Efektivitas Kebijakan Diplomasi Indonesia terhadap Konflik Israel-Palestina dalam Perspektif Realisme

opini
Ilustrasi: istockphoto

Gerakan Diplomasi Indonesia terhadap Konflik Palestina-Israel

Indonesia selalu terdepan dalam membela hak-hak kemanusiaan warga Palestina. Posisi Indonesia dalam konflik Israel-Palestina memiliki posisi yang strategis dalam menengahi konflik yang terus memanas antara Israel dan Palestina.

Sesuai dengan cita-cita Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yang aktif mewujudkan perdamaian dunia dan yang menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang akan selalu mendukung dan membantu menyokong kemerdekaan sebuah bangsa yang tertindas selama ini.

Berdasarkan sejarah hubungan erat Indonesia dan Palestina sudah terjalin semenjak sebelum kemerdekaan. Palestina dan Mesir merupakan dua negara pertama yang mengakui kemerdekaan negara Indonesia.

Bacaan Lainnya
DONASI

Dengan menganut politik luar negeri yang bebas aktif, Indonesia menempatkan diri sebagai bangsa yang menolak sebuah penjajahan dan penindasan atas rakyat Palestina. Berbagai upaya perjuangan hak-hak rakyat Palestina telah banyak dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui ranah internasional yaitu Persatuan Bangsa Bangsa (PBB).

Pada tanggal 9 dan 12 Januari 2009, Indonesia sebagai Dewan HAM mendorong diselenggarakannya Special Session Dewan HAM mendesak untuk melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran HAM oleh Israel semasa konflik senjata di Jalur Gaza yang terjadi pada awal tahun 2009 (Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2019).

Melalui co-sponsor Indonesia, pada tanggal 29 November 2012, Palestina secara sah diperhitungkan sebagai non-member observer state PBB (Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2019).

Pada Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 yang diadakan di Indonesia, KAA ini menyepakati dan menghasilkan deklarasi yang mendukung kemerdekaan Palestina (Declaration on Palestine).

Pada 14-15 Desember 2015, Indonesia menjadi tuan rumah International Conference on the Question of Jerusalem yang diselenggarakan bersama dengan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan United Nations Committee on the Inalienable Rights of the Palestinian People. 

Indonesia juga menjadi tuan rumah International Conference on the Question of Jerusalem sebagai kerja sama anatara OKI dan United Nations Committee on Inalienable Rights of the Palestinian People.

Pada 6-7 Maret 2016, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa OKI ke-5 yang membahas tentang isu Palestina dan Al-Quds Ash-Sharif, pertemuan ini adalah bentuk pengembangan penyelesaian konflik Israel-Palestina yang tak kian selesai (Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2019).

Presiden Indonesia Jokowi, dalam Konferensi Tingkat Tinggi Luarbiasa OKI di Istanbul Turki mengatakan bahwa dalam setiap nafas diplomasi Indonesia ada keberpihakan terhadap Palestina.

Indonesia juga memberikan bantuan lain berupa pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi 1.257 warga Palestina, pemberian pelatihan di bidang infrastruktur, teknologi, informasi, pariwisata, light manufacturing, dan pertanian senilai USD 1,5 juta, bantuan untuk pembangunan Indonesian Cardiac Center di rumah sakit As-Shifa di Gaza.

Bahkan Indonesia aktif memberikan kontribusi untuk UNRWA (United Nationson Relief and Works Agency for Paletine Refugees) dalam kurun waktu 2009-2014.

Efektifkah Kebijakan yang Diambil Indonesia?

Indonesia sudah mengambil banyak kebijakan dan langkah-langkah yang berupa diplomasi baik secara internasional, multinasional, maupun antar negara demi membantu mengatasi konflik Palestina dengan Israel.

Indonesia sangat aktif dalam kegiatan internasional dan aktif dalam organisasi-organisasi internasional yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan Palestina, dan selalu mengajak negara-negara lain agar tak menutup mata akan masalah yang menimpa Palestina juga selalu mengutarakan kekejaman negara Israel dan mengutuk perilaku Israel serta negara yang mendukungnya.

Bukan hanya itu, Indonesia juga secara langsung ikut memberikan bantuan pada rakyat Palestina baik di tepi barat maupun jalur Gaza.

Sayangnya, seperti yang kita tau saat ini konflik Palestina dan Israel tak kunjung usai. Israel yang didukung penuh oleh negara adidaya yakni Amerika Serikat seolah tak ingin menyerah karena kepentingan negaranya dan mengesampingkan sifat manusiawi.

Segala keputusan yang diambil oleh PBB terkait konflik Palestina dan Israel, Amerika Serikat mengajukan hak veto yang mereka punya. Pada situs Jewish Virtual Library, tercatat bahwa Amerika serikat menggunakan hak vetonya sebanyak 44 kali dari awal tanggal 10 September 1972 hingga 1 Juni 2018.

Bahkan sejak tahun 1976, Amerika Serikat memberikan seperenam bujet bantuan luar negerinya pada Israel yakni sebesar USD 3 miliar.

Dari deskripsi di atas dapat dilihat bahwa selama dukungan Amerika Serikat masih terus berjalan, langkah-langkah diplomasi akan sangat sulit ditempuh Indonesia. Dalam perspektif realisme dikenal adanya kepentingan nasional dan negara yang bersifat egois akan kepentingannya, bila kepentingan belum tercapai, maka konflik Israel dan Palestina tidak akan kunjung usai.

Amerika Serikat yang menjadi faktor besar atas konflik yang tidak kunjung usai merupakan negara adidaya yang mendominasi negara dunia tanpa adanya keseimbangan kekuasaan dan bisa dikatakan berperilaku semena-mena.

Dari pandangan realis bila Indonesia tidak memperoleh dukungan atau menjadi negara super power yang setara dengan Amerika Serikat maka akan sangat sulit untuk bisa menyelesaikan konflik Palestina dan Israel atau Amerika Serikat kehilangan kuasa dan dominasinya.

Kesimpulan

Pendekatan Indonesia secara diplomatis mungkin bisa menghambat konfrontasi militer maupun bentuk pelanggaran Israel terhadap warga Palestina.

Kebijakan diplomatis Indonesia juga bisa mempertahankan atau bahkan menambah negara pendukung kemerdekaan Palestina atau sekadar penyelesaian konflik sesuai dengan kesepakatan internasional tentang pembagian wilayah negara Israel dengan Palestina.

Tetapi pada kenyataannya, diplomasi yang dilakukan Indonesia tidak efektif untuk menangani konflik Palestina dengan Israel.

Namun seperti yang dijelaskan pada sub-bab ketiga dalam pembahasan, sesuai dengan pandangan realis, dengan kekuatan besar negara dapat mengejar kepentingan nasional mereka secara efektif. Namun, hal itu menghasilkan persaingan dan konflik antar negara, dan mungkin mengarah pada anarki internasional atau kekacauan dunia.

Inilah sebabnya mengapa negara harus mengejar keseimbangan kekuasaan untuk mencegah dominasi negara lain. Keseimbangan kekuatan hanya dapat dicapai melalui sistem dunia bipolar seperti era Perang Dingin.

Keberhasilan Indonesia bisa didapat bila Indonesia menjadi negara yang bisa mendominasi (mengimbangi menjadi negara berkuasa) atau bekerja sama dengan negara yang memiliki kekuasaan seimbang dengan Amerika Serikat.

Resolusi konflik bisa juga dicapai saat Amerika Serikat yang menjadi faktor utama bertahannya Israel kehilangan kekuasaan dan dominasinya.

Realis setuju bahwa kebijakan luar negeri hanya untuk melayani kepentingan nasional di ranah politik internasional. Realis melihat kebijakan luar negeri dan kepentingan nasional dalam kaitannya dengan perebutan kekuasaan dan kelangsungan hidup negara. Kepentingan nasional masing-masing negara juga menjadi faktor penting dalam penyelesaian konflik ini.

Israel bersama Amerika Serikat menginginkan kemerdekaan dan pengakuan penuh atas negara Israel, sedangkan Palestina dengan negara pendukungnya menginginkan ditegakkannya keadilan bagi Palestina, bukan hanya kedaulatan negaranya, tapi juga penuntutan pelanggaran HAM yang dirasakan rakyat Palestina.

Penulis: Farrel Anand Nabiel
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Kristen Indonesia

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI