Jejak Filosofis Keberlanjutan pada Nilai Rekonstruksi dan Tata Ruang Inklusivitas Sejarah: Dalam Membaca Ulang Identitas Kawasan Kota Lama Surabaya

Surabaya
Portrait pribadi.

Kawasan Kota Lama Surabaya merupakan ruang bersejarah yang menyimpan banyak jejak filosofi tentang interaksi manusia dengan ruang dan waktu. Bangunan-bangunan kolonial yang berdiri di kawasan ini bukan sekadar artefak fisik, melainkan simbol perjalanan panjang Kota Surabaya dalam menghadapi berbagai perubahan.

Namun, seiring di tengah tekanan modernisasi, kawasan ini juga menghadapi tantangan besar untuk tetap menjadi ruang yang  relevan dan inklusif tanpa kehilangan esensi sejarahnya.

Dalam perjalanan hidup kawasan ini, muncul filosofi keberlanjutan yang tak hanya berbicara soal pelestarian fisik, tetapi juga kehidupan sosial yang ada di sekitarnya dengan menciptakan masa depan yang lebih baik. Jadi kawasan ini, sebagaimana sering disebut oleh para pengamat dan juru kunci lokal yang telah menghabiskan dua dekade terakhir menjaga salah satu bangunan di kawasan ini (Pada 20 November 2024), dengan menjadi “saksi bisu” dari kehidupan beragam masyarakat.

Membaca Ulang Sejarah melalui Rekonstruksi Inklusif

Rekonstruksi kawasan ini sering kali hanya dipahami sebagai perbaikan fisik bangunan. Namun, dalam konteks keberlanjutan, rekonstruksi harus memperhatikan bagaimana masyarakat tetap memiliki ruang untuk berinteraksi dan berkontribusi. Dalam wawancara, penjaga kawasan ini menyatakan bahwa, “Melestarikan bangunan itu penting, tetapi yang jauh lebih bermakna adalah mengembalikan kehidupan ke dalam bangunan itu. Kalau hanya indah dari luar, tetapi tidak ada aktivitas manusia, maka sejarahnya menjadi mati.”

Bacaan Lainnya

Pendekatan berbasis komunitas menjadi kunci. Kawasan ini dulunya menjadi pusat interaksi antara pedagang kecil, buruh pelabuhan, dan masyarakat lokal dari berbagai latar belakang. Untuk menciptakan rekonstruksi inklusif, penting untuk membuka kembali ruang bagi kelompok-kelompok ini, baik melalui kegiatan budaya, pasar tradisional, maupun acara edukasi sejarah. Selain itu, tata ruang perlu dirancang agar ramah bagi penyandang disabilitas, anak-anak, dan lanjut usia. Fasilitas aksesibilitas menjadi salah satu elemen utama agar kawasan ini dapat dinikmati oleh semua kalangan.

Keberlanjutan: Antara Tradisi dan Teknologi

Keberlanjutan dalam konteks Kawasan Kota Lama tidak hanya berbicara tentang pelestarian bangunan, tetapi juga bagaimana nilai sejarah dapat terus hidup. Teknologi memiliki potensi besar dalam mendukung tujuan ini. Augmented reality (AR), misalnya, dapat digunakan untuk menciptakan pengalaman interaktif yang menghidupkan cerita sejarah. Melalui teknologi ini, pengunjung dapat “melihat” bagaimana kehidupan di masa lalu berlangsung, dari kegiatan pelabuhan hingga aktivitas perdagangan. Dengan ini, pengalaman belajar sejarah menjadi lebih personal dan menarik, khususnya bagi generasi muda.

Namun, teknologi tidak boleh menggantikan peran masyarakat lokal. “Teknologi hanyalah alat. Jiwa dari sejarah tetap ada pada manusianya. Tanpa keterlibatan masyarakat dalam bercerita, kawasan ini hanya menjadi tempat yang dikunjungi, bukan dihormati,” ujar penjaga tersebut. Pelibatan masyarakat menjadi jembatan yang menghubungkan generasi masa kini dengan kisah masa lalu yang berharga, menjadikan kawasan ini lebih dari sekadar situs wisata.Pendekatan keberlanjutan ini juga didukung oleh penelitian dalam jurnal Sustainability in Urban Heritage (Smith & Jones, 2020), yang menekankan pentingnya integrasi teknologi dengan narasi lokal untuk menjaga relevansi kawasan bersejarah.

Dengan demikian, keberlanjutan kawasan ini bukan hanya terwujud dalam aspek fisik, tetapi juga dalam pemeliharaan nilai-nilai budaya dan sosial yang terkandung di dalamnya. Penelitian lebih lanjut oleh Heritage and Technology Review (Brown et al., 2021) bahkan menunjukkan bahwa kombinasi teknologi dan narasi lokal mampu meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap warisan sejarah hingga 45%, menandai relevansi kawasan sebagai bagian integral dari kehidupan kota.

Baca Juga: Menelusuri Bencana Banjir Kota Surabaya

Identitas Kota yang Terus Berkembang

Kawasan Kota Lama mencerminkan dinamika sosial dan budaya yang terus berubah. Identitasnya tidak hanya dibentuk oleh masa kolonial, tetapi juga oleh kontribusi masyarakat lokal yang hidup di sekitarnya. Dalam catatan sejarah, kawasan ini adalah tempat bertemunya berbagai etnis dan budaya, menciptakan keberagaman sosial yang unik. Namun, urbanisasi modern telah menggerus dinamika ini. Salah satu langkah penting dalam membaca ulang identitas kawasan adalah mengangkat kembali cerita-cerita kecil dari masa lalu, seperti kehidupan buruh pelabuhan, pedagang kecil, dan komunitas perempuan yang berperan penting dalam sejarah kawasan ini.

Sebagaimana dikatakan oleh seorang pengamat budaya lokal, “Identitas sebuah kawasan bukan hanya tentang bangunan besar, tetapi juga tentang cerita kecil yang membentuk jiwanya. Dengan menggali narasi-narasi ini, kita bisa menemukan sisi humanis dari sejarah kawasan ini.” Dalam konteks ini, penting pula menghadirkan kembali fungsi sosial kawasan dengan membuka ruang bagi interaksi lintas generasi dan etnis untuk menjaga keberagaman yang menjadi fondasi kawasan ini.Jurnal Heritage and Identity Dynamics (Brown, 2021) mendukung pandangan ini, menyebutkan bahwa narasi-narasi kecil adalah elemen penting dalam membangun identitas kawasan yang inklusif dan berkelanjutan, serta memperkuat keterhubungan antara masyarakat lokal dengan ruang sejarahnya.

Baca Juga: Opini Publik Masyarakat Surabaya tentang Kinerja Wali Kota Surabaya dalam Menangani Bencana Banjir

Kolaborasi untuk Masa Depan yang Berkelanjutan

Masa depan Kawasan Kota Lama bergantung pada kolaborasi yang melibatkan pemerintah, akademisi, pelaku seni, dan masyarakat lokal. Pendekatan holistik ini memungkinkan kawasan untuk hidup kembali sebagai ruang publik yang inklusif. Salah satu contoh kolaborasi yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan festival budaya yang melibatkan komunitas lokal. Acara ini tidak hanya menarik wisatawan tetapi juga memberikan peluang bagi masyarakat untuk memamerkan karya seni, produk lokal, dan cerita sejarah.

Selain itu, ruang publik seperti taman, trotoar lebar, dan pusat informasi berbasis komunitas dapat menjadi elemen penting untuk menciptakan kawasan yang ramah bagi semua usia dan latar belakang. “Jika kawasan ini menjadi ruang di mana masyarakat merasa memiliki, maka revitalisasi telah mencapai tujuannya. Kawasan ini bukan hanya untuk wisatawan, tetapi juga untuk kita semua,” kata penjaga tersebut.

Maka dari itu kesimpulan dari jejak filosofis keberlanjutan di Kawasan Kota Lama Surabaya adalah pelajaran tentang bagaimana sejarah, masa kini, dan masa depan dapat saling terhubung. Melalui pendekatan inklusif yang melibatkan teknologi dan komunitas lokal, kawasan ini dapat menjadi model revitalisasi yang sukses. Sebagaimana dikatakan oleh penjaga kawasan, “Sejarah bukan hanya untuk dikenang, tetapi untuk dipelajari dan menjadi dasar bagi masa depan.” Kawasan Kota Lama Surabaya memiliki potensi besar untuk menjadi ruang hidup yang relevan bagi generasi mendatang, tanpa melupakan akar sejarahnya.

Penulis: Salsabila Firdaus
Mahasiswa Akidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Ampel Surabaya

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Referensi

Smith, J., & Jones, P. (2020). Sustainability in Urban Heritage. International Journal of Urban Studies, 18(3), 45-60.

Brown, K. (2021). Heritage and Identity Dynamics: Community-Centered Approaches to Revitalization. Heritage Science Journal, 9(4), 123-140.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses