Pada tanggal 10 Agustus 2020 lalu, KKN Emocare Institut Pesantren Matholiul Falah Pati mengadakan faceminar nasional bertajuk Toleransi Beragama. Dengan dipandu oleh Nihayatus Sa’adah sebagai pembawa acara. Acara ini berlangsung dari pukul 11 sampai 1 siang WIB. Kegiatan ini juga disiarkan langsung melalui kanal YouTube dan Facebook KKN Emocare IPMAFA, @kknemocareipmafa.
Terdapat 5 narasumber yang didatangkan sebagai pengisi acara tersebut, setiap narasumber memiliki latar belakang agama yang berbeda – beda. Adapun narasumber faceminar ini adalah Elisabeth Agita Sari (Kristen), Adrian Ade Surya (Budha), Dr. I Komang Januanuraga Caesar Adi Pradipta (Hindu), M. Roghib Shofiyal Hadi (Islam), serta Meilan Rahayu Putri (Konghucu).
Toleransi berasal dari kata ‘tolerate’ yang berarti sabar atau menahan diri. Secara harfiyah, toleransi berarti sikap saling menghormati dan menghargai antar kelompok atau antar individu di lingkungan bermasyarakat. Salah satu bentuk toleransi adalah toleransi beragama, toleransi beragama merupakan sikap dimana manusia saling menghormati dan menghargai antar penganut agama. Seperti yang telah disampaikan oleh kak Meilan di acara seminar ini, toleransi beragama sangatlah diperlukan. Kita hidup dalam kehidupan yang penuh dengan keberagaman. Sehinggga, kita tidak boleh membeda-bedakan antar kelompok karena hal tersebut bisa menimbulkan pertikaian.
Toleransi Beragama
Dr. I Komang juga memberikan pendapat serupa mengenai toleransi beragam. Menurutnya, toleransi beragama itu sangat perlu karena dalam homogenitas perbedaan akan tertutupi. Pendapat tentang pentingnya toleransi beragaman ini kembali dikuatkan oleh pendapat kak Adrian, kak Elisa, dan kak Roghib. Menurut kak Adrian, toleransi beragama itu diperlukan. Kita sebagai manusia harus bisa menghargai perbedaan yang ada dan memandang dari berbagai perspektif. Jika tidak, maka akan banyak terjadi pertikaian antar masyarakat.
Dalam seminar ini, kak Elisa menyebutkan bahwa toleransi dalam beragama sangat penting. Mengingat kita sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri dan akan terus berdampingan dengan orang lain. Kak Roghib juga menyebutkan bahwa toleransi beragama itu sangat perlu dan harus, atas prinsip mamanusiakan manusia. Maksudnya adalah saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Pada intinya, pesan yang bisa dipetik dari seminar ini adalah kita harus bisa saling menghormati dan saling menghargai. Dalam masyarakat kita hidup berdampingan, jika kita tidak dapat bersikap yang baik maka pertikaian dapat timbul.
Dalam seminar ini, penjelasan melalui dua perspektif toleransi diberikan oleh para narasumber. Perspektif yang pertama adalah dari perspektif minoritas. Sebagai minoritas, kita patut berbahagia karena menjadi bagiannya merupakan suatu keuntungan. Kita dituntut untuk menjadi lebih dewasa dan dapat meningkatkan kesadaran pada diri sendiri. Kita harus mau bersosialisasi karena dengan bersosialisasi kita dapat mengenal orang-orang yang berada di sekitar kita. Dengan bersosialisasi juga, kita dapat menunjukkan bahwa kita sebagai kaum minoritas dapat berbaur dengan masyarakat.
Perspektif Lain
Di perspektif lain, kaum mayoritas memiliki tantangan tersendiri. Ketika timbul adanya kata toleransi dan fanatisme, 2 kata ini harus bisa berjalan seimbang. Maka tidak boleh berlebihan karena ada pembagian dalam suatu peribadatan. Pada dasarnya, sikap fanatisme dan toleransi itu baik, tetapi harus ada batasannya. Untuk bersikap toleransi, diperlukan latihan dan tidak spontan. Toleransi harus dimulai sedikit demi sedikit.
Di akhir acara, tiap narasumber memberikan pesan khusus kepada para pendengar. Kak Elisa menyampaikan, “Walau dari latar belakang yang berbeda-beda, tetapi harus tetap menjunjung tinggi bhinneka Tunggal Ika.“
Kak Adrian juga berpesan, “Meskipun ada perbedaan, kita harus memahami dari berbagai perspektif agar kebersamaan dapat terus terjalin“. Sementara itu, kak Meilan memberikan sepenggal kalimat unik, “di 4 penjuru lautan, kita semua bersaudara”. Lain hal nya dengan Dr.I Komang, beliau menyampaikan bahwa “dalam keadaan apapun, kedepankan diskusi, bukan debat, agar kehidupan jadi damai”. Yang terakhir, kak Roghib berpesan “bagimu agamamu, bagiku kaulah sahabatku”.
Laporan: Fatin Lathifatuz Zahroh –Tim KKN Emocare IPMAFA
Editor: Dara Ginanti
Baca juga:
Manfaat Toleransi
Ciptakan Kedamaian dengan Budaya Toleransi
Mengakui Kelompok Minoritas sebagai Kesatuan Indonesia