Film how to make million before grandma dies adalah film Thailand genre Drama yang di tayangkan di Indonesia pada tanggal 15 Mei 2024, film ini pertama kali tayang sudah mendapatkan banyak sorotan publik mengenai alur cerita yang sangat menyentuh dan juga mengandung bawang.
Banyak penonton yang relate dengan apa yang ada di film tersebut sehingga tak sedikit yang menyebutkan bahwa film ini sangat mengandung bawang.
Namun di dalam film yang mengandung bawang ini, ada hal lain yang yang di tampilkan dalam film ini. Adanya ketimpangan gender dan juga budaya feminisme.
Feminisme sebagai gerakan dan ideologi telah lama berusaha untuk mengungkap dan mengatasi ketidakadilan serta ketimpangan gender dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk industri film.
Industri film, meskipun penuh dengan kreativitas dan inovasi, sering kali mencerminkan bias dan stereotip gender yang ada dalam masyarakat.
Dari representasi karakter hingga alur cerita, film dapat memperkuat atau menantang pandangan tradisional tentang gender.
Pentingnya menganalisis film dari perspektif feminisme tidak bisa dilebih-lebihkan.
Film memiliki kekuatan besar dalam membentuk pandangan masyarakat, dan melalui analisis yang kritis, kita dapat memahami bagaimana representasi gender dalam film dapat mempengaruhi persepsi dan sikap penonton.
Dalam konteks ini, film “How to Make a Million Before Grandma Dies” menjadi objek kajian yang menarik, mengingat popularitasnya dan potensi pesan-pesan yang dikandungnya.
Film yang menceritakan tentang seorang cucu yang terinspirasi dari sepupunya untuk merawat kakeknya dan mendapatkan banyak warisan dari kakeknya.
Sehingga membuat M (Billkin Putthipong) ingin melakukan hal yang sama, hal ini bermula dari M yang mengetahui Amah memiliki riwayat sakit kanker setelah amah yang sedang mengunjungi makam suaminya terjatuh dan kemudian di bawah ke rumah sakit.
M rela meninggalkan pekerjaannya sebagai Gamers untuk mengurusi Amah yang sedang terkena sakit kanker untuk mendapatkan warisan dari Amah.
Namun M unuk mendapatkan hati Amah tidak mudah, apalagi M yang sama sekali mengunjungi amah tiba-tiba ingin merawat Amah, Amah dengan prinsipnya yang tidak mudah goyah dengan perhatian dan juga apa yang di lakukan oleh M.
Dengan melewati banyak tantangan dan rintangan akhirnya M yang tadinya mau mengurusi Amah untuk mendapatkan warisan, berubah menjadi tulus setelah dia melewati hari-hari Bersama amah.
Namun dalam film ini banyak hal yang di tunjukan bukan hanya karakter M yang mengurus Amah tapi karakter kuat dari Chew yang merupakan mama dari M.
Dalam karakter ini Chew banyak mendapatkan ketimpangan gender, mulai dari tidak melanjutkan sekolah karena harus membantu Amah berjualan Conge, tidak mendapatkan warisan padahal ia yang banyak berkorban dan juga mengurus Amah ketika sakit.
Pendekatan feminisme dalam analisis ini akan mencakup berbagai aspek, termasuk karakterisasi, alur cerita, representasi gender, serta pesan dan tema feminisme yang mungkin tersirat atau eksplisit dalam film.
Dengan demikian, artikel ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan wawasan yang lebih dalam tentang film itu sendiri, tetapi juga untuk mempromosikan kesadaran yang lebih luas tentang pentingnya representasi gender yang adil dan setara dalam industri film.
Feminisme
Menurut Kasiyan 2008 dalam (Surahman, 2015), Feminisme adalah ideologi pembebasan perempuan yang mendasari keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan akibat jenis kelamin mereka.
Inti dari semua pendekatan feminis adalah kepercayaan bahwa ketidakadilan gender adalah masalah sistemik yang mempengaruhi kehidupan perempuan secara negatif.
Feminisme adalah bagian dari teori sosial kritis yang mana Dalam konteks ini, feminisme secara khusus menyoroti ketidakadilan yang dialami oleh perempuan akibat sistem patriarki dan norma-norma gender yang diskriminatif.
Feminisme memiliki beberapa klasifikasi, salah satu contohnya yang di kembangkan oleh Rosemarie Putnam Tong dalam (Surahman, 2015) feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxis, feminisme sosialis, feminisme psikoanalisis, feminisme gender, feminisme eksistensialis, feminisme, posmodern, feminisme multikultural, feminisme global dan ekofeminisme.
Dalam konteks media, feminisme berusaha untuk mengungkap dan menantang representasi yang tidak adil atau merugikan perempuan.
Film sebagai salah satu bentuk media populer, memiliki pengaruh besar dalam membentuk dan mencerminkan pandangan masyarakat tentang gender.
Representasi perempuan dalam film sering kali penuh dengan stereotip dan bias, yang tidak hanya mencerminkan ketidakadilan yang ada tetapi juga memperkuatnya.
Dengan menganalisis film melalui lensa feminisme, kita dapat mengidentifikasi bagaimana narasi dan karakterisasi dalam film dapat memperkuat atau menantang stereotip gender.
Dalam film “How to Make a Million Before Grandma Dies” dapat dianalisis untuk melihat apakah karakter perempuan yaitu Amah dan Chew (mama dari M) digambarkan sebagai individu yang kuat dan mandiri dan tidak bergantung pada karakter pria dalam.
