Ketimpangan Sosial dalam Akses Pendidikan pada Daerah Pedesaan

Akses Pendidikan pada Daerah Pedesaan
Pendidikan Anak pada Daerah Pedesaan (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Pendidikan merupakan akses penting bagi generasi muda untuk meraih masa depan dan juga sebagai penambah ilmu pengetahuan. Namun, adanya ketimpangan sosial dan ekonomi dapat menjadi faktor penghambat akses pendidikan.

Setiap wilayah memiliki kebutuhan yang berbeda sesuai dengan kondisi ekonomi, politik, sosial budaya dan geografis, begitupun pada wilayah pedesaan.

Berdasarkan analisis data dari 2012 hingga 2023 kesenjangan pendidikan di Kalimantan Timur perlu diperhatikan. Meskipun anak-anak usia 7-15 tahun di Kalimantan Timur mendapatkan pendidikan dasar, terdapat ketimpangan pada anak-anak usia 16-18 tahun yang belum memiliki akses pendidikan menengah.

Banyak anak-anak di daerah pedalaman harus menempuh perjalanan jauh, bahkan melintasi sungai atau hutan untuk pergi sekolah. Ini berarti bahwa dibandingkan dengan daerah perkotaan, tingkat partisipasi sekolah di daerah tersebut lebih rendah.

Bacaan Lainnya

Karena kurangnya biaya perbaikan, gedung sekolah lebih buruk dibandingkan dengan masyarakat kota yang memiliki fasilitas modern, seperti Balikpapan dan Samarinda. Hal ini juga dipicu oleh faktor kurangnya pengajar di sana.

Seorang Kepala Sekolah di daerah tersebut mengatakan bahwa banyak anak-anak yang putus sekolah akibat kesulitan mendapat akses ke sekolah dan kekurangan fasilitas.

Ketimpangan akses pendidikan di pedesaan mencakup beberapa aspek, mulai dari infrastruktur pendidikan yang minim, keterbatasan tenaga pengajar yang berkualitas, hingga sulitnya ekonomi yang dialami oleh para orang tua yang membatasi partisipasi siswa dalam pendidikan sekolahnya.

Masalah tersebut menunjukkan adanya ketidakadilan yang perlu segera diatasi untuk memberikan keadilan pendidikan pada seluruh anak di Indonesia tanpa memandang latar belakang geografis dan ekonomi mereka.

Hambatan ekonomi dan sosial juga menjadi faktor penghalang dalam akses pendidikan, banyak keluarga pedesaan hidup di bawah garis kemiskinan, sehingga mereka menganggap pendidikan bukanlah hal yang penting. Orang tua lebih memilih anak-anak mereka untuk membantu mencari nafkah daripada melanjutkan pendidikan.

Selain itu, biaya pendidikan juga masih tergolong tinggi, meskipun sekolah dasar dan menengah di Indonesia digratiskan namun tetap saja terdapat biaya tambahan, seperti seragam, buku, uang saku, dan transportasi yang masih memberatkan mereka.

Hambatan sosial seperti pernikahan dini juga sering menghalangi anak perempuan untuk melanjutkan pendidikan. Beberapa dari mereka masih menganggap bahwa perempuan tidak penting untuk melanjutkan sekolah karena nantinya akan kembali menjadi ibu rumah tangga.

Minimnya dukungan dari orang tua juga menghambat anak-anak bersekolah, mungkin karena orang tua terlalu sibuk dan tidak mendukung anaknya untuk menempuh pendidikan. Namun, hambatan sosial seperti ini bisa berasal dari diri sendiri atau berasal dari luar seseorang atau faktor lingkungan.

Dampak ketimpangan sosial dalam pendidikan memiliki jangka panjang yang serius.

a. Anak anak yang memiliki keterbatasan pendidikan akan sulit menemukan pekerjaan yang layak bagi mereka dan membuat tinggi angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia.

b. Rendahnya kualitas sumber daya manusia. Ketimpangan ini mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Pendidikan akan menghambat mereka dalam keterbatasan pengetahuan dan keterampilan dari individu.

c. Kesenjangan sosial bagi masyarakat desa dan kota. Ketimpangan pendidikan ini dapat menimbulkan rasa tidak adil dari masyarakat desa, baik antara individu dan kelompok maupun individu dengan individu lainnya.

Dari beberapa dampak di atas diperlukannya tindakan yang tegas dari pemerintah maupun masyarakat setempat. Agar para generasi muda dapat menempuh pendidikan dengan layak dan memperluas pengetahuan mereka.

Solusi untuk mengatasi ketimpangan ini adalah diperlukannya upaya yang besar serta dukungan dari berbagai pihak, terutama pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil. Beberapa langkah yang bisa dilakukan:

1. Peningkatan Infrastruktur Pendidikan

Pemerintah harus mengalokasikan anggaran yang memadai untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur pendidikan di pedesaan. Hal ini mencakup membangun sekolah gratis yang baru, perbaikan sekolah yang rusak, dan penyediaan fasilitas yang mendukung seperti perpustakaan dan laboratorium.

2. Peningkatan Kualitas dan Kesejahteraan Guru

Pelatihan bagi guru di pedesaan perlu ditingkatkan untuk memastikan mereka memiliki kompetensi yang sesuai. Selain itu, insentif seperti fasilitas transportasi dan fasilitas khusus diperlukan untuk menarik tenaga pengajar berkualitas di daerah terpencil.

3. Dukungan bagi Keluarga Kurang Mampu

Pemerintah dapat memberikan bantuan berupa beasiswa, subsidi transportasi, dan perlengkapan sekolah untuk meringankan beban mereka. Program pemberdayaan ekonomi juga perlu ditingkatkan agar keluarga di pedesaan memiliki penghasilan yang cukup untuk mendukung pendidikan anak-anak mereka.

4. Peningkatan Kesadaran Masyarakat berupa Sosialisasi

Melalui kampanye edukasi ataupun sosialisasi terhadap masyarakat pedesaan dapat dilakukan agar dapat merubah pikiran masyarakat bahwa pendidikan merupakan hal yang penting bagi anak-anak terutama bagi anak perempuan.

5. Peningkatan Literasi Digital

Penggunaan akses teknologi di pedesaan sangat terbatas karena rendahnya literasi digital. Pemerintah dapat mengadakan program pelatihan teknologi seperti cara penggunaan ponsel pintar, aplikasi pertanian atau layanan keuangan digital. Pendirian pusat-pusat informasi atau perpustakaan digital di desa dapat membantu masyarakat belajar menggunakan teknologi secara mandiri.

Jika solusi di atas dilaksanakan dan diterapkan dengan baik oleh pemerintah dan masyarakat pedesaan maka bisa jadi mereka akan sama dengan masyarakat kota yang lebih maju.

Memahami masyarakat setempat yang tidak mampu untuk mengurus pendidikan anak-anak mereka, kita bisa mencoba berbagai cara agar masyarakat desa terutama anak anak layak untuk mempunyai pendidikan yang berinfrastruktur baik, memiliki pengajar yang berkualitas, serta perihal ekonomi yang memudahkan para orang tua.

Diperlukan juga dukungan bagi anak perempuan agar tidak menerima paksaan pernikahan dini dan dapat berpikir bahwa pendidikan lebih penting untuk masa depan mereka, di mana ketimpangan gender juga perlu diperhatikan. Meskipun tingkat partisipasi perempuan dalam pendidikan telah meningkat, namun masih ada kesenjangan gender yang signifikan.

Ketimpangan sosial dalam akses pendidikan ini dapat menimbulkan hal negatif, bagi masyarakat maupun diri sendiri. Di antaranya, dapat menghambat masyarakat untuk berwirausaha, hal ini dapat terjadi dikarenakan mereka pesimis harus bersaing dengan perusahaan atau pesaing yang lebih berpengalaman.

 

Penulis: Naura Sandrine Sevana Putri
Mahasiswa Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses