Bercanda (Perundungan) Ditinjau dari Perspektif Moral

Bullying
Ilustrasi Perundungan (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Beberapa saat yang lalu, terdapat berita-berita yang membuat kita tersentak melihat bagaimana cara “bercanda” anak-anak zaman sekarang.

Terdapat berita mengenai seorang anak yang diamputasi kaki karena disleding oleh teman-temannya. Akan tetapi, pihak sekolah hanya menganggap hal tersebut sebagai bagian dari “candaan” siswa.

Bagaimana itu bisa disebut bercanda ketika hal tersebut menyakitkan bagi yang lainnya? Apakah hal tersebut merupakan hal yang menyenangkan bagi yang melakukan? Mengapa melakukan hal seperti itu?

Bacaan Lainnya
DONASI

Apakah pengetahuan moral mereka dalam memandang suatu tindakan, atau apakah masalah ini lebih dalam dari sekadar kurangnya pemahaman mengenai moral? Mari kita telaah lebih lanjut topik ini dari sudut pandang filosofis.

Sebelum kita mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan moral mengenai “bercanda”, mari kita terlebih dahulu memahami sifat dari pengetahuan moral itu sendiri.

Pengetahuan moral berkaitan dengan konsep kebenaran moral, yang seringkali dianggap subjektif. Bagaimana kita bisa mengatakan bahwa sesuatu benar atau salah dalam konteks moral, sedangkan pandangan moral dapat berbeda dari satu individu ke individu lainnya?

Penting untuk memahami bahwa kebenaran moral mengenai “bercanda”, meskipun bisa terasa subjektif, bukanlah sepenuhnya relatif.

Terkadang perbedaan budaya, agama, dan latar belakang sosial dapat mempengaruhi pandangan moral seseorang.

Hal ini menciptakan kerumitan dalam menentukan kebenaran moral yang bersifat universal. Contohnya, beberapa budaya mungkin menekankan pentingnya ketaatan terhadap otoritas, sementara yang lain mungkin lebih menekankan kebebasan pribadi.

Perbedaan ini sering kali menjadi pemicu ketidaksepakatan dalam penilaian moral. Terlebih lagi, anak-anak zaman sekarang tumbuh di era digital dengan akses mudah ke informasi dan pengaruh dari berbagai sumber. Hal-hal tersebut mempengaruhi pemahaman moral.

Sumber-sumber tersebut terkadang ditelan mentah-mentah tanpa memandang apakah itu “bermoral” atau tidak. Hal tersebut menyebabkan mereka tampak kurang peduli tentang batasan moral, bahkan dalam hal perilaku “bercanda” di sekolah.

Akan tetapi, terdapat argumen bahwa ada elemen objektivitas dalam penilaian moral. Misalnya, tindakan yang menyebabkan penderitaan kepada individu lain sering dianggap salah, dan ini tidak hanya berdasarkan penilaian individu, melainkan karena manusia pada umumnya merasakan penderitaan dan menghindarinya.

Ini adalah dasar moral yang universal, yang berkaitan rasa sakit. Jadi, ketika kita bercanda dan candaan kita menyebabkan orang lain terluka secara fisik maupun secara mental, maka itu sudah bukan candaan lagi tetapi merupakan “perundungan”.

Ketika kita melihat tindakan “bercanda” di sekolah yang menjurus ke arah penjurian atau perilaku negatif lainnya, maka kita seharusnya tidak hanya menyalahkan pengetahuan moral mereka, tetapi kita perlu membantu mereka dalam memahami konsekuensi dan dampak etis dari tindakan mereka.

Dampak dari “bercanda” baik yang secara lain maupun di platform-platform digital itu perlu dilihat kembali.

Terkadang anak-anak melihat suatu informasi secara menta-mentah tanpa melakukan analisis lebih dalam lalu melakukan “candaan” yang mengarah ke arah “perundungan”.

Dalam kasus ini, pemahaman moral sangat diperlukan, karena tanpa pengetahuan moral yang memadai, mereka dapat dengan mudah terjebak dalam tindakan yang merugikan.

Pengetahuan moral yang perlu mereka kuasai harus mencakup pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar seperti rasa hormat terhadap hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan pentingnya keragaman.

Mereka perlu belajar bagaimana berinteraksi secara etis dalam dunia yang semakin terhubung, termasuk tanggung jawab dalam penggunaan media sosial, perlindungan data pribadi, dan pentingnya berbicara dengan sopan dimanapun mereka berada.

Mereka perlu menyadari bahwa tindakan mereka memiliki dampak global, dan mereka memiliki peran dalam membangun masa depan yang lebih baik.

Dengan pengetahuan moral yang komprehensif dan pendidikan moral yang efektif, mereka dapat menjadi agen perubahan positif dalam masyarakat.

Mereka tidak hanya memahami pengetahuan moral, tetapi harus dapat menerapkannya dalam tindakan sehari-hari mereka.

Dalam konteks “Bercanda”, maka “bercanda”  yang sehat seharusnya membuat semua pihak yang terlibat tertawa dan senang.

Akan tetapi, jika “candaan” hanya memuaskan satu pihak, sementara pihak lain jadi bulan-bulanan, hal itu bisa dikategorikan sebagai “perundungan”.

Penulis: Dian Permatasari
Mahasiswa Pendidkan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI