Kayak Lagi Mainan, Ternyata Jualan Beneran: Pipapoy! Viral di TikTok!

UMKM
Pipapoy! Viral di TikTok.

Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal besar? Di era digital ini, media sosial bisa menjadi alat yang sangat efektif untuk memasarkan produk dengan biaya minim.

Inilah yang dialami oleh Indriana Anggun alumni mahasiswa Universitas Sebelas Maret dan Deviana Mulyani, yang masih aktif menjadi mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara. Dua mahasiswa Gen-Z ini berhasil menciptakan bisnis minuman viral bernama Pipapoy!

Bermula dari TikTok, kini usaha mereka tidak hanya dikenal luas di Kota Solo, tetapi juga berhasil menarik perhatian konsumen dari berbagai kota lain.

Bacaan Lainnya

Kisah sukses Pipapoy! bermula dari inspirasi yang sederhana yaitu banyak keponakan di rumah yang setiap hari minggu gemar makan jelly sambil menonton kartun di YouTube.

Dari momen kecil dalam kehidupan sehari-hari ini, Indriana Anggun dan Deviana Mulyani menangkap ide cemerlang untuk menciptakan produk minuman yang tidak hanya lezat, tetapi juga mampu memikat hati target audience dengan tampilan yang unik.

Kemasan minuman Pipapoy! berbentuk kucing lucu, dipadu dengan jelly karakter yang terinspirasi dari kartun Pinkfong. Bahkan alat-alat yang digunakan sangat lucu seperti lagi mainan jual-jualan masa kecil, dan karyawan mereka pun mengenakan kostum lucu saat melayani pelanggan sehingga menambah daya tarik tersendiri.

Pipapoy! menawarkan empat varian rasa yang disukai anak-anak di antaranya bubble gum, banana, strawberry, dan original.

“Sampai saat ini, kami belum menerima keluhan soal rasa. Bagi kami, estetika memang penting, tapi rasa adalah yang utama,” jelas Indriana Anggun yang lebih akrab dipanggil Anggun.

“Pipapoy! ini di-branding dengan acuan penelitian jurnal saya tentang desain packaging selama menempuh kuliah di Fakultas Seni Rupa dan Desain UNS. Kami ingin menciptakan pilihan minuman dengan konsep street food yang tidak hanya menawarkan rasa yang enak, tetapi juga menarik secara visual. Target audience utama kita tentunya anak-anak, jadi kami selagi orang yang lebih dewasa tentunya lebih aware dengan pola konsumsi anak. Sehingga kami menggunakan bahan makanan yang aman, menjaga higienis,  dan  menggunakan alat-alat yang food grade demi memberikan rasa aman bagi para orang tua,” ungkap Anggun.

Baca Juga: Implementasi Etika Komunikasi Media Sosial dan Penerapannya dalam Fungsi Pemasaran Produk UMKM Berbasis Digitalisasi

Saat ini, Pipapoy! telah memiliki tiga lokasi titik lokasi berjualan di Kota Solo yaitu di Car Free Day Slamet Riyadi area DKT, Night Market Ngarsopuro setiap Jumat dan Sabtu, dan stand di belakang UNS seberang Mika Hijab Store pada hari kerja.

Dengan konsep street food, pertumbuhan bisnis mereka bisa dibilang cukup cepat berkat pemanfaatan media sosial yang kini sudah berjalan 3,5 bulan dengan pengikut di TikTok 53,7 ribu followers tanpa mengeluarkan biaya untuk Iklan.

“Pipapoy! buka stand di Car Free Day Slamet Riyadi area DKT, eh tiba-tiba ada tiga orang food vlogger yang datang live review langsung. Jadinya, Pipapoy! makin viral sampai Malaysia. Kadang ada juga pelanggan yang foto-foto produk kami dan share di media sosial, jadi promosi makin meluas,” ungkap Ana.

Baca Juga: Peningkatan Kapasitas UMKM melalui Pendampingan Keuangan dan Pengelolaan Usaha pada UMKM Himpun

“Awalnya kami hanya menargetkan di Kota Solo saja, tapi karena video kami masuk FYP, banyak yang dari kota lain kayak Pekalongan, Surabaya, Jakarta, Bandung, bahkan Sragen dan Klaten datang ke Solo cuma buat cobain Pipapoy! Seneng banget,” kata Anggun.

Dalam waktu tiga setengah bulan sejak berdiri, Pipapoy! mampu menjual 100-200 cup, hanya dalam waktu dua jam.

“Selama Car Free Day, dagangan kami bisa habis dalam dua jam, Alhamdulillah. Kadang ada pelanggan yang tidak kebagian, dan kami biasanya mengarahkan pelanggan buat ke stand belakang UNS buat kasih free sebagai bentuk apresiasi kepada mereka,” ungkap Anggun.

Selain berfokus pada penjualan, Anggun dan Ana juga memperhatikan kepuasan pelanggan. Mereka selalu terbuka terhadap kritik dan saran. Salah satu inovasi yang mereka terapkan adalah sistem nomor antrean untuk mengurangi kerumunan dan memastikan pelanggan mendapatkan pelayanan yang lebih baik.

“Dulu kami nggak pakai nomor antrean karena nggak nyangka bakal antre sebanyak itu. Banyak pelanggan yang kasih masukan, jadi kami terima kasih banget. Akhirnya, kami putuskan untuk bikin sistem antrean agar pembeli lebih nyaman,” jelas Anggun.

Penulis:

Aisha Sofhia Hapsari Ardiansyah
Mahasiswa 
Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI