Pancasila sebagaimana yang tercantum pada sila kelima Pancasila tersebut, adalah suatu kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia untuk mengoreksi kekeliruan yang dilakukan institusi negara, karena pembiaran atas hal-hal tersebut dapat memberikan justifikasi bagi negara untuk melakukan lebih banyak lagi pelanggaran pelanggaran hukum yang bertentangan dengan nilai-nilai yang tercantum pada Pancasila sebagai dasar negara.
Hal-hal sederhana namun memiliki kekuatan yang besar dapat dimulai dengan menyuarakan hak hak mereka yang dipinggirkan secara konsisten dan terus membangun relasi serta solidaritas dalam membesarkan perjuangan mereka yang sedang menyuarakan aspirasinya.
Penggunaan media sosial sesungguhnya dapat menjadi sarana untuk memperkuat nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Pada era digital yang bersifat cepat dan bebas, Pancasila hendaknya menjadi panduan moral yang mengedepankan etika, kebijaksanaan, dan sopan santun dalam berinteraksi di media sosial.
Sebagai warga negara, kita harus memimpikan Indonesia yang berkembang menuju arah yang lebih baik dan lebih berkeadilan, pemikir-pemikir kemerdekaan Indonesia telah mewarisi kita dengan dasar negara yang tercantum dalam butir-butir Pancasila.
Adalah tugas kita untuk melanjutkan estafet perjuangan pahlawan bangsa dengan turut mengawal arah bangsa ini menuju Indonesia yang semakin baik.
Penulis:
1. Bintang Nicholas
2. Made Ayu Meliana
3. Wahyu Adi Pradana
Mahasiswa Prodi Teknik Sipil, Universitas Brawijaya
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News