Amah yang membesarkan dan membiayai ketiga anaknya sendiri dengan berjualan conge.
Begitu juga dengan mama M Chew yang membesarkan yan membesarkan M sendiri.
Ketimpangan Gender
Ketimpangan gender adalah perbedaan perlakuan, status, dan kesempatan antara pria dan wanita yang muncul akibat norma-norma sosial, budaya, dan struktur kekuasaan yang tidak adil.
Ketimpangan ini terlihat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan partisipasi politik.
Dengan kata lain ketimpangan gender ini bisa di sebut juga sebagai ketidakadilan gender yang di rasakan oleh laki-laki ataupun perempuan.
Menurut sara milles dalam (Yani et al., 2022) Pada film atau media perempuan sering di tampilkan dalam posisi yang marjinal yang mendapatkan perlakuan yan berbeda dari laki-laki.
Dalam kasus lain perempuan banyak yang menjadi korban dalam ketimpangan gender ini yang dimana perempuan masih bisa belum dapat kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam memiliki hak mengakses Pendidikan dan pekerjaan yang sama.
Film how to make million before grandma dies, perempuan di tampilkan sebagai sosok yang harus berkorban untuk keluarga di banding laki-laki.
Ada beberapa scene yang menunjukan banyak ketimpangan yang di alami oleh perempuan dalam film ini, yang pertama ceritakan oleh Amah bahwa Chew rela dan berkorban untuk putus sekolah untuk bisa membantu Amah berjualan Conge untu bisa membantu perekonomian keluarga dan bisa membantu untuk biaya sekolah kaka dan adik Chew pada saat itu.
Yang kedua, adalah pada scene Mui (sepupu M) di tampilkan sebagai orang yang harus berkorban mengurus kakeknya, walaupun akan mendapatkan warisan.
Di scene lain juga di tampilkan bahwasannya dari awal yang sangat peduli sama Amah adalah Chew, yang mana Chew yang mengurus Amah dari sakit sampai rela menukar waktu kerjaan agar bisa tetap mengurusi Amah yang saat itu sakit akibat terkena kanker.
Tapi pada posisi ini perempuan selalu mendapatkan peran dan selalu berkorban untuk mengurus keluarga, padahal untuk mengurus orang tua adalah tanggung jawab semua anak.
Ketimpangan/ketidakadilan lainnya juga adalah pada scene yang pada saat membersihkan kulkas, Amah mengatakan bahwasannya “Anak laki-laki mendapatkan warisan sedangkan anak perempuan mendapatkan penyakit” salah satu yang harus di rasakan oleh Chew karena pada saat itu warisan di berikan kepada anak laki-laki Terakhir Amah, atau Om dari Chew.
Dari sini bisa kita Tarik kesimpulan dari film ini bahwasannya dalam beberapa kasus yang terjadi perempuan masih terus selalu di bandingkan dengan laki-laki, dan belum bisa mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki.
Namun, Tapi perempuan harus lebih banyak berkorban untuk kepentingan keluarga dalam urusan mengurus keluarga.
Baca juga: Dibungkam dan Rentan: Perspektif Feminis tentang Nasib Perempuan dalam Konflik Israel-Palestina
Kesimpulan
Film “How to Make a Million Before Grandma Dies” memberikan gambaran mendalam tentang ketimpangan gender dan feminisme melalui narasi yang menyentuh dan relevan dengan banyak penonton.
Meskipun film ini dipuji karena alur ceritanya yang emosional dan memikat, analisis feminis menunjukkan bahwa terdapat banyak lapisan ketidakadilan gender yang perlu disoroti.
Karakter perempuan seperti Amah dan Chew digambarkan sebagai sosok yang kuat dan mandiri, namun tetap terjebak dalam norma-norma gender yang membebani mereka dengan tanggung jawab yang tidak seimbang.
Ketimpangan gender dalam film ini terlihat jelas melalui pengorbanan yang dilakukan oleh karakter perempuan untuk keluarga mereka, sering kali dengan mengorbankan pendidikan dan karier mereka.
Contohnya, Chew yang rela putus sekolah untuk membantu ekonomi keluarga dan Mui yang harus merawat kakeknya demi warisan.
Scene di mana Amah menyatakan bahwa “Anak laki-laki mendapatkan warisan sedangkan anak perempuan mendapatkan penyakit” juga memperkuat ketidakadilan ini.
Analisis ini menunjukkan bahwa meskipun ada penggambaran karakter perempuan yang kuat, film ini juga memperlihatkan bagaimana perempuan masih harus berjuang melawan struktur patriarki yang tidak adil.
Dalam upaya mencapai kesetaraan gender, penting bagi media dan film untuk terus mengeksplorasi dan menantang norma-norma yang mendasari ketidakadilan ini.
Penulis: Abdul Rahman Hardiansyah
Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Referensi
Surahman, S. (2015). Representasi Feminisme Dalam Film Indonesia. Jurnal Ilmiah LISKI (Lingkar Studi Komunikasi), 1(2), 119. https://doi.org/10.25124/liski.v1i2.818
Yani, F., Surif, M., & Dalimunthe, S. F. (2022). Analisis Wacana Kritis Model Sara Mills Citra Sosial Perempuan pada Cerpen Kartini Karya Putu Wijaya. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(2), 9760–9767.
Ikuti berita terbaru di Google News