Akankah Artificial Intelligence (AI) Menjadi Sadar Layaknya Manusia?

AI
Sumber: istockphoto.

Dunia saat ini tengah mengalami perkembangan teknologi yang melesat jauh dibandingkan dengan beberapa tahun belakangan. Semakin bertambahnya hari, semakin bertambah pula pengetahuan dan kemampuan manusia dalam bekerja untuk menghasilkan sebuah kebaharuan.

Salah satu inovasi yang sedang marak diperbincangkan dan dipergunakan ialah kecerdasan buatan, atau yang lebih dikenal sebagai Artificial Intelligence (AI).

AI merupakan simulasi kecerdasan akal manusia yang diaplikasikan ke dalam komputer atau perangkat mesin lain sehingga memungkinkan untuk perangkat tersebut memiliki kemampuan berpikir layaknya manusia, seperti belajar, melakukan penalaran, mengambil keputusan, dan mengevaluasi diri yang akan mengakibatkan ia bisa bekerja serta beradaptasi secara mandiri.

Bacaan Lainnya
DONASI

Awalnya, komputer hanya sebatas perangkat komputasi biasa, meniru nalar manusia tingkat dasar seperti penjumlahan hingga ke tahap perbandingan. AI mulai muncul dan ramai diperbincangkan pada tahun 1950 silam dengan peluncuran pertama berupa program untuk menjalankan mesin Ferranti Mark I di University of Manchester.

Program tersebut dipergunakan untuk menekan penciptaan mesin yang cerdas dalam bekerja serta memberikan  respon  seperti  manusia. Kemudian pada tahun 1956, para ilmuwan menghadiri sebuah lokakarya di Dartmouth College untuk membahas lebih lanjut mengenai perkembangan AI.

Baca Juga: Artificial Intelligence vs Kemanusiaan

Pada tahun awal perkembangan AI, ilmuwan hanya fokus pada simbolisme dan penalaran logis untuk memecahkan teorema matematika. Hingga saat ini, AI telah berkembang menjadi lebih modern hingga dapat mengerjakan tugas kompleks seperti mengendarai mobil dan menulis konten.

Sains dan filsafat memiliki kaitan yang erat secara esensial dan historis. Banyaknya pertanyaan merupakan sebab lahirnya filsafat karena perkembangan ilmu pengetahuan akan mengukuhkan eksistensi filsafat. Saat ini dunia telah mengalami perubahan yang tajam, yang mana segala kegiatan kita juga bisa dilakukan oleh mesin.

Melalui pembelajaran mendalam dan pengenalan suara, teknologi bergerak semakin canggih dan akan menjadi sempurna di masa mendatang.

Namun, semakin canggihnya sebuah teknologi, timbul sebuah pertanyaan: apakah AI hanya sekadar bentuk penyamaran atau adaptasi dari kecerdasan manusia, atau akankah AI menjadi sadar layaknya manusia? Pertanyaan sederhana ini menimbulkan gebrakan untuk menelaah esensi dari teknologi terbaru bernama Artificial Intelligence (AI) ini.

Baca Juga: Transformasi Pendidikan di Era Digital: Dampak AI (Artificial Intelligence) bagi Mahasiswa

Artificial Intelligence (AI) dan filsafat memiliki keterkaitan dan saling memengaruhi. AI memunculkan pertanyaan-pertanyaan filosofis dan menantang asumsi lama tentang sifat pikiran, kecerdasan, dan makna. Sedangkan filsafat memfasilitasi kerangka guna memahami dan mengevaluasi implikasi dari hadirnya AI.

Secara harfiah, filsafat berasal dari bahasa Yunani “philosophia” yang artinya “cinta kebijaksanaan” atau “kecintaan terhadap pengetahuan” (Bertens, 2018).

Menurut pendapat Poedjawijatna, filsafat adalah satu jenis ilmu pengetahuan yang berusaha untuk mencari sebab akibat yang mendalam tentang semua hal yang berasal dari pikiran belaka.

Filsafat lahir karena adanya pertanyaan dan pemikiran kritis dalam otak manusia. Karena banyaknya pertanyaan yang muncul, maka lahirlah mitos untuk menjawabnya. Mitos hadir sebagai obat bagi manusia yang penasaran. Kemudian, manusia mengkritik mitos tersebut dengan cara berpikir rasional yang berbeda dengan cara berpikir mitos.

Michael Reskiantio Pabubung (2021;155-157) pun mengatakan bahwa teknologi AI tidak memiliki pertimbangan morel dalam karya yang dihasilkannya. Justru sebaliknya, manusia adalah agen morel yang berarti segala hasil karya manusia dilandasi pada pertimbangan dan tanggung jawab morel yang cukup kuat dan besar.

Berkaitan dengan perbedaan dan kesamaan AI dengan kecerdasan alami milik manusia, dijelaskan oleh Kaplan dan dikutip oleh Suhanda dan Desi Fatkhi Azizah, Aji Prasetya Wibawa dkk. (2021:594-595) di antaranya bahwa: 1. Kecerdasan buatan bersifat permanen sedangkan kecerdasan asli bersifat tidak melekat pada pribadi manusia; 2. Kecerdasan buatan lebih mudah digandakan tetapi kecerdasan alami tidak; 3. Kecerdasan buatan lebih mudah daripada kecerdasan alami; 4. Kecerdasan buatan bersifat konsisten dari waktu ke waktu sedangkan kecerdasan alami tidak; 5. Kecerdasn buatan dapat didokumentasikan, sedangkan kecerdasan alami tidak mudah untuk didokumentasikan.

Hadirnya peralatan komputer yang canggih mampu menggantikan jutaan pekerjaan manusia, hal ini membawa imbas yang cukup besar dan mengakibatkan kesenjangan pendapatan dan kesenjangan informasi yang lebar, sementara itu teknologi baru ini memiliki banyak implikasi.

Tidak bisa dipungkiri banyak dampak positif yang  yang dirasakan, terutama di masa pandemi COVID-19. Kita dapat bekerja serta belajar dari kenyamanan rumah kita dengan menggunakan teknologi AI yang membantu dalam masa itu, tidak terbayangkan bagaimana jadinya jika pada masa COVID-19 terjadi di kala itu teknologi kecerdasan buatan belum ada atau dapat dikatakan belum secanggih sekarang.

Dampak atau pengaruh positif dari AI yakni: Pertama, AI diperuntukan untuk membantu peningkatan human capital yang meliputi baik kapasitas, kompetensi, kesehatan, personalitas, otonomi, dan kepemimpinan yang dimiliki oleh setiap pengguna karena melalui AI, individu atau masyarakat akan sangat dipermudah dan dipercepat dalam mengerjakan tugas dan pekerjaan termasuk dalam hal proses belajar, maupun bekerja, sebab AI dapat membantu manusia dalam mengakses informasi dan data yang lebih cepat dan lebih banyak; Kedua, AI dapat mempermudah dan meningkatkan efektifitas serta efisiensi dalam berbagai bidang dimensi kehidupan masyarakat baik itu pada dimensi pendidikan dan ilmu pengetahuan, kesehatan ekonomi, industrialisasi, militer maupun pertanian.

Sedangkan pegaruh negatif daripada AI adalah: Pertama, penggunakaan AI sebagai proses produksi dan layanan dapat menggantikan posisi tawar tenaga kerja manusia, sehingga akan menyebabkan pengangguran massal pada beberapa sektor, bahkan bisa merambat pada terciptanya persoalan baru seperti disparitas sosial antara pemilik teknologi AI dan pengguna; Kedua, kemajuan AI menyebabkan terfokusnya manusia pada teknologi dan mengabaikan peran-peran manusia itu sendiri sehingga dapat menimbulkan gap atau sekat dalam hubungan sosial manusia, sebab pemanfaatan AI secara dominan seperti ChatGPT dan Dall-e, serta jukedeck dapat memanjakan manusia dan membuat manusia menjadi terlena, dan tidak aktif dalam meningkatkan kualitas kecakapan pribadi sebab merasa akan terbantukan dengan teknologi AI itu sendiri.

Baca Juga: Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI)

Akibatnya manusia secara sadar maupun tidak sadar mengalami degradasi kualitas berpikir yang dapat berpengaruh pada kualitas diri dan kemanusiaannya sendiri, sebagaimana dikatakan oleh Riyanto Hastono dalam Youtube yang “bertema babak baru AI-dehumanisasi” menyatakaan kekhawatirannya bahwa AI dapat menyebabkan proses dehumanisasi dan bahkan pemusnahan umat manusia ketika AI tidak digunakan secara tepat dan bijaksana.

Tak bisa dipungkiri bahwasanya setiap perkembangan akan membawa dampak positif dan negatif. Artificial Intelligence  telah membawa dampak positif di dunia teknologi dengan mempermudah pekerjaan manusia. Namun ia juga dapat membawa manusia ke dalam kesesatan jika terlalu lalai dalam menggunakannya.

Walaupun telah hadir kecerdasan buatan, manusia tidak boleh lupa bahwa ia memiliki kecerdasan alami yang lebih canggih dibandingkan dengan yang buatan.

Karena dari sudut pandang etis, martabat manusia harus selalu menjadi bagian pertimbangan utama dalam setiap pengembangan sebab pengembangan dan kemajuan itu memang bertujuan untuk kemajuan kualitas hidup manusia.

Penulis: Pindo Sandy Intan Charity
Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Referensi

Michael, R. P., (2021). Epistemology kecerdasan buatan (AI) dan pentingnya ilmu etika dalam pendididkan interdisipliner. Jurnal Filsafat Indonesia, 4(2).

Pabubung, M. R. (2023). Era Kecerdasan Buatan dan Dampak terhadap Martabat Manusia dalam Kajian Etis. Jurnal Filsafat Indonesia, 6(1), 66-74.

Rachmad, D. S. (2020). Filsafat Ontologi Kecerdasan Buatan Pada Perkembangan Teknologi Informasi. Prosiding SISFOTEK, 4(1), 225-229.

Rosa, A. B., Salomon, A, M, B., Eni, B. (2024). Filsafat Artificial intelligence (AI) dan Kemanfaatan Untuk Mewujuddkan Indonesia Yang Berperadaban. Jurnal Oratio Directa. 1035-27.

Santoso, J. T. (2023). Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence). Penerbit Yayasan Prima Agus Teknik, 1-227.

Trahutami, T. A. S. P. (2023, 19 Juli). Sebuah Pengantar Tentang Filsafat. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. https://filsafat.ugm.ac.id/sebuah-pengantar-tentang-filsafat/

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI