Effect of Heat Transfer on 3D Printing Chocolate

Teknologi Pangan
Sumber: www. food.detik.com

Pada pencetakan tiga dimensi (3D), lapisan tipis material fluida dari nozzle yang dipanaskan kemudian diendapkan ke platform dan dilanjutkan dengan proses transisi reologi struktur 3D yang dilakukan selapis demi selapis. Suhu merupakan parameter utama dalam teknologi 3D untuk mendapatkan cetakan 3D yang baik dan stabil (Turner et al. 2014).

Cokelat merupakan bahan baku yang ideal untuk pencetakan 3D karena cokelat dapat diektruksi dari nozzle dan mengeras setelah diendapkan selapis demi selapis untuk mempertahankan bentuknya (Godoi et al. 2016; Hao et al. 2010; Mantihal et al. 2017).

Cocoa butter dapat mempengaruhi struktur mikro, tekstur, kristalisasi, dan sifat reologi cokelat tetapi juga memberikan kontribusi untuk rasa (Żyżelewicz et al. 2018).

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Teknologi Pembekuan Menggunakan Ultrasound

Cocoa butter dapat mengkristal dalam bentuk VI poliform yang berbeda bergantung pada komposisi dan proses produksinya. Suhu leleh (Tm) dari setiap bentuk kristal cokelat itu berbeda dan dapat mengubah tekstur dari cokelat.

Bentuk kristal I kurang stabil dan meleleh pada suhu 17°C, kristal dalam bentuk II, III, IV dapat meleleh dalam kisaran suhu antara 22°C dan 28°C, sedangkan bentuk kristal V dan VI yang paling stabil. Biasanya kristal dalam bentuk V (Tm=32°C-34°C) yang diinginkan untuk produksi produk kembang gula, karena dapat meleleh di dalam mulut.

Pengganti cocoa butter menggunakan emulsi air dalam minyak, yaitu tetesan kecil air dengan ukuran rata-rata di bawah ambang batas deteksi mulut kita (de Wijk dan Prinz 2005) memiliki keunggulan salah satunya yaitu memiliki kalori yang rendah dan tidak banyak mengubah karakteristik produk.

Kelayakan penggunaan emulsi water-in-cocoa butter untuk mengembangkan cokelat yang rendah kalori dengan kandungan rendah lemak 40% dan memiliki sifat yang mendekati setara lemak penuh (full fat) telah dibuktikan dalam penelitian sebelumnya (Prosapio dan Norton 2019).

Sifat reologi cokelat dapat dicapai dengan menambahkan bahan lain ke cokelat salah satunya yaitu ganache. Ganache merupakan campuran cokelat dan krim panas dan merupakan saus cokelat yang paling khas.

Baca Juga: Efek Proses Termal Pasteurisasi Sistem Batch dan Microwave terhadap Inaktivasi Mikroba pada Daging Giling dan Jus Buah

Cocoa butter memiliki rentang titik leleh yang sempit yaitu dengan kandungan solid fat 70%-80% pada suhu 20°C, cocoa butter akan meleleh sempurna pada suhu 37°C dan dapat berfungsi sebagai lemak polimorfik (Bricknell dan Hartel 1998; Lovegren et al. 1976; Naik dan Kumar 2014; Reddy dan Prabhakar 1994).

Ganache terdiri dari emulsi O/W (krim) dan suspensi lemak (cokelat), yang secara intrinsik tidak dapat bercampur. Pada campuran yang terbentuk diasumsikan bahwa krim dan cokelat masing-masing dalam fase air dan fase lemak (Sonwai dan Rousseau, 2010; Thanasukarn et al. 2004).

Pada proses pencampuran cokelat dan krim, gula dari krim dan cokelat larut dalam air (McGee 2007). Oleh karena itu, ganache dianggap sebagai emulsi karena memiliki struktur yang merupakan tetesan dari satu fase terdispersi halus dalam fase lain.         

1. Food 3D printing: Effect of heat transfer on print stability of chocolate

Gambar 1. Kurva Aliran Panas DSC: awalnya cokelat telah dipanaskan dari
20°C menjadi 45°C (garis kontinu biru), suhu kemudian diturunkan
 menjadi 0°C (garis putus-putus merah)
.

Pada penelitian ini Rando dan Ramaioli (2021), menggunakan bahan baku cokelat BC-811 (Barry Callebaut, UK) yang digunakan sebagai tinta cetak 3D. Cokelat ini merupakan cokelat hitam berbentuk callet yang mengandung 37,8% lemak dan 54,5% padatan kakao.

Cokelat callet dilelehkan dan ditempa dengan Mini Rev Tempering Machine (ChocoVision, UK). Setelah itu, temperatur dinaikkan dari 20°C menjadi 45°Cuntuk melelehkan semua kristal cocoa butter dan kemudian secara bertahap didinginkan hingga mencapai temperatur nozzle yang diinginkan.

Baca Juga: Sifat Rheologi Cokelat yang Menggunakan Pemanis Alami

Selama proses pemanasan, aliran panas menurun drastis ketika suhu dinaikkan di atas 29°C, menunjukkan transisi endotermik, yang menunjukkan peleburan kristal mentega kakao. Pada suhu 33,38°C, yang menunjukkan bahwa kristal mentega kakao yang terbentuk dalam bentuk V (Beckett 2009).

Sebaliknya selama tahap pendinginan, terbentuk transisi eksotermik antara 24°C dan 0°C dengan puncaknya pada suhu 14,35°C. Pada suhu 26°C, tekstur cokelat lebih kental karena pada suhu tersebut cocoa butter mulai membentuk kristal dan meningkatkan fraksi padat suspensi yang mempengaruhi viskositasnya.

Selain itu, standar deviasinya sedikit lebih tinggi dan menunjukkan variabilitas yang lebih tinggi hal ini dikarenakan adanya kristal cocoa butter. Pada suhu yang lebih rendah, cocoa butter mulai memadat selama uji reologi, sehingga mustahil untuk mengukur reologi bahan.

Gambar 2. Peta stabilitas cetak 3D pada berbagai kombinasi Suhu Lingkungan (Te) dan Kecepatan Pencetakan (Vp). Gambar menunjukkan struktur di akhir pencetakan atau sesaat sebelum runtuh; lapisan keruntuhan (lc) dilaporkan jika terjadi keruntuhan. Keruntuhan selalu diamati kapan. Vp = 16mm/ detik.

Pada penelitian ini Rando dan Ramaioli (2021), menyatakan bahwa pengaruh kondisi operasi yang berbeda pada perpindahan panas berdampak pada penyebab keruntuhan cetakan. Kecepatan pencetakan dan suhu build plate berpengaruh pada dinamika pendinginan cokelat dan pada stabilitas struktur.

Kemudian dilakukan beberapa pertimbangan berdasarkan kombinasi dari kedua parameter seperti yang terdapat pada Gambar 2, yaitu 3 “rezim” yang berbeda kemudian dilakukan identifikasi seperti struktur yang stabil (pada wilayah warna hijau), struktur runtuh (pada wilayah warna oranye), dan struktur dengan tetesan material yang diikuti dengan keruntuhan struktur (pada wilayah warna merah).

Sehingga, diperoleh hasil yang dinilai dapat mencetak struktur  yang stabil yaitu pada Te 18°C dan diikuti dengan kecepatan pencetakan yang lebih rendah dari 16 mm/s (dari 4 mm/s hingga 12 mm/s) dan pada Te 20°C dan diikuti dengan kecepatan pencetakan sebesar 4 mm/s.

Baca Juga: Metode Tepat dalam Mengelola Persediaan Bahan Baku pada Industri Makanan dan Minuman

Pada kecepatan pencetakan yang lebih tinggi dan suhu lingkungan yang lebih tinggi diperoleh mentega kakao tidak memiliki cukup waktu untuk mengkristal dan berdampak pada runtuhnya struktur.

2. Development of fat-reduced 3D printed chocolate by substituting cocoa butter with water-in-oil emulsions

Gambar 3. Termogram DSC cokelat dengan mentega kakao,
bubuk kakao, dan rasio gula icing yang berbeda
.

Berdasarkan penelitian You et al. (2023), menggunakan DSC (Differential Scanning Calorimetry) untuk mengevaluasi kinerja termal cokelat dengan mentega kakao, bubuk kakao, dan rasio gula icing yang berbeda.

Pada penelitian ini menggunakan bubuk kakao dan gula icing diperoleh dari Zhanyi Food CO., Ltd. (Shanghai, Cina). Gum Arab, PGPR, dan lesitin kedelai diperoleh dari Yousseo Chemical Technology Co. Ltd (Shandong, China). Cocoa butter (Cacao Barry, Prancis) dan sirup emas dibeli dari supermarket lokal. Cocoa butter (Cb) yang dipanaskan pada suhu 80°C selama 30 menit hingga mencair.

Setelah itu, didinginkan hingga 50°C, bubuk kakao (Cp), gula icing (I), dan lesitin kedelai (0,1% berdasarkan massa mentega kakao, %) ditambahkan. Campuran diaduk di bawah 400 rpm pada 50°C selama 30 menit untuk mendapatkan cokelat.

Rasio mentega kakao, bubuk kakao dan gula icing ditetapkan pada 2:1:2, 2:1:2,5, 2:1:3, 2:0.7:2.5, dan 2:1.3:2.5 (b/b), yang diberi keterangan nama sampel yaitu Cb2:I1:Cp2, Cb2:I1:Cp2.5, Cb2:I1:Cp3, Cb2 :I0.7:Cp2.5, dan Cb2:I1.3: Cp2.5.

Termogram dan parameter leleh yang sesuai dari masing-masing sampel ditampilkan pada Gambar 3 dan Tabel 1.

Pada penelitian You et al. (2023), diperoleh hasil bahwa terdapat penurunan puncak titik leleh maksimum dari 34°C menjadi 32°C pada sampel Cb2:I1:Cp2, Cb2:I1:Cp2.5 dan Cb2:I1:Cp3 dengan menaikkan kadar bubuk kakao.

Bentuk polimorfik V merupakan struktur kristal cocoa butter yang dominan pada sampel tersebut dan bentuk tersebut yang paling disukai karena memberikan atribut organoleptik seperti penampakan yang mengkilap dan smooth mouthfeel pada cokelat (Afoakwa et al. 2008; Carvalho-da-Silva et al. 2011).

Baca Juga: Harapan Besar untuk Industri Makanan di Indonesia bagi Rakyat Indonesia

Menurut penelitian You et al. (2023), pada TP nilai sampel sekitar 34°C didapatkan hasil yang tetap konstan dan menyatakan bahwa variasi kadar gula icing pada sampel tidak akan mempengaruhi bentuk kristal V polimorfik yang khas dari sampel namun pada puncak titik leleh terdapat sedikit perubahan dengan adanya variasi kadar gula icing.

Pada penelitian You et al. (2023), didapatkan hasil bahwa bentuk polimorfik yang paling dominan yaitu bentuk V pada kristal cocoa butter dan hal ini sangat diinginkan dalam pencetakan 3D dengan variasi  kecil dalam titik leleh cokelat dengan bubuk kakao dan kandungan gula icing yang berbeda.

Berdasarkan penelitian You et al. (2023), bahwa termogram dan sifat leleh cokelat dengan pengurangan kadar lemak dan digantikan dengan emulsi terdapat pada Gambar 4 dan Tabel 2.

Pada rasio air : minyak yaitu 2:8, diperoleh pada titik leleh dari sampel berkisar antara 24°C-35°C terbentuk polimorfik bentuk III, IV, dan V. Nilai peak suhu maksimum yang diperoleh yaitu 32°C pada sampel yang disubtitusi cocoa butter 25% dan 50% yang mewakili polimorfik khas bentuk V.

Namun, ketika tingkat subtitusi dinaikkan hingga 75% nilai peak yang diperoleh menurun menjadi 29°C yang menunjukkan perubahan bentuk polimorfik dominan dari bentuk V ke bentuk IV.

Menurut You et al. (2023), transformasi bentuk ini jika dikaitkan dengan proses perpindahan panas yang lebih cepat dari tetesan air dapat mempercepat proses kristalisasi, hal ini dikarenakan konduktivitas termal air yang lebih besar daripada cocoa butter.

Baca Juga: Pengaruh Pola Makan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil

Kisaran melting peak (puncak titik leleh) yang diperoleh sekitar 28°C-38°C pada sampel yang disubtitusi emulsi dengan rasio air : minyak yaitu 3:7.

Sehingga, bentuk polimorfik mentega yang diperoleh terdiri dari bentuk IV, bentuk V, dan bentuk VI dan bentuk polimorfik yang dominan yaitu bentuk VI karena puncak maksimumnya sekitar 33°C-34°C.

Gambar 4. Termogram DSC dari cokelat yang dilakukan pengurangan
lemak dengan emulsi yang berbeda
.

Pada emulsi dengan perbandingan air : minyak yaitu 4:6, diperoleh titik lelehnya berkisar antara 26°C-25°C dan bentuk polimorfik dominannya adalah bentuk V karena nilai peak maksimalnya stabil pada 31°C-32°C.

Pada emulsi dengan variasi rasio air : minyak yaitu 2:8, 3:7 dan 4:6, diikuti dengan peningkatan tingkat subtitusi cocoa butter dari 25°C menjadi 75°C diperoleh penurunan suhu leleh dan penurunan substansial dalam nilai entalpi leleh (△H).

Berdasarkan hasil penelitian You et al. (2023), pada perilaku termal dari sampel cokelat yang dikurangi lemak didapatkan kesimpulan bahwa dengan mengganti 75% cocoa butter dengan emulsi (rasio air : minyak sebesar 2:8) terjadi perubahan bentuk polimorfik dominan dari bentuk V menjadi bentuk VI dan hal ini mungkin memiliki efek negatif pada sifat leleh dimulut dan penampakan cokelat yang dikurangi lemaknya.

Namun transformasi bentuk polimorfik tersebut tidak terjadi ketika menggunakan emulsi dengan perbandingan air : minyak yaitu 3:7 dan 4:6. Hal ini dijelaskan juga pada penelitian Afoakwa et al. (2008), yaitu sifat termal yang diperoleh akan sesuai dengan hasil kekerasan berikutnya yaitu cokelat yang mengandung lemak padat lebih sedikit dengan entalpi leleh yang lebih rendah menghasilkan kekerasan yang lebih rendah.

Baca Juga: Makanan Berlemak Sulit Dipisahkan dari Kehidupan Zaman Now

3. Formulation and evaluation of cold-extruded chocolate ganache for three-dimensional food printing

3.1 Analisis reologi ganache berbasis WC (Temperature Sweep)

Gambar 5. Perubahan modulus penyimpanan (Gÿ ) selama pendinginan (A), pemanasan (B), dan pendinginan ulang (C)
ganache berbasis WC (Whipped Cream).

Berdasarkan penelitian Kim et al. (2022), diperoleh kurva perubahan modulus penyimpanan G’ selama proses pendinginan (A), proses pemanasan (B) dan proses pendinginan ulang (C) ganache berbasis WC (whipped cream) yang dapat dilihat pada Gambar 5.

Bahan yang digunakan yaitu dark-chocolate pellets (Vanleer, Barry Callebaut, Zurich, Swiss) yang terdiri dari 57,9% padatan kakao dan mentega kakao (38,5% b/b). Krim kocok (38% berat lemak susu) (Maeil Dairies Co., Ltd., Seoul, Korea) dan bubuk kakao (Sngherb Co., Seoul, Korea) yang dibeli dari supermarket.

Berdasarkan penelitian Kim et al. (2022), pada metode sapuan suhu (temperature sweep) dilakukan perlakuan tinta cokelat yang didinginkan dari suhu 25°C menjadi 4°C dengan laju 2°C /menit. Proses pemanasan dilakukan dari suhu 4°C hingga 50°C dengan laju yang sama dan kemudian didinginkan kembali hingga suhu 25°C.

Berdasarkan penelitian Kim et al. (2022), setelah pendinginan ulang secara signifikan pada semua sampel dengan nilai G’ pada 25°C, diperoleh data yang lebih rendah dari 25°C dan hal tersebut dilakukan sebelum uji sapuan suhu (temperature sweep) dan hal ini ditegaskan ketika konsentrasi krim kocok meningkat dalam formulasi.

Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kelembapan dengan adanya penambahan krim kocok, sehingga menghasilkan pemisahan lemak yang tidak dapat diubah pada semua formulasi ganache selama proses pemanasan dan proses pendinginan yang berulang (D’aoust 1977). Kecenderungan ini mengartikan bahwa setelah perubahan suhu terjadi (setelah mencapai 25◦C) diperlukan waktu yang lama agar cokelat dapat kembali ke tekstur kaku seperti awalnya.

Baca Juga: Sosialisasi Gizi 4 Sehat 5 Sempurna kepada Siswa Sekolah Dasar sebagai Upaya Mengenal Makanan Baik dan Sehat di SDN Ujung Menteng 01 Pagi

Menurut Liu dan Zhang (2019), hal ini berpengaruh pada kecepatan pencetakan 3D ekstruksi panas cokelat konvesional menjadi lambat Oleh karena itu Kim et al. (2022) menyatakan bahwa perlunya perlakuan tambahan untuk mendapatkan ekstruksi cokelat ganache yang cepat yang juga dapat menjaga stabilitasnya untuk menghindari pemisahan lemak.

3.2 Analisis reologi ganache berbasis WC (Temperature Sweep)

Gambar 6. Perubahan modulus penyimpanan (G’) selama pendinginan (A), pemanasan (B), dan pendinginan ulang (C) ganache berbasis CP (cocoa powder).

Berdasarkan penelitian Kim et al. (2022), diperoleh kurva perubahan modulus penyimpanan G’ selama proses pendinginan (A), proses pemanasan (B) dan proses pendinginan ulang (C) ganache berbasis CP (cocoa powder) yang dapat dilihat pada Gambar 6.

Berdasarkan tes sapuan suhu (temperature sweep) ganache berbasis CP (cocoa powder), variasi pada sifat viskoelastik dinamis (G’) ditunjukkan pada Gambar 6. selama proses pendinginan ulang untuk semua sampel menunjukkan kecenderungan nilai G’ yang meningkat karena suhu menurun.

Namun pada sampel yang mengandung lebih dari 20% bubuk kakao, nilai G’ yang diperoleh sebesar 25°C dan setelah pendinginan kembali dengan suhu 25°C sebelum dilakukan uji sapuan suhu (temperature sweep).

Baca Juga: Hubungan Antara Pola Makan dan Penyakit Asam Lambung

Pada sampel CP10 dengan konsentrasi bubuk kakao yang relatif rendah maka bentuk grafiknya mirip dengan grafik CP0 yaitu dengan meningkatnya konsentrasi bubuk kakao maka ganache cokelat menjadi stabil sebagai fungsi dari suhu.

Berdasarkan penelitian Kim et al. (2022), menyimpulkan bahwa pada sapuan suhu (temperature sweep) yaitu dengan penambahan bubuk kakao berhasil mencegah pemisahan lemak yang ireversibel yang merupakan masalah dalam pembuatan ganache cokelat. Berdasarkan jaringan 3D, yaitu pergerakan tetesan minyak ditekan karena bubuk kakao seperti yang sudah dipaparkan oleh penulis.

Pendapat Kim et al. (2022) didukung oleh (Degner et al. 2014), yaitu penulis menegaskan bahwa aglomerasi karena penambahan bubuk kakao dengan konsentrasi yang banyak memungkin hasil jaringan gel yang lebih kuat sehingga dapat menghambat pergerakan tetesan minyak dan menciptakan lapisan cangkang yang kuat sehingga dapat menahan deformasi selama pemanasan dan pendinginan yang berulang, menghasilkan stabilitas suhu yang lebih baik untuk 3D food ink.

Penulis: Golda Ifany Turnip (F2501222021)
Mahasiswa Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Daftar Pustaka

Afoakwa EO, Paterson A, dan Fowler M. 2008. Effects of particle size distribution and composition on rheological properties of dark chocolate. European Food Research and Technology. 226(6): 1259–1268. https://doi/10.1007/s00217-007-0652-6.

Afoakwa EO, Paterson A, Fowler M, dan Vieira J. 2008. Characterization of melting properties in dark chocolates from varying particle size distribution and composition using differential  scanning calorimetry. Food Research International. 41(7): 751-757. https://doi.org/10.1016/j.foodres.2008.05.009.

Beckett ST. 2009. Industrial chocolate manufacture and use. Wiley-Blackwell. 4: 224–246.

Bricknell J, dan Hartel RW. 1998. Relation of fat bloom in chocolate to polymorphic transition of cocoa butter. J. Am. Oil Chem. Soc. 75(11): 1609–1615.

Carvalho-da-Silva AM, Van Damme I, Wolf B, dan Hort J. 2011. Characterisation of chocolate eating behaviour. Physiology and Behavior. 104(5): 929–933. https://doi. org/10.1016/j.physbeh.2011.06.001.

D’aoust J. 1977. Salmonella and the chocolate industry. A review. J. Food Protect. 40(10): 718–727.

Degner BM, Chung C, Schlegel V, Hutkins R, dan McClements DJ. 2014. Factors influencing the freeze-thaw stability of emulsion-based foods. Compr. Rev. Food Sci. Food Saf. 13(2): 98–113.

Godoi FC, Prakash S, dan Bhandari BR. 2016. 3D printing technologies applied for food design: status and prospects. J. Food Eng. 179: 44–54.

Hao L, Mellor S, Seaman O, Henderson J, Sewell N, dan Sloan M. 2010. Material characterisation and process development for chocolate additive layer manufacturing. Virtual Phys. Prototyp. 5(2): 57-64.

Kim SM, Woo JH, Kim HW, dan Park HJ. 2022. Formulation and evaluation of cold-extruded chocolate ganache for three-dimensional food printing. Journal of Food Engineering. 314: 110785.

Liu Z, dan Zhang M. 2019. 3D food printing technologies and factors affecting printing precision. In: Fundamentals of 3D Food Printing and Applications. Academic Press. 19–40.

Lovegren N, Gray M, dan Feuge R. 1976. Effect of liquid fat on melting point and polymorphic behavior of cocoa butter and a cocoa butter fraction. J. Am. Oil Chem. Soc. 53(3): 108–112.

Mantihal S, Prakash S, Godoi FC, dan Bhandari B. 2017. Optimization of chocolate 3D printing by correlating thermal and flow properties with 3D structure modeling. Innovat. Food Sci. Emerg. Technol. 44: 21–29.

McGee H. 2007. On Food and Cooking: the Science and Lore of the Kitchen. Simon and Schuster.

Naik B, dan Kumar V. 2014. Cocoa butter and its alternatives: a review. J. Biores. Eng. Technol. 1: 7–17.

Prosapio V, dan Norton IT. 2019. Development of fat-reduced chocolate by using water-in-cocoa butter emulsions. Journal of Food Engineering.261, 165–  170. https:// doi.org/10.1016/j.jfoodeng.2019.06.018.

Rando P dan Ramaioli M. 2021. Food 3D printing: Effect of heat transfer on print stability of chocolate. Journal of Food Engineering. 294(2021):110415.

Reddy SY, dan Prabhakar JV. 1994. Cocoa butter extenders from Kokum (Garciniaindica) and Phulwara (Madhuca butyracea) butter. J. Am. Oil Chem. Soc. 71(2): 217–219.

Sonwai S, Kaphueakngam P, dan Flood A. 2014. Blending of mango kernel fat and palm oil mid-fraction to obtain cocoa butter equivalent. J. Food Sci. Technol. 51(10): 2357–2369.

Thanasukarn P, Pongsawatmanit R, dan McClements DJ. 2004. Impact of fat and water crystallization on the stability of hydrogenated palm oil-in-water emulsions stabilized by whey protein isolate. Colloid. Surface. Physicochem. Eng. Aspect. 246(1–3): 49–59.

Turner BN, Strong R, dan Gold SA. 2014. A review of melt extrusion additive manufacturing processes: I. Process design and modeling. Rapid Prototyp. J. 20: 192–204.

de Wijk RA, dan Prinz JF. 2005. The role of friction in perceived oral texture. Food Quality and Preference. 16(2): 121–129. https://doi.org/10.1016/j. foodqual.2004.03.002.

You S, Huang Q, dan Lu X. 2023. Development of fat-reduced 3D printed chocolate by substituting cocoa butter with water-in-oil emulsions. Food Hydrocolloids. 135: 108-114.

Żyżelewicz D, Budryn G, Oracz J, Antolak H, Kręgiel D, dan Kaczmarska M. 2018. The effect on bioactive components and characteristics of chocolate by functionalization with raw cocoa beans. Food Research International.113, 234–244.        

https://doi.org/10.1016/j.foodres.2018.07.017.

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.