Deteksi Cepat COVID-19 dengan Teknologi Nano

Deteksi Covid-19 Teknologi Nano

Adanya pandemi COVID-19 menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan dan kehidupan manusia diseluruh dunia. Bahkan pandemi juga memberikan dampak yang sangat besar pada berbagai bidang kehidupan terutama bidang sosial ekonomi yang menyebabkan krisis diseluruh dunia.

Adanya pandemi semakin didukung dengan belum ditemukan obat khusus COVID-19 serta vaksin masih dalam penelitian dan belum bisa digunakan. Hal ini menjadi tantangan terbesar yang dihadapi dunia dalam menangani pandemi COVID-19.

PCR sebagai Acuan Pendeteksi COVID-19

Saat ini, qRT-PCR (Quantitative Reverse Transkriptase polymerase chain reaction) atau swab test menjadi standar acuan untuk mendeteksi COVID-19. Meski menjadi standar acuan untuk tes COVID-19, PCR masih mempunyai kelemahan.

Ada beberapa kelemahan pada pengujian berbasis qRT-PCR, seperti persyaratan untuk laboratorium terpusat, staf teknis terlatih, instrumentasi canggih, dan reagen mahal yang mungkin tidak tersedia di tempat perawatan. Selain itu, waktu penyelesaian keseluruhan mungkin cukup lama.

Bacaan Lainnya

Meskipun tes deteksi sendiri mungkin saja membutuhkan 3–4 jam, akan tetapi pengumpulan, pengangkutan, dan analisis data dapat diperpanjang hingga lebih dari 24 jam. Hal ini memacu para peneliti untuk semakin ingin menguasai bagaimana teknologi diagnosis dan teknologi perawatan dalam penangan COVID-19.

Teknologi Nano Menggunakan Biosensor

Salah satu cara untuk menjawab tantangan tersebut ialah dengan pendekatan teknologi nano (nanoteknologi) menggunakan biosensor. Dalam beberapa dekade terakhir, penelitian dalam biosensor mengalami peningkatan yang signifikan dan sangat berkembang pesat. Tapi sebelum lanjut kita harus tau apa itu teknologi nano dan biosensor.

Teknologi nano merupakan teknologi yang melibatkan desain atau rekayasa, produksi  serta aplikasi  suatu bahan pada skala lrbih kecil (nano). Teknologi nano melibatkan proses manipulasi materi pada skala kecil.

Sedangkan biosensor adalah alat pendeteksi yang menggabungkan komponen biologis (mikroba, jaringan, sel, bakteri, protein enzim, antibody atau asam nukleat) dengan detektor  yang terdiri dari bioreseptor penginderaan, transduser dan detektor untuk menghasilkan sinyal yang terukur, yang dapat mendeteksi, mencatat, dan mengirimkan informasi secara cepat.

Ada beberapa metode biosensor yang telah dimanfaatkan untuk mendeteksi protein penanda kanker, virus, bakteri, asam nukleat, dan analit khusus lainnya. Biosensor dapat mendeteksi perubahan pada tingkat lebih kecil.

Dari beberapa penelitian juga telah dilaporkan deteksi patogen menggunakan biosensor. Mereka memberikan hasil yang lebih baik dalam waktu singkat dengan sensitivitas lebih besar dan selektivitas tinggi dan bahkan dengan biaya kecil dengan pemprosesan yang mudah dibandingkan dengan metode konvensional lainnya.

Skema Biosensor FET dalam Mendeteksi SARS-CoV-2

Diantara banyak metode diagnostik yang ada saat ini, Biosensor field-effect transistor (FET) berbasis nanomaterial graphane memiliki beberapa keunggulan yaitu sangat sensitive yang mampu mendeteksi dalam jumlah kecil  dan berpotensi untuk pengujian di tempat perawatan, dan deteksi di tempat.

Seo dan timnya telah mengembangkan perangkat  biosensor FET untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 (Gambar 1). Alat ini berbasis graphene yang difungsikan dengan antibodi spike SARS-CoV-2 (sensor COVID-19 FET) yang digunakan sebagai platform deteksi virus SARS-CoV-2.

Sensor dari alat dapat mengenali target protein antigen SARS-CoV-2 minimal 1fg/ml. yang paling penting dari alat ini adalah potensinya yang dapat diaplikasikan dengan mendeteksi SARS-CoV-2 dalam media transpotasi virus (VTM), kultur virus serta sampel klinis dari pasien. 

Gambar 1. Diagram skematik prosedur pengoperasian sensor COVID-19 FET. Graphene sebagai bahan penginderaan dipilih, dan antibodi spike SARS-CoV-2 dikonjugasikan ke lembar graphene melalui Ester N-hydroxysuccinimide asam 1-pyrenebutyric, yang merupakan molekul penghubung sebagai penghubung probe.

Sensor dari FET diproduksi dengan melapisi lembaran graphene ke FET dengan antibodi spesifik terhadap protein spike SARS-CoV-2. Kinerja sensor ditentukan dengan menggunakan protein antigen, kultur virus, dan spesimen swab nasofaring dari pasien COVID-19.

Graphene adalah nanomaterial yang digunakan sebagai elektroda pada biosensor FET. Graphene yang merupakan lembaran dua dimensi dari atom karbon yang tersusun secara heksagonal, yang semuanya terlihat di permukaan. Biosensor FET berbasis Graphene dapat mendeteksi perubahan di sekitar permukaan alat dan memberikan penginderaan yang optimal untuk deteksi yang lebih sensitif atau peka.

Tantangan yang Dihadapi

Selama pandemi COVID-19, pengembangan perangkat biosensor yang sangat sensitif dan cepat menjadi sangatlah penting. Meskipun teknologi biosensor sangat menjanjikan, namun memiliki banyak tantangan dalam penggunaannya.

Metode imobilisasi bahan nano dan elemen biologis yang bersangkutan sangat penting untuk meminimalkan risiko kesalahan kesalahan dalam deteksi virus. Masalah penting lainnya adalah masa uji, yang terkadang cukup besar.

Memang sejatinya diperlukan upaya keras untuk menyediakan perangkat portabel dan dapat digunakan kembali yang mampu membedakan virus dengan tingkat selektivitas dan sensitivitas tinggi.

Siskalil Fahma, S.Si
Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Bioteknologi Universitas Andalas

Editor: Sharfina Alya Dianti

Baca Juga:
Ide Kami Sebagai Generasi Muda untuk Mewujudkan “Decent Work and Economic Growth”
Optimalisasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Sebagai Upaya Kebangkitan Pendidikan Kaum Disabilitas
Pemasaran Go Digital Penopang saat Pandemi Covid-19

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses