Dana desa adalah dana APBN diperuntukan bagi desa yang ditransfer melalui APBD Kabupaten atau kota dan di perioritaskan untuk pelaksanaan pembagunan dan pemberdayaan masyarakat desa . Tujuannya untuk meningkatkan pelayanan publik desa, mengetaskan kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa dan memperkuat masyarakata desa sebagai subyek pembangunan.
Dana desa selain berasal dari APBN juga bersumber dari pendapatan asli desa (PADes), berupa hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi gotong royong, lain-lain pendapatan asli desa, Dan bersumber dari alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan diambil dari kabupaten/kota minimal 10 % dari dana bagi hasil dan dana alokasi umum. Bantuan keuangan dari provinsi dan APBD kabupaten/kota, hibah dan sumbangan dari pihak ketiga dan lain-lain pendapatan desa.
Melalui Undang-Undang Desa No 6 tahun 2014, desa telah diperkuat kewenangannya dalam penyelenggaraan pemerintah pelaksana pembangunan, pembinaan masyarakat desa dan pemberdayaan masyarakat desa, jadi desa bukan lagi seperti obyek pembangunan, artinya desa diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul adat dan nilai sosial masyarakat desa.
UU desa secara rekognisi memberikan pengakuan pada desa untuk mengurus seluruh yang berkenaan dengan pemerintah desa, kepentingan masyarakat desa dan secara subsidaritas, desa dalam melakukan penetepan kewenangan berskala lokal, dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa. Hal ini sejalan dengan nawa cita presiden, membangun indoensia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah serta desa dalam kerangka kesatuan republik indonesia.
Kewenangan penuh dimiliki desa saat ini diharapkan mampu menjawab serta mengatasi persoalan-persoalan di desa dan desa dapat hidup mandiri dalam mengelola pemerintah desa.
Kemandirian Desa
UU desa tidak menjelaskan secara eksplisit konsep kemandirian desa. Menurut Hastowitino, secara etimologis kemandirian desa berbeda dengan “kesendirian”, berbeda pula dengan “kedirian”. Kesendirian berarti mengurus dirinya sendiri tanpa dukungan pemerintah, membiarkan desa bekerja sendiri dengan kekuatan lokal, sedangkan kemandirian dapat diartikan sebagai kapasitas (kemampuan) untuk melakukan upaya-upaya mencapai kehidupan yang lebih sejahtera dengan mengedepankan optimalisasi potensi dirinya tanpa menggantungan pada pihak lain.
Definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian desa adalah upaya optomalisasi desa dengan prakarsa mesyarakat desa untuk mencapai kesejahteraan.
Kemandirian desa bisa terwujud apabila 3 komponen dapat bekerja dengan baik, yaitu: kapasitas politik, kapasitas sosial, kapasitas proses dan birokrasi. Kapasitas sosial bila tidak berjalan dengan baik, dapat menghambat proses kemandirian desa, sebab dalam kapasitas sosial, warga desa di tuntut berkarya, kreasi dan berinovasi dengan tidak meninggalkan ciri khas dari desa itu sendiri yakni gotong royong. Kapasitas politik, Pemerintah desa harus kapabilitas yang cukup dalam mengelola desa serta memiliki visi misi yang jelas untuk membangun desa mandiri. Selanjutnya kapasitas proses dan birokrasi, yaitu melihat kultur birokrasi pemerintah desa sebelumnya, terlihat lamban korups, tidak transparan, dan bias kepentingan elit desa. Sehingga perlu di rubah untuk menciptakan iklim birokrasi yang cepat , transparan, dan lebih mementingkan kepentingan masyarakat desa.
Ketiga hal diatas adalah modal awal untuk menciptakan kemandiriam desa, komponen lain yang bisa dilakukan adalah membangun pola hubungan baik antar pemerintah desa dengan warga desa, melakukan penyesuain tata kelembagaan desa dan membangun kultur organisasi yang baru.
Kewenangan begitu luas diberikan UU desa dan dana desa cukup besar, bila dipadu padankan dengan syarat awal menuju mekandirian desa seprti diuraikan diatas, maka desa-desa yang ada bisa maju dan tidak lagi menggantungkan pembangunan desa dari dana desa.
kemudian Optimalisasi potensi desa dan di padu dengan tata kelola keuangan desa yang baik yang bersumber dari dana desa akan menciptkan pemerintahan desa maju dan berkualitas. Selama ini desa yang belum maju atau tergolong desa tertinggal, Memiliki kelemahan dalam mengoptimalkan potensi desa yang ada serta masih rendahnya tatakelola dana desa.
Dana desa merupakan stimulus bagi pemerintah desa untuk membangun desa baik dari sektor pembangunan dan pemeberdayaan, untuk itu pemerintah desa tidak boleh menggantungkan pembangunan dan pemberdayan desa dari dana desa, tapi bagiaman melalui dana desa bisa mengakumulasi kapital-kapital masuk dalam PADes lebih banyak lagi, agar desa bisa mandiri. Jika desa mengandalkan dana desa untuk pembangunan, Tidak akan cukup karena karena dalam perioritas penggunaan dana desa ada banyak komponen yang harus direalisasikan oleh desa, sehingga membutuhkan dana tambahan untuk menopang pembangunan desa.
Soeratman, S.H.
Editor: Ahmad Zuhri