Analisis Yuridis Pengibaran Bendera Israel oleh Ormas Manguni di Bitung

Ormas Manguni
Pengibaran Bendera Israel

A. Latar Belakang

Konflik yang terjadi di Gaza-Palestina antara Israel dan Palestina mendapatkan perhatian dunia terutama di bidang kemanusiaan. Bagaimana tidak, penjajahan yang dilakukan oleh Israel terhadap wilayah Palestina tidak menerapkan prinsip-prinsip hukum humaniter internasional dan hak asasi manusia. Banyak masyarakat sipil yang tewas akibat serangan sembarang yang dilakukan oleh militer Israel, khususnya di daerah West Bank dan Gaza. Hingga 26 November 2023, terhitung ada 14.854 korban tewas di Gaza yang mencakup 6.150 anak dan 4.000 wanita. Lalu untuk warga yang terluka terdapat sekitar 36.000 orang dengan 75% diantaranya adalah anak-anak dan perempuan. Sedangkan di West Bank terhitung terdapat 231 orang tewas termasuk 53 anak dan 2.750 orang luka-luka.[1]

Berbagai aksi protes terhadap Israel dilakukan oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Aksi Bela Damai Palestina di Indonesia pertama kali diselenggarakan di Jakarta pada 5 November 2023. Tujuan dari aksi tersebut adalah untuk menyampaikan bahwa posisi Indonesia adalah mendukung Palestina dan mengecam tindakan yang dilakukan oleh Israel.[2] Selain itu, aksi tersebut juga disertai adanya kegiatan galang dana untuk membantu masyarakat Palestina. Aksi damai juga dilakukan di daerah lainnya seperti Depok, Bali, dan daerah lainnya.

Namun, aksi damai bela Palestina tidak lagi damai ketika diadakan di kota Bitung, Sulawesi Utara. Pada 25 November 2023 aksi masa yang dilakukan oleh Masyarakat Pro-Palestina dihadang oleh Ormas Adat Manguni Maksiouw yang pada saat itu juga sedang melakukan acara di suatu tempat. Karena satu dan lain hal, terjadilah bentrokan antara massa dan juga anggota ormas Manguni. Dalam beberapa media berita disebutkan bahwa terdapat anggota Manguni yang melakukan pelemparan batu dan membawa senjata tajam. Dalam bentrokan tersebut juga terekam terdapat beberapa anggota Ormas tersebut yang membawa dan mengibarkan bendera Israel. Padahal, di dalam Peraturan Menteri Luar Negeri (Permenlu) Nomor 3 Tahun 2019 dalam BAB X sub bab B menjelaskan bagaimana hubungan antara RI dengan Israel. Pada ayat 151 huruf b dijelaskan bahwa Pengibaran/Penggunaan bendera Israel tidak diizinkan di wilayah Republik Indonesia.[3]

Bacaan Lainnya

Namun, yang menarik adalah bahwa Permenlu tersebut hanya ditujukan terhadap Pemerintah Daerah, bukan kepada individu/kelompok masyarakat. Sehingga dalam hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana seharusnya hukum dapat bertindak terhadap peristiwa semacam itu. Terlebih lagi, hal ini berkaitan dengan kedaulatan yang dimiliki oleh Republik Indonesia. Dalam hal ini maka perlu dilakukan analisis apakah terdapat tanggung jawab yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Utara mengingat bahwa berdasarkan Permenlu tersebut, Pemerintah Daerah yang seharusnya bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dituliskan sebelumnya, maka terdapat dua rumusan masalah yang dibahas pada tulisan ini yakni sebagai berikut:

  1. Bagaimana pengaturan hukum mengenai larangan pengibaran bendera Israel di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia?
  2. Apa upaya hukum yang dapat dilakukan apabila terdapat individu atau kelompok yang mengibarkan bendera Israel di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia?

C. Pembahasan

1. Pengaturan Hukum Larangan Pengibaran Bendera Israel di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Sejak berdirinya Negara Israel pada tahun 1948, konflik Israel-Palestina mencakup dua isu utama, yaitu hak rakyat Palestina untuk mendirikan negara di tanah airnya dan hak bangsa Yahudi untuk memiliki negara mereka sendiri. Konflik ini semakin memanas, terutama setelah serangan Israel di Jalur Gaza yang memakan banyak korban jiwa, mengundang kecaman internasional karena pelanggaran hukum humaniter internasional.[4]

Dalam konteks politik, Indonesia telah secara konsisten mendukung kemerdekaan Palestina, diwujudkan melalui pendirian Kedutaan Besar Indonesia di Amman, Yordania (yang juga mewakili Palestina) dan Kedutaan Besar Palestina di Jakarta. Melalui lembaga internasional seperti PBB dan OKI, Indonesia aktif dalam diplomasi global untuk mendorong solusi dua negara dalam konflik, yang diharapkan memungkinkan Israel dan Palestina hidup berdampingan dengan menghormati hak asasi manusia.[5]

Indonesia juga berkontribusi dalam upaya perdamaian di Timur Tengah melalui partisipasinya dalam misi perdamaian PBB, termasuk UNIFIL di Lebanon, yang bertujuan memelihara perdamaian di wilayah tersebut. Meskipun tidak langsung terkait dengan konflik Israel-Palestina, partisipasi ini dianggap sebagai kontribusi positif terhadap stabilitas regional.

Dukungan Indonesia terhadap Palestina juga termanifestasi dalam bantuan kemanusiaan, seperti bantuan medis, pangan, dan keuangan untuk proyek infrastruktur vital di Palestina. Solidaritas ini sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, mencerminkan ikatan historis-relijius dan dukungan terhadap sesama negara Muslim, terutama Palestina, yang memiliki tempat bersejarah yang penting bagi umat Muslim.

Bung Karno, sebagai tokoh yang konsisten menentang kolonialisme dan imperialisme, secara terus-menerus mengecam pencaplokan wilayah oleh Israel terhadap Palestina. Sikap tegasnya terhadap Israel, yang tidak diakui sejak proklamasi pada tahun 1948, mencerminkan kepedulian terhadap nasib rakyat Palestina yang terpaksa mengungsi akibat pendudukan Israel. Sikap keras ini sesuai dengan pandangan Bung Karno yang telah dinyatakan dalam pledoinya di pengadilan Hindia-Belanda, di mana ia menyerukan perlawanan terhadap penindasan.[6]

Melihat hal tersebut tentu dapat disimpulkan bahwa Indonesia tidak memiliki hubungan secara diplomatik ataupun politik dengan Israel. Hubungan tersebut pun termuat secara jelas dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam mengurai hubungan renggang antara Indonesia dan Israel, adalah penting untuk merinci ketentuan hukum yang mendasarinya. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri menjadi titik awal analisis, menyatakan bahwa hubungan luar negeri Indonesia harus berlandaskan pada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis Besar Haluan Negara.[7] Dalam konteks ini, relevansi Alinea 1 Pembukaan UUD 1945 memperkuat argumen, menegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan menolak penjajahan karena bertentangan dengan prinsip kemanusiaan dan keadilan.[8]

Dengan fokus pada konflik Israel-Palestina, pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Israel terhadap masyarakat Palestina menjadi poin kritis. Alinea 1 Pembukaan UUD 1945 menuntut penolakan terhadap penjajahan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, membuka celah untuk mengkritisi tindakan Israel yang dianggap melanggar prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, hubungan renggang antara Indonesia dan Israel tidak hanya terbatas pada ranah politik, tetapi juga memunculkan pertanyaan etis dan hukum sehubungan dengan pelanggaran hak asasi manusia.

Analisis lebih lanjut mengarah pada pertimbangan dampak pelanggaran tersebut dalam konteks hukum internasional. Adopsi Indonesia terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan dapat dilihat sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan hukumnya di panggung internasional. Keselarasan Indonesia dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, sebagaimana tercermin dalam Undang-Undang Dasar 1945, menggambarkan konsistensi negara dalam memegang teguh prinsip-prinsip hukum internasional.

Lalu di dalam Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 2019 tentang Panduan Umum Hubungan Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah menjelaskan pula mengenai kewajiban-kewajiban bagi Pemerintah Daerah apabila ingin melakukan kerjasama luar negeri dengan negara lain. Menariknya, pembahasan mengenai Israel diatur secara khusus dalam BAB X tentang Hal Khusus. Namun sebelumnya di dalam Pasal 149 dijelaskan bahwa apabila suatu Pemerintah Daerah ingin melakukan kerjasama luar negeri dengan negara yang sedang bersengketa atau belum mendapatkan pengakuan dari Indonesia maka harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pemerintah Pusat.[9] Indonesia sendiri pada dasarnya tidak mengakui kedaulatan dari Negara Israel di tanah Palestina karena pendirian negara tersebut tidak sesuai dengan prinsip yang tertuang di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam Pasal 150 hingga 151 menjelaskan mengenai hubungan antara Republik Indonesia dengan Israel. Pasal 150 menjelaskan secara tegas bahwa hingga saat ini tidak terdapat hubungan diplomatik dengan Israel dengan alasan bahwa Indonesia menentang penjajahan yang dilakukan oleh Israel terhadap Bangsa Palestina.[10] Lalu dalam Pasal 151 menjelaskan mengenai serangkaian prosedur yang harus diperhatikan khususnya oleh Pemerintah Daerah yaitu (1) tidak terdapat hubungan resmi antara RI dengan Israel dalam tingkatan apapun termasuk dalam surat menyurat dengan kop resmi, (2) tidak diterimanya delegasi Israel secara resmi dan di tempat resmi, (3) tidak diizinkannya pengibaran serta penggunaan bendera, lambang, serta atribut lain dan juga menyanyikan lagu kebangsaan Israel di Wilayah Indonesia, (4) Tidak terdapat implikasi pengakuan politis apabila Israel hadir ke Indonesia, (5) kunjungan warga Israel ke Indonesia haya dapat dilakukan dengan paspor biasa, (6) serta visa tersebut hanya diberikan kepada warga Israel oleh Kementerian Hukum dan HAM dalam bentuk afidavit melalui Kedubes RI di Singapura atau Bangkok.[11]

Namun yang menjadi pertanyaan apakah ketentuan tersebut relevan dengan kasus pengibaran bendera Israel oleh Ormas Manguni di Bitung mengingat bahwa pengibaran tersebut dilakukan oleh individu dan kelompok, bukan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana yang dituangkan dalam Permenlu Nomor 3 Tahun 2019. Maka dari itu, penulis dalam hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing. Pada Pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa WNI boleh menggunakan bendera kebangsaan asing dengan syarat dilakukan sebagaimana yang termuat di dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b yaitu pada waktu kepala negara, wakil kepala negara, atau perdana menteri negaranya berkujung di Indonesia atau tempat-tempat yang akan didatangi.[12] Lalu pada ayat (3) disebutkan bahwa pada kesempatan lain dapatpula bendera tersebut digunakan namun harus mendapatkan izin dari Kepala Daerah.[13] Sehingga, dengan merujuk pada ayat (3) tersebut bahwa terdapat tanggung jawab yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah terkait pemberian izin tersebut.

Lebih jelasnya dalam Pasal 6 dijelaskan secara tegas bahwa Kepala Daerah dapat melarang penggunaan bendera kebangsaan asing apabila penggunaan bendera tersebut dianggap dapat menyebabkan terganggunya ketertiban dan keamanan umum.[14] Lalu dalam bagian Penjelasan Pasal 6, Kepala Daerah memiliki tanggung jawab atas pelarangan pengibaran bendera kebangsaan asing tersebut. Sehingga, dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pengibaran bendera Israel oleh Ormas Manguni di Sulawesi Selatan merupakan kelalaian tanggung jawab yang dimiliki oleh Pemda Sulawesi Utara.

2. Upaya Hukum Terhadap Pengibaran Bendera Israel di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pengaturan mengenai pelanggaran pengguanan bendera negara asing diatur pada Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing. Apabila terdapat individu atau kelompok yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 1, 3, 5, dan 6 maka akan dihukum kurungan selama 3 (tiga) bulan atau denda maksimal Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah). Dalam hal ini maka individu yang membawa dan mengibarkan bendera Israel saat bentrok dengan massa pembela Palestina, maka akan dikenakan pasal tersebut karena dianggap telah melanggar ketertiban dan keamanan umum.[15]

Namun, ketentuan hukum saja tidak selalu cukup untuk mengatasi permasalahan ini. Diperlukan upaya lebih lanjut dalam menangani pelanggaran penggunaan bendera negara asing, terutama dalam konteks situasi yang melibatkan ketegangan politik atau konflik internasional. Upaya tersebut melibatkan berbagai aspek, mulai dari pendidikan masyarakat, diplomasi, hingga penguatan mekanisme penegakan hukum.

Pertama-tama, pendidikan masyarakat menjadi hal yang krusial dalam menangani permasalahan ini. Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya menghormati simbol-simbol kebangsaan, termasuk penggunaan bendera, dapat membantu mencegah terjadinya pelanggaran. Pemerintah dapat melakukan kampanye penyuluhan dan edukasi tentang norma-norma yang berkaitan dengan penggunaan bendera negara asing, sehingga masyarakat lebih sadar akan konsekuensi hukum dan dampak negatif yang mungkin timbul akibat pelanggaran tersebut.

Dalam konteks hubungan internasional, diplomasi juga memegang peran penting. Pemerintah Indonesia dapat mengadakan dialog dengan negara-negara terkait untuk memperkuat kerja sama dalam menangani isu-isu terkait penggunaan bendera negara asing. Diplomasi dapat mencakup pertukaran informasi, penyusunan perjanjian bilateral atau multilateral, dan upaya bersama untuk mempromosikan penghormatan terhadap norma-norma internasional terkait penggunaan simbol-simbol kebangsaan.

Selain itu, perlu diperkuat juga mekanisme penegakan hukum di tingkat nasional. Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum, termasuk kepolisian dan aparat keamanan lainnya, menjadi hal yang penting. Mereka perlu dilengkapi dengan pengetahuan yang memadai tentang peraturan yang mengatur penggunaan bendera negara asing dan memiliki keterampilan dalam penanganan situasi yang melibatkan pelanggaran tersebut.

Tidak hanya itu, perlu juga adanya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum. Masyarakat perlu merasa yakin bahwa penegakan hukum dilakukan secara adil dan tidak diskriminatif. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa setiap kasus pelanggaran penggunaan bendera negara asing ditangani dengan transparan dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.

Selain upaya-upaya tersebut, penting juga untuk menggali akar penyebab dari perilaku pelanggaran penggunaan bendera negara asing. Pemerintah perlu melakukan analisis mendalam terkait faktor-faktor yang mendorong individu atau kelompok untuk melanggar aturan tersebut. Dengan memahami akar penyebabnya, pemerintah dapat merancang kebijakan atau program intervensi yang lebih efektif untuk mencegah terjadinya pelanggaran di masa depan.

Dalam hal ini, melibatkan berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, lembaga pendidikan, dan tokoh-tokoh agama, dapat menjadi strategi yang efektif. Kolaborasi antara pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan dapat menciptakan pendekatan yang holistik dalam menangani permasalahan penggunaan bendera negara asing.

Sebagai langkah preventif, pemerintah juga dapat merancang kebijakan yang memperkuat pengawasan terhadap impor dan produksi bendera negara asing di Indonesia. Dengan mengatur ketat masuknya bendera-bendera tersebut ke wilayah Indonesia, pemerintah dapat mengurangi potensi pelanggaran yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang mungkin menggunakan bendera tersebut untuk tujuan tertentu.

Dalam mengatasi permasalahan ini, peran media massa juga tidak boleh diabaikan. Media dapat berperan sebagai agen pembentukan opini dan pendidikan masyarakat. Pemerintah dapat bekerja sama dengan media massa untuk menyampaikan informasi yang benar dan objektif terkait aturan-aturan yang mengatur penggunaan bendera negara asing. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih sadar dan terinformasi tentang konsekuensi pelanggaran tersebut.

D. Penutup

Dalam menanggapi pelanggaran pengibaran bendera Israel di Indonesia, terdapat regulasi yang tegas, terutama Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958 yang memberikan sanksi kurungan atau denda. Namun, penanganan permasalahan ini memerlukan pendekatan komprehensif. Upaya hukum perlu didukung oleh edukasi masyarakat, diplomasi internasional, dan penguatan mekanisme penegakan hukum. Pendidikan masyarakat dapat mencegah pelanggaran melalui kampanye penyuluhan. Diplomasi internasional mendukung kerja sama dan penghormatan terhadap norma-norma internasional. Mekanisme penegakan hukum di tingkat nasional perlu diperkuat dengan transparansi dan akuntabilitas.

Penulis: Freliska Haura Adita
Mahasiswa Jurusan Hukum Universitas Diponegoro

Editor: Rahmat Al Kafi

Daftar Pustaka

The Fathanah Arbar, “7 Update Pasca Gencatan Senjata, 6.800 Orang Hilang di Gaza” https://www.cnbcindonesia.com/news/20231125211339-4-492065/7-update-pasca-gencatan-senjata-6800-orang-hilang-di-gaza#:~:text=Jumlah%20Korban%20Jiwa,-Kementerian%20Kesehatan%20Palestina&text=Setidaknya%20ada%2014.854%20korban%20tewas,warga%20dilaporkan%20hilang%20di%20Gaza. Diakses pada 26 November 2023

Muhammad Marjan Madyansyah, “Ikut Aksi di Monas, Menag: Posisi Indonesia Jelas, Bersama Palestina”, https://kemenag.go.id/nasional/ikut-aksi-di-monas-menag-posisi-indonesia-jelas-bersama-palestina-6fwl2 diakses pada 26 November 2023

Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 3 Tahun 2019 tentang Panduan Umum Hubungan Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah

Adian Husaini, Pragmatisme Dalam Politik Zionisme Israel, Jakarta: Kairul Bayaan, 2004

Riza Sihbudi, Profil-Profil Negara Timur Tengah, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995 Wibowo, Operasi Intelijen dan Spionase Yahudi Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Solomon, 2009

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing

 

[1] The Fathanah Arbar, “7 Update Pasca Gencatan Senjata, 6.800 Orang Hilang di Gaza” https://www.cnbcindonesia.com/news/20231125211339-4-492065/7-update-pasca-gencatan-senjata-6800-orang-hilang-di-gaza#:~:text=Jumlah%20Korban%20Jiwa,-Kementerian%20Kesehatan%20Palestina&text=Setidaknya%20ada%2014.854%20korban%20tewas,warga%20dilaporkan%20hilang%20di%20Gaza. Diakses pada 26 November 2023

[2] Muhammad Marjan Madyansyah, “Ikut Aksi di Monas, Menag: Posisi Indonesia Jelas, Bersama Palestina”, https://kemenag.go.id/nasional/ikut-aksi-di-monas-menag-posisi-indonesia-jelas-bersama-palestina-6fwl2 diakses pada 26 November 2023

[3] Pasal 151 huruf b Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 3 Tahun 2019 tentang Panduan Umum Hubungan Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah

[4] Adian Husaini, Pragmatisme Dalam Politik Zionisme Israel, Jakarta: Kairul Bayaan, 2004, hlm. 1

[5] Riza Sihbudi, Profil-Profil Negara Timur Tengah, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995, hlm. 20

[6] Wibowo, Operasi Intelijen dan Spionase Yahudi Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Solomon, 2009, hlm. 73

[7] Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri

[8] Alinea 1 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

[9] Pasal 149 Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 2019 tentang Panduan Umum Hubungan Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah

[10] Pasal 150 Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 2019 tentang Panduan Umum Hubungan Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah

[11] Pasal 151 Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 2019 tentang Panduan Umum Hubungan Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah

[12] Pasal 1 ayat (1) huruf b dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing

[13] Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing

[14] Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing

[15] Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI