Dunia sekolah adalah dunia anak-anak dengan sejuta kisahnya. Dalam kehidupanya, anak-anak terbagi menjadi dua karakter, yakni ekstrovert dan anak introvert.
Ekstrovert merupakan karakter anak yang cenderung lebih aktif terhadap sosial dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan dengan baik, juga terkesan ceria, dan semangat.
Sedangkan karakter introvert yakni, karakter anak yang lebih cenderung pendiam dan menutup diri dari lingkungannya, biasanya, anak introvert juga lebih suka menghabiskan waktunya sendiri, entah untuk membaca, menulis, mendengarkan musik, atau melakukan hobi yang disenanginya.
Hanya saja, dalam lingkungan sekolah dasar, metode pembelajaran yang sering diterapkan adalah metode sama rata. Bukan metode minat bakat yang mana lebih fokus pada minat bakat para siswa nya.
Sehingga, yang sering terjadi adalah anak ekstrovert lebih dominan dan terlihat aktif di dalam kelas, dan sebaliknya, anak introvert seolah menjadi penonton saja, meskipun ada pula beberapa anak introvert yang mampu menunjukkan eksistensinya dengan baik di depan kelas.
Bedasarkan penelitian, anak introvert kebanyakan lebih menyukai hal-hal diluar sains ataupun hal-hal yang bersifat teori. Rata-rata anak introvert memiliki dunianya sendiri, disamping mereka kerap menarik diri dari lingkungan.
Biasanya, anak-anak introvert lebih condong kepada hal-hal yang bersifat seni atau artistik, yang mana hal itu semua mampu menjadi wadah untuk berjuta imajinasinya, seperti menulis, menggambar, melukis, bermain alat musik, menyanyi, menari, olah kerajinan tangan ataupun yang lainya. Bagi anak-anak introvert, bergelut dengan imaji nya adalah hal yang amat membahagiakan.
Namun, kembali pada sekolah, kebanyakan para orang tua, menilai kesuksesan anaknya, atau ukuran kepintaran anaknya itu, ketika anak-anaknya mampu mencetak skor tertinggi dalam kelasnya, atau bahkan menjadi siswa nomor satu di sekolahnya, dan menganggap selain aspek itu mereka adalah siswa yang gagal.
Tak jarang banyak orang tua yang kerap memarahi anak-anaknya karena tak mampu mencetak skor seperti rata-rata teman sekelasnya, tentu saja itu membuat mental anak menjadi jatuh, bahkan sang anak tak mau untuk bersekolah kembali.
Padahal, alasan sang anak seperti itu karena memang minatnya dalam bidang kesenian atau pun yang lainya, yang mana, jika minatnya itu dikembangkan, dan diberi dukungan, mungkin ia akan menjadi anak yang lebih sukses tiada terkira.
Nilai bukanlah ukuran sukses atau tidaknya anak di masa depan, semua anak memiliki minat dan bidangnya masing-masing, biarlah kaki kecil iltu memilih ingin kemana ia melangkah, karena anak juga berhak menentukan jalan hidupnya.
Astria Nurdianti
Mahasiswa IAIN Pekalongan
Baca juga:
Stop, Bullying di Kalangan Anak
Cara Mudah Bergaul di Universitas bagi Mahasiswa Baru
Kebiasaan Anak yang Berdampak Negatif