Manusia hidup di dunia yang sangat luas. Banyaknya keberagaman dapat terintegrasi seolah perbedaan bukanlah batasan.
Hal tersebut kian terjadi hingga terciptalah kehidupan sosial yang berada di dalam ranah globalisasi.
Globalisasi dapat didefinisikan sebagai proses terhubungnya interaksi antara manusia yang terus meningkat di seluruh belahan dunia.
Kehadiran globalisasi telah memberikan dampak diberbagai bidang yang ada di dunia, seperti sosial budaya, politik, ekonomi, komunikasi, transportasi, IPTEK dan salah satu yang paling terdampak adalah pendidikan.
Dapat disadari, bahwa globalisasi juga membawa dampak nan nyata, seperti meluasnya akses informasi, adanya program pertukaran pelajar, pemberdayaan dan penggunaaan teknologi, adanya kurikulum yang disesuaikan (inklusi), dan meningkatnya kesadaran akan standar pendidikan global.
Berbicara soal bidang pendidikan dalam globalisasi, dunia pendidikan masa kini mengalami banyak keterkaitan yang melibatkan interaksi global. Hal tersebut jelas berdampak langsung pada dunia pendidikan itu sendiri.
Namun, seringkali kita lebih mudah menyadari dampak negatifnya karena banyak dari kita yang beralasan, bahwa tingkat atau standar kualitas suatu pendidikan ditentukan oleh variabel-vaeriabel yang ada.
Dengan kedok mengkritik, kebanyakan orang justru sering menggunakannya sebagai senjata untuk kepentingan pribadi, yang bukan mengoreksi tapi justru menjatuhkan semangat juang para pencari ilmu dan informasi.
Layaknya kehadiran hal baik yang tidak mungkin ada tanpa hal buruk. Demikian pula era globalisasi membawa hal atau dampak yang menunjukkan adanya perubahan positif di bidang pendidikan.
Jika disebut perubahan, tentulah terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah era globalisasi.
Penting bagi kita untuk memahami dan menyadari perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah era globalisasi di bidang pendidikan, agar kelak mampu berhadapan langsung dengan perubahan itu sendiri.
Globalisasi membawa banyak perubahan yang signifikan, terutama dalam mencari informasi terkait ilmu pengetahuan.
Jika di masa lampau kita hanya dapat mengandalkan buku, jurnal ilmiah, makalah, atau artikel yang perlu dicari dengan pengorbanan dan jerih payah.
Masa kini pencarian informasi seolah hanya seperti menjentikan jari. Selalu ada kebebasan yang tanpa batas dalam mengakses ilmu yang tidak hanya melalui ruang, tapi juga melintasi waktu.
Masyarakat masa kini hanya perlu membuka laman pencarian dan secara otomatis teknologi akan bekerja layaknya mesin pencari ilmu.
Tidak heran apabila para pejuang informasi atau pegiat ilmu pengetahuan seperti pelajar, cenderung semakin semangat belajar mengingat teknologi yang sangat menunjang efisiensi proses pembelajaran.
Kemajuan teknologi juga berdampak pada kemajuan pendidikan. Berkembangnya akses internet dan teknologi digital dapat mendukung dan meningkatkan kualitas pengajaran.
Dengan penggunaan perangkat digital, banyak macam ilmu pengetahuan dan informasi yang dapat diketahui dengan lebih mudah.
Buku, artikel, dan jurnal ilmiah kini dapat diunggah dalam bentuk daring atau online yang dapat diakses dengan mudah.
Berkat adanya perkembangan arus globalisasi yang diikuti dengan berkembangnya teknologi, pembelajaran yang biasa dilakukan secara langsung, kini dapat dilakukan secara daring.
Contohnya di masa pandemi Covid-19, pembelajaran tetap dapat dilakukan dari jarak jauh karena sudah banyak aplikasi-aplikasi penunjang, seperti Whatsapp Call, Zoom Meeting, Google Meet, Skype dan masih banyak lagi.
Tak hanya pembelajaran jarak jauh saja, website dan aplikasi yang membahas tentang pembelajaran pun kian bermunculan, seperti Ruang Guru, Quipper, Zenius, Rumah Belajar, Brainly, Kipin School, dan masih banyak lagi.
Sebelum era globalisasi, tradisi dan kebudayaan lokal lebih terjaga. Saodah dan kawan-kawan dalam jurnal Pengaruh Globalisasi terhadap Siswa Sekolah Dasar (2020) mengatakan bahwa, “Arus globalisasi yang cepat dapat menggerus kebudayaan lokal sebuah negara”.
Hal tersebut dapat menciptakan gaya hidup seperti selebritas dari luar negeri. Selain itu, globalisasi juga dapat menggerus rasa nasionalisme serta kecintaan masyarakat, terutama kecintaan siswa-siswi terhadap budaya nusantara.
Hal ini tidak terjadi sebelum adanya globalisasi. Datangnya globalisasi pun dapat meruntuhkan nilai-nilai kebudayaan, tradisi, juga rasa nasionalisme.
Seperti halnya teori yang dikemukakan oleh Anthony Giddens mengenai globalisasi.
Konsep dimensi dualitas struktur sendiri merupakan kaitan antara tiga prinsip struktural dengan praktik sosial.
Dualitas struktur merupakan strukturasi yang berasal dari relasi-relasi sosial yang melintasi ruang dan waktu, sehingga proses praktik sosial hanya dapat terjadi untuk membentuk kegiatan sosial secara menyeluruh, dimana individu dan tindakan-tindakannya memiliki struktur sosial yang saling berpengaruh dalam terjadinya proses sosial.
Pertama, penting untuk dipahami bahwa Anthony Giddens mengajukan konsep struktur dimensi dualitas struktur untuk menjelaskan bagaimana individu dan struktur sosial berinteraksi dalam masyarakat.
Dapat dipahami, bahwa tindakan individu tidak hanya ditentukan oleh faktor struktural seperti norma, nilai, dan aturan sosial, tetapi juga melibatkan agensi individu yang memungkinkannya untuk menentukan pilihan dan bertindak sesuai keinginannya.
Dalam konteks pendidikan, hal ini mengacu pada peran siswa dalam membentuk pengalaman belajar mereka secara pribadi, di luar dari pengaruh kurikulum, lembaga pendidikan, dan norma-norma sosial.
Di era globalisasi, pendidikan tidak lagi dibatasi oleh batas-batas negara. Faktor global seperti kemajuan dalam berinovasi data, berbagai pemikiran serta ide, mobilitas siswa dan guru, telah menjadikan pendidikan sebagai suatu keajaiban yang sangat terhubung dengan dunia luar.
Pendidikan di Indonesia juga dipengaruhi oleh globalisasi dalam bentuk modul pendidikan internasional, pertukaran pelajar, dan penggunaan inovasi pendidikan serta teknologi yang maju.
Pendidikan di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh struktur sosial lokal seperti norma dan budaya tetapi juga oleh faktor global seperti kurikulum internasional, globalisasi standar pendidikan dan tekanan global untuk mempersiapkan siswa menghadapi tantangan global.
Hal ini menciptakan dualitas dalam pendidikan, dimana struktur sosial lokal terpapar pada pengaruh global. Pelajar Indonesia juga mempunyai hak untuk memilih jalur pendidikannya, melanjutkan studi internasional, dan berpartisipasi dalam budaya global.
Sudah sepantasnya, pendidikan bukan hanya tentang perolehan norma dan aturan teti, tetapi juga tentang memberikan ruang kepada siswa-siswi untuk mengembangkan hak pilihannya dalam memilih dan membentuk pengalaman belajarnya.
Hal ini juga mencakup pemahaman bagaimana pendidikan di Indonesia harus beradaptasi terhadap perubahan global dan mengajarkan siswa-siswi tentang heterogenitas pengetahuan, budaya, dan mobilitas global.
Menyadari dan memahami situasi pendidikan masa kini menjadi sangat penting karena perubahan menuntun dunia pada cabang-cabang ilmu pengetahuan yang baru.
Heterogenitas terlihat dalam hal-hal yang semakin beragam. Ilmu pengetahuan kian berjalan layaknya bola salju yang jatuh dari puncak gunung salju, perlahan-lahan geraknya semakin cepat dan bentuknya pun semakin besar.
Arus inkulturasi juga turut mempengaruhi budaya lama yang tetap dilestarikan dan kian melahirkan banyak budaya baru.
Hal-hal tersebut tentu perlu diimbangi dengan upaya yang nyata, sehingga siswa-siswi dapat beradaptasi dan tetap bersaing di tengah-tengah mobilitas global yang semakin cepat.
Pengaruh positif sesudah era globalisasi di bidang pendidikan adalah meningkatnya kreativitas siswa. Beragam teknologi memungkinkan siswa mendapatkan banyak ilmu pengetahuan yang kemudian melahirkan ide-die cemerlang.
Selain itu, siswa cenderung lebih aktif dalam proses pengajaran karena kian tercipta cara pengajaran yang menarik.
Hal tersebut juga mendorong para siswa untuk membentuk pola pikir lebih luas, terbuka, dan kritis. Dengan demikian kreativitas siswa dapat semakin terbentuk dan kelak melahirkan banyak inovasi
Dengan memberikan kesempatan yang lebih luas dalam perkembangan bidang pendidikan, globalisasi dapat menghubungkan seluruh dunia.
Naveen Kumar Sharma dalam jurnal Globalization Effect on Education and Culture: An Analysis (2012), menyebutkan “Keterampilan dan pengetahuan diterapkan ke pasar kompetitif di mana pengetahuan dan informasi diperdagangkan sebagai komoditas”.
Artinya, pendidikan seseorang membuat ruang yang luas untuk berkompetisi mendapatkan kesuksesan di dunia internasional.
Dimana pengetahuan dan keterampilan seseorang dapat menjadi modal awal untuk bersaing di era globalisasi ini. Hal tersebut memungkinkan seseorang untuk belajar maupun bekerja di manapun mereka mau. Globalisasi memudahkan seseorang untuk mempelajari bahasa asing.
Teknologi modern seperti media digital dan media sosial, menjadikan bahasa asing bisa dipelajari dari rumah, kapan saja, dan bahkan tanpa dipungut biaya.
Namun, tentunya globalisasi juga memiliki beberapa dampak negatif bagi pendidikan dan moral siswa-siswi di Indonesia.
Dalam pencarian informasi, pengetahuan yang didapatkan sebelum terjadinya globalisasi di Indonesia jauh lebih terkontrol, terutama pada siswa dalam masa pendidikan.
Penyebaran informasi yang lebih terkontrol sebelum globalisasi mendukung pembentukan karakter dan pendewasaan moral dalam dunia pendidikan.
Perkembangan arus globalisasi memberikan kemajuan yang luar biasa pada beberapa sisi dalam kehidupan manusia, termasuk pendidikan.
Kemajuan teknologi membuat informasi dari berbagai sumber bisa didapatkan dengan mudah. Sekarang mendapatkan ilmu pengetahuan bisa dari mana saja tidak hanya dari buku.
Kemudahan mengakses informasi ini membuat kita tidak perlu lagi mencari perpustakaan untuk mencari buku secara fisik, namun kita dapat mengakses dari banyak sumber secara online.
Jika dilihat lebih dalam, globalisasi tidak hanya membahas teknologi secara garis besarnya saja, tapi juga menilik secara holistik atau ke dalam bagian-bagian dari teknologi tersebut, seperti adanya Artificial Intelligence (AI).
Artificial Intelligence atau kerap disebut dengan AI merupakan suatu kecerdasan buatan dalam bidang ilmu komputer yang dikhususkan untuk memecahkan masalah kognitif yang umumnya terkait dengan kecerdasan manusia, seperti pembelajaran, penciptaan, dan pengenalan gambar.
Di abad 21 ini, mulai terbitnya kecerdasan buatan atau dikenal dengan Artificial Intelligence (AI) dan Internet of Things (IoT).
Dalam jurnal yang berjudul Dampak Kecerdasan Buatan Bagi Pendidikan (2022), “Kecerdasan buatan telah mendapatkan penerimaan dan penggunaan yang luas di bidang pendidikan, terutama di bidang pendidikan institusional.
Kecerdasan buatan telah memberikan siswa akses ke pengalaman belajar yang lebih baik karena kecerdasan buatan memungkinkan penyesuaian sumber belajar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa”.
Dengan siswa mengakses pelajaran ke dalam sistem kecerdasan buatan, siswa akan mendapatkan informasi lebih luas mengenai pelajaran tersebut, maka kecerdasan buatan dapat menunjang pendidikan generasi muda.
Ouyang dan Jiao pada penelitiannya mengusulkan 3 paradigma AI untuk pendidikan (AIEd) yaitu, AI-directed yang berarti pelajar sebagai penerima, AI-supported pelajar sebagai kolaborator, dan AI-empowered pelajar diharapkan sebagai pemimpin untuk secara sistematis meringkas dalam mengatasi masalah pembelajaran dan instruksional dalam pendidikan.
Namun, kecerdasan buatan masih terdapat banyak pertentangan dalam masyarakat. Meskipun keberadaaan AI dan teknologi yang semakin maju dan beberapa kegiatan manusia mulai dapat dikerjakan oleh teknologi.
Nyatanya, AI tidak akan pernah dapat menggantikan berbagai pengalaman, kreativitas, pemikiran kritis, keterampilan, kecerdasan emosional, dan intuisi ke dalam proses pengambilan keputusan kompleks yang dimiliki manusia.
Oleh karena itu, diharapkannya transformasi ekonomi, generasi muda, dan tentunya masyarakat yang didorong oleh kecerdasan buatan dapat semakin maju dengan diberlakukannya pendidikan layaknya pendidikan formal.
Pendidikan sangat penting untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan, serta negara yang berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan kapasitas masyarakat untuk mengatasi masalah lingkungan, sosial masyarakat dan pembangunan.
Pendidikan yang diperlukan dalam proses perwujudan pencapaian Indonesia emas di 2045 yaitu dengan adanya model pendidikan Education for Sustainable Development (ESD).
Di tahun 2002, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mendeklarasikan bahwa pada tahun 2005–2014 telah menyoroti bahwa terdapat model pendidikan, Education for Sustainable Development (ESD).
Suatu disiplin ilmu yang secara holistik dan terintegrasi membahas mengenai hubungan manusia dengan lingkungan alam dalam konteks sosial-budaya yang lebih luas (lingkungan, ekonomi, sosial-budaya) dengan mengembangkan pengetahuan, perspektif, nilai dan keterampilan dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan kualitas hidup bermasyarakat, sehingga relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Sebagai itu, dalam makalah untuk lokakarya UNESCO, profesor Arjen Wals dan Peter Corcoran berpendapat bahwa pembangunan berkelanjutan tidak dapat diintegrasikan secara langsung ke dalam kerangka pendidikan tinggi yang ada, tetapi membutuhkan transformasi menyeluruh dari sistem pendidikan.
Mereka mengutip Stephen Sperling, co-direktur Biro Pendidikan dan Pelatihan Lingkungan, yang berpendapat “Keberlanjutan bukan hanya masalah lain untuk ditambahkan ke kurikulum yang terlalu padat, tetapi pintu gerbang ke pandangan yang berbeda tentang kurikulum, pedagogi dan moral.”
Pada dasarnya, pendidikan, terutama pendidikan formal merupakan suatu tolak ukur dari keberhasilan dan peningkatan suatu negara digolongkan menjadi negara maju.
Harus diakui, bahwa pendidikan formal dan kesadaran publik menjadi suatu proses masyarakat untuk mencapai potensi yang sepenuhnya.
Pendidikan-lah yang menjadi dasar utama sebagai proses untuk mempromosikan dan memajukan inovasi, teknologi, kekritisan masyarakat dalam berpikir seperti meningkatkan kapasitas masyarakat untuk mengatasi masalah lingkungan, pembangunan dan teknologi.
Lantas, perwujudan sikap seperti apakah yang sepantasnya kita tunjukkan ke dalam ranah masyarakat ini?
Sikap kita terhadap perkembangan globalisasi ini bukan hanya diam dan menikmati saja, namun kita harus bisa menyaring perkembangan dan informasi yang baik dan menghindari yang buruk.
Terutama sebagai generasi penerus bangsa Indonesia tercinta dan dalam proses menuju Indonesia Emas 2045 merupakan prediksi yang optimis bahwa usia bangsa ini mencapai 100 tahun. Akan ada bonus demografi yang tentu saja harus dimanfaatkan (Ansori, 2021).
Demografi adalah studi tentang populasi manusia dalam hubungannya dengan perubahan yang terjadi akibat kelahiran, kematian, dan migrasi (Pressat, 1985).
Dalam Ringkasan Eksekutif Visi Indonesia 2045, sasaran dari Indonesia Emas 2045 adalah (1) Manusia Indonesia yang unggul, berbudaya, serta menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (2) Ekonomi yang maju dan berkelanjutan, (3) Pembangunan yang merata dan inklusif, dan (4) Negara yang demokratis, kuat, dan bersih.
Hal tersebut didasari oleh Pancasila dan UUD NRI 1945, selaku dasar negara dan konstitusi, sudah sepantasnya kita tuk mempersiapkan bonus demografi secara besar.
Generasi muda merupakan tonggak Indonesia di masa depan dan menjadi penentu bangsa Indonesia ini kedepannya. Generasi muda mudah untuk beradaptasi dengan segala kondisi yang ada.
Dalam 22 tahun mendatang, bangsa Indonesia akan mengalami masa keemasan dan kemegahan dalam berbagai aspek, seperti aspek ekonomi, aspek geografis, aspek demografis, aspek kekayaan sumber daya alam, aspek sosial budaya (pendidikan), aspek politik, aspek ketahanan dan keamanan, dan aspek kesehatan.
Indonesia membutuhkan bibit unggul dari generasi muda untuk mencapai masa keemasan.
Penulis:
- Nadine Manuella Louise Saragih
- Antonius Dimas Pratama Kustanto
- Benedictus Reshi Nayaka
Siswa SMA Kolese Gonzaga
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News