Kritik dan Analisis Terjemahan Teks Keagamaan dalam Media Republika Online

Kritik Analisis Terjemahan Teks

Kritik dan terjemahan memahami teks keagamaan mempunyai peran yang penting. Seperti kita tahu bahwa mengkritik itu memberikan pertimbangan baik buruk terhadap suatu karya yang fungsinya untuk membangun agar menjadi lebih baik. Lalu terjemahan dalam segi bahasa Indonesia memiliki arti interpretasi makna teks dari bahasa sumber yang menghasilkan teks padanan dalam mengomunikasikan pesan serupa.

Disini saya ingin menganalisis (https://www.republika.co.id/berita) dengan mengambil tiga teks terjemahan Arab-Indonesia yang terdapat di Republikan Online. Tujuannya memberikan pencerahan pentingnya teori terjemahan pada penulis teks keagamaan serta membangkitkan semangat pada pembaca buat belajar bahasa Arab, yaitu bahasa persatuan umat Islam. Adapun yang menjadi parameter kualitas suatu terjemahan bisa diukur dari unsur kesepadanan,  keterbacaan dan keberterimaan.[1]

PEMBAHASAN

a. QS Al-Baqarah: 222

Bacaan Lainnya
DONASI

وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّاٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

“…. Dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yag menyucikan diri”.

Terjemah versi Kemeterian Agama: Dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yag menyucikan diri”.[2]

Terjemah versi penulis : Dan jangan kamu gauli mereka sebelum mereka suci. Jika telah suci, gaulilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang banyak tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.

Baca Juga: Meluruskan Perspektif Poligami di Mata Agama dan Hukum

Berdasarkan analisis penulis pada QS. Al-Baqarah: 222, penerjemah  menggunakan metode setia, yaitu berusaha mereproduksi makna kontekstual bahasa sumber ke dalam bahasa penerima secara tepat.[3] Sebagaimana فَأْتُوهُنَّ  secara harfiah memiliki arti  “datangilah mereka”, namun diterjemahkan  menjadi “maka campurilah/gaulilah mereka”. Hal ini juga berlaku pada  حَتَّىٰ   yang secara harfiah memiliki arti “sampai” sebab  حَتَّىٰ   dalam ayat tersebut merupakan huruf jar yang memiliki makna intihaul ghaayah, namun diterjemahkan menjadi “sebelum”.Terjemahan ini juga sama dengan terjemahan versi Kementerian Agama Republik Indonesia.

Namun menurut saya, terjemahan ini masih ada ketidakjelasan. Jika وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ diartikan secara harfiah “Dan jangan kamu dekati mereka” masih ada kejanggalan bagi orang yang tidak mengerti dengan hukum agama. Bahkan, bisa jadi umat Islam akan kembali lagi pada zaman jahiliah, yang dimana ketika istri mereka sedang haidh mereka menjauhinya, tidak mau bercengkerama, tidak mau makan bersama dan lain sebagainya. Maka sebaiknya  diterjemahkan dengan “Dan jangan kamu gauli mereka”

Selanjutnya, pada kata ٱلتَّوَّاٰبِين diterjemahkan dengan “orang yang tobat”, seharusnya diterjemahkan dengan “orang yang banyak tobat” sebab kata tersebut merupakan shighat mubalaghah yang memiliki arti sering/banyak. Maka kualitas terjemahan ayat ini, menurut penulis baik dari unsur kesepadanan,  keterbacaan, dan keberterimaan masih kurang baik. 

b. Hadits Rasulullah Saw.

و قال صلى الله عليه و سلم: الطهور نصف الإيمان (رواه الترمذي)

“Nabi Muhammad Saw: “Bersuci itu sebagian dari iman”.

Terjemah versi penulis: Nabi Muhammad Saw bersabda : Kesucian (lahiriah dan batiniyah) merupakan separuh iman

Penerjemah  hadis di atas tidak mengartikan kalimat secara utuh. Kata kerja (fiil) tidak di terjemahkan. Adapun selebihnya, penerjemah menggunakan metode penerjemahan harfiah, yaitu mengkonversi kontruksi gramatika bahasa sumber ke dalam kontruksi bahasa penerima yang paling dekat dengan tetap menerjemahkan kata demi kata tanpa mempertimbangkan konteks pemakaiannya.[4] Sehingga menurut penulis ini sangatlah kaku dan sulit dipahami.

Baca Juga: Menyimak Generasi Z Berbicara tentang Toleransi Beragama

Adapun penulis berusaha menerjemahkan dengan metode penerjemahan semantis, yaitu metode yang menekankan pada penggunaan istilah, kata kunci atau bahasa sumber yang ditampilkan dalam hasil terjemahan (bahasa sasaran).[5] Metode ini bersifat fleksibel dan memberikan keluasan kepada penerjemah untuk menggunakan intuisinya. Sebagaimana kata الطهور , apabila diartikan secara harfiah adalah “bersuci”. Namun penulis menerjemahkannya dengan “kesucian”, yang dimana dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti kebersihan hati dan sebagainya.[6]

Dalam teks ini pula penulis sama melakukan persamaan dengan penerjemah, yaitu menerjemahkan  صلى الله عليه و سلم  menggunakan prosedur transferensi, yaitu pengalihan suatu unit linguistik dari bahasa sumber ke dalam nas bahasa penerima dengan menyalin huruf atau melakukan transliterasi.[7] Maka kualitas terjemahan teks ini, menurut penulis baik dari unsur kesepadanan,  keterbacaan, dan keberterimaan sangat tidak baik. 

c. Pendapat Ulama  

قال ابن القاسم و قال مالك: لابأس بلعاب الكلب يصيب الثوب, و قاله ربيعة. و قال إبن شهاب: لابأس إذا أضطررت إلى سؤر الكلب أن يتوضأ به, و قال مالك: يؤ كل صيده, فكيف يكره لعابه؟.

“Tidak masalah dengan liur anjing yang mengena baju, Ibnu Syihab berkata: Tidak apa-apa apabila engkau terpaksa pada bekas makanan anjing untuk berwudhu dengannya. Malik berkata: Hasil buruan anjing boleh dimakan. Bagaimana bisa air liurnya dibenci?.

Penerjemah teks di atas tidak mengartikan kalimat secara utuh. Penerjemah juga sangat tidak jujur dalam menerjemahkan, sebagian tidak tersebut subjek (fa’il) dan terlewat dalam menerjemahkan.  Adapun metode yang dipakai oleh penerjemah adalah metode penerjemahan harfiah.

Selain itu, teks bahasa sumber yang ditulis pun kurang tepat.  Adapun teks yang penulis temukan dari kitab Al-mudawwanah al-Kubra sebagai berikut:

(قال ابن القاسم) و قال مالك: لابأس بلعاب الكلب يصيب ثوب الرجل و قاله ربيعة. و قال إبن شهاب: لابأس إذا اضطررت إلى سؤر الكلب أن تتوضأ به.(و قال) مالك يؤ كل صيده فكيف يكره لعابه؟[8]

Terjemah versi penulis: (Ibnu Qasim berkata): menurut Imam Malik, pakaian seseorang yang terkena air liur anjing tidaklah perlu dicuci, pendapat ini pula sejalan dengan pendapat Rabiah. Ibnu Syihab pun berkata: Sah hukumnya apabila kamu dalam keadaan darurat berwudhu dengan air bekas jilatan anjing. (Malik berkata): Hasil buruan anjing (halal) dimakan, bagaimana bisa air liurnya dibenci?  

Dapat diperhatikan, ada kekurangan dalam teks sumber yang digunakan penerjemah dalam kata الرجل, sekaligus kesalahan penulisan yang seharusnya أن تتوضأ به menjadi أن يتوضأ به.  Bahkan tanda baca buka kurung dan tutup kurung pun tidak ada. Mungkin tanda baca ini diaggap remeh oleh sebagian orang, namun menurut penulis ini sangat memudahkan sekali bagi pembaca yang ingin kembali menerjemahkannya.

Oleh karena itu penulis kembali menyediakan teks sumber yang ditemukan dan berusaha menerapkan metode penerjemahan komunikatif dalam menerjemahkan, yaitu dengan mengungkapkan makna kontekstual nas sumber ke dalam nas penerima dengan suatu cara sehingga aspek kebahasaan maupun aspek isi dapat dimengerti oleh pembaca.[9] Maka kualitas terjemahan teks ini, menurut penulis baik dari unsur kesepadanan,  keterbacaan, dan keberterimaan sangat tidak baik.

Baca Juga: Mengenal Keanekaragaman Padanan Buah Nusantara

Hal ini tentunya seorang translator  atau penerjemah harus memiliki syarat-syarat tersendiri untuk menghasilkan terjemahan yang sesuai dan indah, sebagai berikut:

a) Penerjemah harus mengetahui dengan baik segala tatanan yang ada dalam dua bahasa: bahasa asli dan terjemahan.

b) Penerjemah harus mengetahui dengan baik gaya bahasa dan kelebihan-kelebihan yang ada dalam dua bahasa itu.

c) Penerjemah harus mengetahui dengan baik bidamg ilmu yang sedang terjemahkan.[10] 

PENUTUP

Penting untuk  mengetahui urgensi memahami keberadaan belajar bahasa Arab, kita harus meningkatkan kecintaan dan minat kita terhadap bahasa Arab. Sebab, seperti yang kita ketahui keberadaan belajar bahasa Arab berbanding lurus dengan kemampuan kita memahami Islam. Hal ini menunjukkan bahwa  penulis  Republika Online cenderung menggunakan metode penerjemahan berdasarkan bahasa sumber (Arab), yaitu metode penerjemahan harfiah.

Orientasi terhadap bahasa sumber membuat penulis tetap berpegang pada struktur bahasa sumber. Akibatnya, hasil terjemahan cenderung ketat dan  kualitas hasil terjemahan cenderung menurun. Jadi, mereka mungkin  tidak terlalu tertarik dengan hasil terjemahan bahasa Arabnya yang terpenting, niat dan teks mereka dikomunikasikan dengan mengomunikasikan hukum.

Demikian berbagai uraian mengenai kualitas penerjemahan teks (Arab-Indonesia) yang ada di republika Online. Penulis pribadi mohon maaf jika ada kesalahan atau perkataan yang menyakiti pihak lainnya. Krtik dan saran sangat berguna bagi penulis. Wallahu alam bis shawwaab

REFERENSI

Al-asbahi, Malik bin Annas. al-Mudawanah al-Kubra. Juz 1. ( Mesir : As-Sa’adah). h. 6.

Arifin, Zainal. Keterbacaan Terjemah dan Serapan Istilah-Istilah Teknologi Informasi Dalam Teks Panduan Komputer Hp: Petunjuk konfigurasi. ProsidingSaga. H. 211.

Di akses pada tanggal 22 Desember 2021. https://quran.kemenag.go.id/sura/2/222            

Di akses pada tanggal 22 Desember 2021. https://kbbi.web.id/suci

Hartono, Rudi. 2017. Pengantar Ilmu Menerjemah. Semarang: Cipta Prima Nusantara.

Hijriyah, Umi. Metode dan Penilaian Terjemahan. h. 8

Nst, Hanapi. 2019. Metodologi Terjemahan Al-Qur’an Dalam Al-Qur’an Dan Terjemahannya Bahasa Batak Angkola. Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin. vol. 7 No. 1. h. 14.

Nurbayan, Y. (2014). Pengaruh Struktur Bahasa Arab terhadap Bahasa Indonesia dalam Terjemahan Al-Qurʼan. Arabiyat: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab Dan Kebahasaaraban1(1), 21-28.

Setiadi, Syamsi. 2017. Penerjemahan ArabIndonesia. Jakarta: Maninjau Press.

Sudana, Suyasa, Marsakawati. 2014. Analisis Penerjemahan Istilah Budaya Pada Novel Negeri 5 Menara Ke Dalam Bahasa Inggris: Kajian Deskriptif Berorientasi Teori Newmark. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora. Vol. 3 No. 2. h. 438.

Sukamta, S. (2017). Hubungan Antara Lafal, Konteks, dan Makna Dalam Al-Quran. Adabiyyāt: Jurnal Bahasa dan Sastra1(2), 248-268.

Syihabuddin. 2016. Penerjemahan Arab-Indonesia: Teori dan Praktik. Bandung.


[1] Zainal Arifin, “Keterbacaan Terjemah dan Serapan Istilah-Istilah Teknologi Informasi Dalam Teks Panduan Komputer Hp: Petunjuk konfigurasi”, Prosiding Saga. H. 211.

[2] Di akses pada tanggal 22 Desember 2021, https://quran.kemenag.go.id/sura/2/222.

[3] Syihabuddin, “Penerjemahan Arab-Indonesia: Teori dan Praktik”,  ( Bandung, 2016), h. 82.

[4] Rudi Hartono, “ Pengantar Ilmu Menerjemah”, ( Semarang: Cipta Prima Nusantara, 2017). H. 17.

[5] Hanapi nst, “Metodologi Terjemahan Al-Qur’an Dalam Al-Qur’an Dan Terjemahannya Bahasa Batak Angkola”, Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, vol. 7 No. 1, (Juli 2019), h. 14.

[6] Di akses pada tanggal 22 Desember 2021, https://kbbi.web.id/suci

[7] Sudana, Suyasa, Marsakawati, “ Analisis Penerjemahan Istilah Budaya Pada Novel Negeri 5 Menara Ke Dalam Bahasa Inggris: Kajian Deskriptif Berorientasi Teori Newmark”, Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 3 No. 2, ( Oktober 2014 ), h. 438.

[8] Malik bin Annas Al-asbahi, “ al-Mudawanah al-Kubra”, Juz 1, ( Mesir : As-Sa’adah), h. 6

[9] Umi Hijriyah, “Metode dan Penilaian Terjemahan”, h. 8

[10] Syamsi Setiadi, “Penerjemahan Arab-Indonesia”, ( Jakarta: Maninjau Press, 2017), h.15.

Sanja Dimyati
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI