Festival Cap Go Meh Singkawang: Festival Tradisi dan Diplomasi Budaya

Festival
Festival Indonesia (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Indonesia memiliki budaya yang sangat beragam. Sebagai negara yang multicultural, Indonesia tentu menggunakan kebudayaan yang dimilikinya untuk membangun jembatan antar budaya bagi negara-negara di dunia. Adapun salah satu budaya terkenal yang diselanggarakan selama 1 tahun sekali.

Ini adalah budaya festival Cap Go Meh. Festival tradisi masyarakat Tionghoa ini kian selalu menjadi sorotan publik. Acara ini selalu diselenggarakan dengan meriah terutama di kota Singkawang, Kalimantan Barat.

Singkawang menjadi wilayah di Indonesia yang bermayoritaskan etnis Tionghoa, maka dari itu Festival meriah ini selalu menarik sorotan publik mancanegara.

Bacaan Lainnya
DONASI

Pelestarian dari tradisi turun-temurun merupakan sebuah komponen penting. Hal ini dikarenakan budaya merupakan identitas nasional suatu negara.

Pelestarian budaya membantu mempertahankan dan menghormati warisan budaya yang kaya dan beragam yang mencerminkan sejarah, kepercayaan, tradisi dan nilai-nilai budaya Indonesia.

Dalam hal ini maka inilah yang dinamakan pentingnya diplomasi budaya. Diplomasi budaya melalui festival tradisi dan budaya sudah merupakan salah satu pelestarian budaya dan pengenalan budaya bagi dunia luar.

Pengertian Diplomasi Budaya

Diplomasi budaya merupakan salah satu bentuk diplomasi soft-power dan merupakan salah satu bagian dari diplomasi publik yang dijalankan suatu negara dalam mempromosikan dan melindungi kepentingan nasionalnya.

Diplomasi budaya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah maupun Lembaga non pemerintah, namun tetap dapat dilakukan dengan campur tangan masyarakat juga.

Maka dari itu, diplomasi budaya tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya aktor pelaksananya yang lengkap.

Diplomasi budaya salah satu unsur penting dalam hal pelestarian budaya, maka dari itu perannya dapat sekaligus menjadi sebuah jembatan untuk mempromosikan perdamaian dan kepentingan nasional.

Festival Tradisi: Cap Go Meh sebagai Jembatan Antar Budaya

Istilah Cap Go berasal dari dialek Hokkien yang bila diartikan secara harafiah bermakna 15 hari atau malam setelah Imlek. Cap memiliki arti sepuluh, Go adalah lima, dan Meh berarti malam.

Perayaan Cap Go Meh ini awalnya dirayakan oleh Dinasti Xie Han (206 SM – 221 M), sebagai hari penghormatan kepada Dewa Thai-yi, dewa tertinggi di langit.

Dahulunya, festival ini dilakukan secara tertutup dan dilakukan di lingkungan istana saja.

Namun seiring berjalannya waktu, Cap Go Meh kemudian menjadi salah satu festival tradisi yang besar oleh masyarakat Tionghoa, yang artinya sekarang ini menjadi salah satu bentuk pelestarian budaya secara turun-temurun.

Pada 5 Februari 2023 lalu, kota Singkawang kembali menjadi sorotan publik sebagai kota dengan perayaan paling meriah Festival Cap Go Meh.

Dalam perayaan festival ini sebanyak 737 tatung yang datang dari beberapa kabupaten di Kalimantan Barat, yakni Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Sambas, Kota Pontianak dan dari Kota Singkawang itu sendiri.

Uniknya dalam perayaan ini tidak hanya melibatkan etnis Tionghoa saja, namun terdapat campuraan dengan beberapa etnis Dayak di Kalimantan Barat.

Festival ini berhasil menarik perhatian dari berbagai macam kalangan etnis. Bahkan tidak sedikit turis asing dari negara lain datang hanya untuk menyaksikan festival tradisi yang diadakan hanya selama 1 kali dalam kurun waktu1 tahun.

Hal ini akan menciptakan peluang untuk berinteraksi, berbagi pengalaman, dan memperkuat ikatan budaya.

Selain itu, dalam festival ini juga seringkali melibatkan pertunjukkan seni tradisional Tionghoa, seperti tarian nagadan barongsai yang dapat menjadi pengantar bagi orang dari budaya lain untuk memahami dan menghargai warisan seni Tionghoa.

Adanya kolaborasi bersama dengan etnis Dayak dan lainnya, dalam Festival ini secara langsung dapat mempromosikan berbagai seni lintas budaya dan acara budaya bersama yang ada di Kalimantan Barat, Indonesia.

Strategi Diplomasi Budaya dalam Perayaan Festival Cap Go Meh

Dalam Upaya diplomasi budaya yang dilakukan oleh pemerintah Kota Singkawang, tentu melibatkan beberapa pihak juga.

Adapun salah satu pihak terkait yang begitu menonjol perannya adalah Komunitas Pecinta Pejuang Instagram dan Generasi Pesona Indonesia (GenPI) Kota Singkawang yang berdiri di bawah naungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.

GenPI Kota Singkawang berdiri pada tahun 2018 dan telah melibatkan diri dalam berbagai  perhelatan  kebudayaan  dan  pariwisata.

Pemerintah Singkawang telah merangkul GenPi untuk turut mempromosikan tempat wisata, budaya, dan produk-produk lokal Singkawang.

Salah satu strategi diplomasi budaya yang pernah dilakukan GenPi adalah pada tahun 2019 tepatnya pada acara festival pariwisata Rainforest di Sarawak, Malaysia.

Pihak GenPi juga turut memperkenalkan dan mempromosikan Cap Go Meh kepada para pengunjung Festival Rainforest.

Hal ini merupakan sudah menjadi Upaya dari diplomasi public bagi budaya yang ada di Indonesia. Hasil nyata yang didapatkan dari upaya diplomasi publik ini dapat dilihat pada banyaknya pengunjung dari berbagai macam etnis dan budaya baik lokal maupun asing yang sangat menyukai festival budaya ini.

Cap Go Meh kian menjadi salah satu festival yang selalu dinantikan oleh banyak orang dikarenakan budayanya yang khas dan unik.

Globalisasi membawa pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan dunia sekarang ini. Dalam konteks ini, strategi yang lain juga dapat dilakukan dengan berbagai promosi melalui platform media sosial.

Seperti yang kita ketahui, peran media sosial pada dewasa ini begitu penting dimana segala informasi dimuat didalamnya.

Penggunaan media sosial dalam upaya diplomasi budaya sangat besar dimana dapat dijangkau sampai ke dunia internasional.

Berbagai video, tulisan dan foto mengenai festival dapat menjadi sebuah bentuk promosi dari masyarakat terhadap sebuah unsur pelestarian budaya tersebut.

Ketertarikan masyarakat akan semakin besar apabila strategi yang dilakukan melibatkan setiap komponen masyarakat Singkawang.

Dalam hal ini maka diplomasi budaya dalam upaya pelestarian budaya dapat terus berjalan dengan baik.

Penulis: Joice Vionaleta Tlonaen
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Tanjungpura Pontianak

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI