Analisa Terjemahan Q.S Al-Furqan[25]: 33, Hadits Imam Bukhori 6015, dan Pendapat Ulama Imam Khatib Asy-Syirbini dalam ‘Mughni Al-Muhtaj’

Analisa Terjemahan Q.S Al-Furqan

Pada zaman sekarang ini, penerjemahan memiliki peranan yang sangat penting, khususnya di dalam dunia akademik yang banyak menggunakan literatur-literatur berbahasa asing, misalnya bahasa Arab yang sering menjadi kendala bagi para akademisi yang memiliki pemahaman bahasa Arab yang kurang bagus. Oleh karena itu, dalam artikel ini saya akan menganalisis Tafsir   (Q.S Al-Furqan[25]: 33), Hadits (Imam Bukhori 6015) dan pendapat ulama dari (Imam Khatib Asy-Syirbini berkata dalam ‘Mughni al-Muhtaj’).

Pembahasan

Analisis Pertama (Q.S Al-Furqan[25]: 33), yang berbunyi:

وَلَا يَأْتُوْنَكَ بِمَثَلٍ اِلَّا جِئْنٰكَ بِالْحَقِّ وَاَحْسَنَ تَفْسِيْرًا ۗ

Artinya: Tidaklah orang-orang kafir datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. (Q.S Al-Furqan[25]: 33).

Bacaan Lainnya
DONASI

Di dalam surah ini ada banyak perbedaan makna antara arti penerjemahan Al-Qur’an pada tahun lama yaitu 2014, 2016 dan tahun 2021 yang menggunakan Al-Qur’an digital/modern

Pada tahun 2014 seperti berikut “Tidaklah orang-orang kafir datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu  yang benar dan yang paling baik penjelasannya”.[1]

Dan Al-Qur’an Terjemahan Bahasa Melayu tahun 2016 seperti berikut “ Dan mereka tidak membawa kepadamu sesuatu kata-kata yang ganjil (untuk menentangmu) melainkan Kami bawakan kepadamu kebenaran dan penjelasan yang sebaik-baiknya (untuk menangkis segala yang mereka katakan itu).”[2]

Baca Juga: Analisis Terjemah Ayat Al-Qur’an, Hadits Nabi dan Pendapat Ulama

Pada tahun 2021 menggunakan Al-Qur’an digital seperti berikut “ Dan mereka (orang-orang kafir itu) tidak datang kepadamu (membawa) sesuatu yang aneh, melainkan Kami datangkan kepadamu yang benar dan penjelasan yang paling baik”.[3]

Menurut saya dari semua terjemahan di atas masih ada kata yang kurang dipahami oleh pembaca. Dan saya rasa perlu kepada penerjemah untuk menengok kembali kamus dan mujam bahasa Arab untuk melihat makna dari مثل agar menaruh arti tersebut yang mudah dipahami oleh pembaca yang seharusnya arti kata “sesuatu yang ganjil” di ganti menjadi “suatu perumpamaan”.

Agar lebih baik lagi  mengartikan dhomir secara detail pada kalimat يَأْتُوْنَكَ yaitu dengan “mereka (orang-orang kafir) datang kepadamu” .

Dan di sana juga kurang mengartikan huruf waw yang berarti “dan”, karena hal itu saya rasa perlu sebagai kata sambung dari kalimat sebelumnya, serta terjemahan ini sudah baik menyesuaikan dengan konteks yang ada pada ayat tersebut sehingga membuat terjemahan tidak rancu dan sesuai dengan maksud ayat tersebut.

Jika saya analisis dari segi teori menerjemahkan Jumlah Fi’liyyah maka sudah termasuk ke dalam katagori S-P-O-K yang dimana terjemahan di atas susunannya sudah lumrah dalam Bahasa Indonesia yang membuat terjemahan ini indah dan enak didengar tanpa mengabaikan makna asli dari ungkapan bahasa arab.

Jika saya menganalisis dari segi teori menerjemahkan Jumlah Ismiyyah maka termasuk ke dalam Tarkib Wasfi karena ada man’ut dan na’at, yaitu وَاَحْسَنَ تَفْسِيْرًا dan Tarkib atfi karena ada huruf athof yaitu و .

Terjemahan di atas termasuk ke dalam strategi mengharuskan seorang penerjemah mengedepankan  kata dalam Bsu yang diakhirkan dalam Bsa dan mengakhirkan kata dalam Bsu yang dikedepankan dalam Bsa.

Contohnya terjemahan di atas: “ Tidaklah orang-orang kafir datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya (Q.S Al-Furqan[25]: 33)”.

Kalimat di atas bila diterjemahkan urutannya akan berubah menjadi sebagai berikut “Dan tidaklah mereka (orang-orang kafir) datang kepadamu dengan suatu perumpamaan melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya (Q.S Al-Furqan[25]: 33).”

Metode penerjemah di atas menggunakan metode Penerjemahan Harfiah (Literal Translation) karena penerjemahan harfiah mula-mula dilakukan seperti penerjemahan kata demi kata, tetapi penerjemah kemudian menyesuaikan susunan kata dalam kalimat terjemahannya yang sesuai dengan susunan kata dalam kalimat bahasa sasaran. Metode ini biasanya diterapkan apabila struktur kalimat bahasa sumber berbeda dengan struktur kalimat bahasa sasaran.

Dan termasuk ke dalam Penerjemahan Komunikatif (Communicative Translation) karena metode ini mengupayakan reproduksi makna kontekstual yang sedemikian rupa, sehingga baik aspek kebahasaan maupun aspek isi langsung dapat dimengerti oleh pembacanya.

Sesuai dengan namanya, metode ini memperhatikan prinsip komunikasi, yakni khalayak pembacanya dan tujuan penerjemahan. Melalui metode ini, sebuah versi teks Bsu dapat diterjemahkan menjadi beberapa versi teks bahasa sasaran sesuai dengan prinsip di atas.

Analisis Kedua Hadits (Imam Bukhori 6015) yang berbunyi:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم إِذَا ضُيِّعَتِ اْلأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ. قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا أُسْنِدَ اْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَة

Artinya: Apabila amanah telah dicabut maka tunggulah kehancuran (kiamat), Abu Hurairah bertanya bagaimana dicabutnya amanah ya Rasulullah? Nabi menjawab: apabila sesuatu telah diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancuran (Imam Bukhori 6015).

Menurut saya di terjemahan ini perlu dideskripsikan makna ضُيِّعَتِ, أُسْنِدَ, أَهْلِهِ, السَّاعَةَ jadi ضيعت kan asal katanya ضاع yang di artikan menjadi hilang nah kenapa menggunakan dicabut supaya diksi Indonesia lebih tepat.

Baca Juga: Kritik dan Analisis Terjemahan Teks Keagamaan dalam Media Republika Online

Lalu أسند kan menyandarkan: maksudnya disandarkan tuh apa? Kayak buku disandarkan ke tiang supaya gak jatoh? Berarti kita mempercayakan tiang itu untuk menjaga agar buku kita gk jatoh. Maka dari itu terjemahan di atas mengartikannya dengan “diserahkan”.

Lalu أهل itu kan maknanya bisa fleksibel ahlu ini apa? Ahlu keluarga kah?  Ahlu ahlinya kah?  Ahlu yg punya kah? Maka dari itu terjemahan di atas menggunakan kata أَهْلِهِ… Maka hi nya ini penjelas bahwa ahlu itu orang yang paham urusan amru.

Lalu الساعة itu kan kalo di Al-Qur’an hadits atau kalam sahabat dan ulama itu diartikan sebagai kiamat Jadi الساعة itu sinonim dari “kehancuran”.

Menambahkan (Ziyadah) Strategi ini mengharuskan seorang penerjemah untuk menambahkan kata dalam Bsu yang disebut dalam bsa  الساعة, artinya kehancuran seharusnya ditambahkan menjadi waktu hancurnya dan bisa juga menggantikan (Tabdil) Strategi ini mengharuskan seorang penerjemah untuk menggantikan struktur kata dalam Bsu dengan memperhatikan makna dalam Bsa. Contoh: kata “ dicabut” diganti dengan “dihilangkan”.

Jadi menurut saya terjemahan di atas agar lebih mudah dipahami pembaca sebagai berikut: “Apabila amanah telah dihilangkan maka tunggulah waktu kehancurannya, Abu Hurairah bertanya bagaimana dihilangkannya amanah ya Rasulullah? Nabi menjawab: apabila sesuatu telah diserahkan kepada yang bukan ahlinya (pakarnya) maka tunggulah waktu kehancurannya (Imam Bukhori 6015).

Jika saya analisis dari segi teori menerjemahkan Jumlah Fi’liyyah termasuk ke dalam katagori P-O-K tidak ada subjek karena tidak membutuhkan fail termasuk ke dalam fiil majhul.

Jika saya menganalisis dari segi teori menerjemahkan Jumlah Ismiyyah maka termasuk ke dalam Tarkib Isnadi karena pada kalimat utama yang menyambung ke kalimat berikutnya, yaitu:

 إِذَا ضُيِّعَتِ اْلأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

Metode terjemahan di atas termasuk ke dalam Metode Penerjemahan Kata demi kata (Word-for-word Translation) Dalam penerapannya, karena metode penerjemahan ini pada dasarnya masih sangat terikat pada tataran kata. Dalam melakukan tugasnya, penerjemah hanya mencari padanan kata bahasa sumber dalam bahasa sasaran tanpa mengubah susunan kata dalam terjemahannya. Dengan kata lain, susunan kata dalam kalimat terjemahan sama persis dengan susunan kata dalam kalimat aslinya.

Dan termasuk ke katagori Penerjemahan Komunikatif (Communicative Translation)  Metode ini mengupayakan reproduksi makna kontekstual yang sedemikian rupa, sehingga baik aspek kebahasaan maupun aspek isi langsung dapat dimengerti oleh pembacanya. Sesuai dengan namanya, metode ini memperhatikan prinsip komunikasi, yakni khalayak pembacanya dan tujuan penerjemahan.

Berikut salah satu contoh artikel yang beda akan terjemahannya:

“Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda: Apabila amanah disia-siakan maka tunggulah saat kehancurannya. Salah seorang sahabat bertanya: ”Bagaimanakah menyia-nyiakannya, hai Rasulullah?” Rasulullah SAW menjawab: “Apabila perkara itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya (HR. Imam Bukhari)”[4]

Dan di terjemahan ini juga masih kurang spesifik dan termasuk ke dalam metode penerjemahan bebas karena dengan demikian ada penyimpangan nuansa makna karena mengutamakan kosa kata sehari-hari dan idiom yang tidak ada di dalam bahasa sumber tetapi bisa dipakai dalam bahasa sasaran.

Analisis Ketiga Pendapat ulama yaitu Imam Khatib asy-Syirbini berkata dalam ‘Mughni al-Muhtaj’:

ويبقى  وقت التضحية  حتى تغرب  الشمس  آخر  أيام  التشريق  وهي ثلاثة عند الشافعي رحمه الله بعد العاشر  

Artinya: “Dan berlanjut waktu kebolehan menyembelihnya hingga terbenam matahari hari taysriq terakhir. Menurut Imam Syafii hari tasyriq itu tiga hari setelah tanggal sepuluh (Dzulhijjah).

Terjemahan pada ayat ini tepatnya pada kata و يبقى  yang diterjemahkan oleh penerjemah, yaitu “Dan berlanjut”  terjemahan ini bagi saya kurang tepat seharusnya dalam diksi Bahasa Indonesianya yaitu “ dan di tetapkannya”

Lalu pada kata ” التضحية ”  yang diterjemahkan di atas yaitu “menyembelih” kenapa menggunakan menyembelih supaya diksi Indonesia lebih tepat. Padahal dalam kamus ma’ani terjemahannya yaitu “pengorbanan atau persembahan hewan kurban”.

Kemudian pada kata “ ” حتى   yang diterjemahkan di atas yaitu “hingga” akan tetapi jika di kamus ma’ani artinya adalah “sampai” saya lebih setuju kata “sampai” karena sering di dengar dan dipahami oleh pembaca.

Menurut saya terjemahan di atas susah untuk dipahami oleh pembaca dan terlalu terpaku dengan bahasa sumbernya maka dari itu menurut saya menerjemahkannya agar lebih mudah dipahami oleh pembaca sebagai berikut: “Dan ditetapkannya waktu menyembelih (hewan kurban) itu sampai terbenamnya matahari di hari terakhirnya tasyriq. Menurut Imam Syafii hari tasyriq itu tiga hari setelah tanggal sepuluh (Dzulhijjah).”

Jika saya analisis dari segi teori menerjemahkan Jumlah Fi’liyyah termasuk ke dalam katagori P-O-K menggunakan fiil majhul yang tidak membutuhkan subjek.

Jika saya menganalisis dari segi teori menerjemahkan Jumlah Ismiyyah maka termasuk ke dalam Tarkib atfi karena ada huruf athof yaitu و.

1. Strategi terjemahan di atas yaitu mengedepankan dan mengakhirkan (Taqdim dan Ta’khir) Strategi ini mengharuskan seorang penerjemah mengedepankan kata dalam Bsu yang diakhirkan dalam Bsa dan mengakhirkan kata dalam Bsu yang dikedepankan dalam Bsa.

Contohnya pada kalimat: حتى تغرب  الشمس  آخر  أيام  التشريق  yang artinya “terbenam matahari hari taysriq terakhir” kalimat di atas bila diterjemahkan urutannya akan berubah menjadi “terbenamnya matahari di hari terakhirnya tasyriq”.

2. Menambahkan (Ziyadah) Strategi ini mengharuskan seorang penerjemah untuk menambahkan kata dalam Bsu yang disebut dalam Bsa.

Baca Juga: Tela’ah Kualitas Terjemahan Al Qur’an dan Pendapat Ulama Syekh Nawawi tentang Perenggut yang akan Dihadapi Manusia Setelah Wafat

Contoh: وهي ثلاثة عند الشافعي رحمه الله بعد العاشر jika di terjemahkan menjadi “ menurut Imam Syafi’i hari tasyriq itu tiga hari setelah tanggal sepuluh (Dzulhijjah).” Kalimat di atas berjumlah tujuh kata ,sedangkan ketika diterjemahkan ke dalam Tsa akan bertambah menjadi sepuluh kata dengan tiga kata tambahan

Metode terjemahan di atas termasuk ke dalam penerjemahan bebas (Free Translation) metode ini bertujuan mereproduksi isi pesan bahasa sumber, tetapi dengan menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. Contohnya bisa diliat dari kata ويبقى  itu sudah beda terjemahan dari artian aslinya. Kemudian ada penambahan kata di terjemahannya yaitu  kebolehan, kemudian juga peletakan kosa katanya berubah dari tata letak Bahasa Arabnya.

Komentar: Pendapat di atas terlalu menghemat dhomir,

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa terjemahan pada surah (Q.S Al-Furqan[25]: 33) masih banyak perbedaan dalam penerjemahan Al-Qur’an pada tahun lama yaitu 2014, 2016 dan tahun 2021 yang menggunakan Al-Qur’an digital/modern.

Terjemahan ayat ini menggunakan Metode Penerjemahan Harfiah (Literal translation), sementara itu pada penerjemahan hadis yang diriwayatkan (Imam Bukhori 6015) yang menggunakan Metode Penerjemahan Kata demi kata (Word-for-word Translation).

Dalam penerapannya, karena metode penerjemahan ini pada dasarnya masih sangat terikat pada tataran kata. sedangkan pada terjemahan perkataan Imam Khatib Asy-Syirbini berkata dalam ‘Mughni al-Muhtaj’ yang menggunakan Metode penerjemahan bebas (Free Translation).

Referensi

http://amaliyah.net/al-furqan-ayat-32-34/

https://kalam.sindonews.com/surah/25/al-furqan

https://multazam-einstein.blogspot.com/2013/03/hadis-tentang-amanah.html

https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Al-Bayan/article/download/1806/1309

https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Diroyah/article/view/2050/1435

https://m.republika.co.id/berita/qwj38i366/kapan-waktu-terbaik-berqurban-part2


[1] https://ayatalquran.net/2014/12/surah-al-furqan-terjemah-bahasa-indonesia/

[2] http://amaliyah.net/al-furqan-ayat-32-34/

[3] https://kalam.sindonews.com/surah/25/al-furqan

[4] https://multazam-einstein.blogspot.com/2013/03/hadis-tentang-amanah.html

Tsamratul Basiroh
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab
Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengurus Organisasi PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), LDK (Lembaga Dakwah Kampus), dan ITHLA (Ittihadu Thalabati Al-Lughah Al-Arabiyah di Indonesia)

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI