Kalimantan Timur: Peluang Pembangunan Jangka Panjang dan Ibu Kota dalam Visi Nusantara

Pentingnya posisi ibu kota dapat dipahami karena ibu kota adalah kota utama yang diasosiasikan dengan pemerintahan suatu negara, secara fisik difungsikan sebagai kantor pusat dan tempat pertemuan dari pimpinan pemerintahan dan ditentukan berdasarkan hukum. Ibu kota mempunyai peran yang sangat strategis, selalu menjadi target utama dalam peperangan karena dengan menguasai ibu kota biasanya menjadi jaminan menguasai sebagian besar musuh atau penantang. Hal ini terjadi di China masa lalu, di mana pemerintahan tersentralisir dengan sedikit fleksibilitas pada tingkat provinsi. Suatu dinasti dapat runtuh dengan ambruknya ibu kota. Oleh sebab itu, Dinasti Ming memindahkan ibu kota Nanjing ke Beijing dengan alasan agar dapat mengontrol musuh yang berasal dari Mongols dan Manchus (Sutikno, April 2007).

Indonesia pun pernah mengalami hal yang sama. Di saat agresi dan pendudukan Belanda yang akhirnya memaksa Indonesia memindahkan ibu kota ke Bukit Tinggi setelah sebelumnya ke Yogyakarta. Jakarta sendiri secara resmi menjadi ibu kota Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964, setelah didahului Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959. Kemudian, pemindahan ibu kota dalam keadaan damai pernah direncanakan oleh Presiden Soekarno. Gagasan pemindahan ibu kota juga pernah dilanjutkan oleh beberapa pemimpin Indonesia seperti Soeharto, dia ingin agar ibu kota dipindahkan ke Jonggol, dan Gus Dur menawarkan konsep Ibu kota bergilir.

Sekarang wacana pemindahan ibu kota kembali bergulir di masa kepemimpinan Joko Widodo. Namun pada akhirnya Provinsi Kalimantan Timur, resmi ditunjuk menjadi Ibu kota Indonesia baru oleh Presiden Joko Widodo. Keputusan ini diumumkan di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada 26 Agustus lalu. Keputusan tersebut disahkan dengan alasan bahwa, Kalimantan Timur memiliki infrastruktur yang relatif lengkap dan lokasinya sangat ideal. Dan perkiraan dana pembangunan ibu kota sebesar Rp. 466 triliun (Resmi, Ibu Kota Indonesia Pindah ke Kalimantan Timur, mongabay.co.id).

Bercermin kondisi Jakarta sekarang, hampir di semua tulisan dalam semua perspektif memperlihatkan kepada kita bahwa, Jakarta sudah tak memiliki daya dukung ekologi yang memadai untuk mengimbangi pertumbuhan kota, sehingga membuat Jakarta berhadapan dengan banyak sekali persoalan yang sangat berat dan kompleks. Limitasi kota Jakarta dapat ditemukan dalam tulisan Cornelis Lay yang menyebutkan Jakarta merupakan pusat politik, keuangan, bisnis, pendidikan, pariwisata, dan sekaligus industri. Dengan luas hanya 660 km2 yang dihuni lebih dari 8,5 juta jiwa dan bertambah menjadi 11 juta jiwa pada siang hari. Rasio penduduknya yang mencapai 12. 738 orang per kilometer persegi, sebuah angka yang sangat ekstrem dalam komparasinya dengan banyak ibu kota negara di dunia.

Kalimantan Timur: Peluang Pembangunan Jangka Panjang

Kalimantan Timur adalah jawaban potensial bagi lokasi baru sumbu keseimbangan Indonesia masa depan. Secara geografis, lokasi dari provinsi ini berada di tengah-tengah dari bentang Negara Kepuluan Republik Indonesia. Tetapi, karena statusnya masih sangat potensial, tentu dia harus mencukupi segala bentuk persyaratan lain, agar semua pihak merasa aman meletakkan sumbu keseimbangan pembangunan bangsa.

Salah satu persyaratan penting yang perlu dipenuhi adalah adanya starategi dan komitmen politik untuk menerapkan konsep pembangunan hijau. Dengan kekayaan hutan yang masih tersisa dan belasan sungai besar. Kalimantan timur adalah kawasan yang paling mempunyai modal untuk menjadi kawasan ekosistem yang bersahabat dan mensejahterakan masyarakatnya secara berkelanjutan. Sebab keberhasilan menjaga dan mengembangkan sebuah kota menjadi kota yang bersih, indah, bebas dari ancaman banjir rutin, sangatlah tergantung pada kualitas bioregion Manajemen kawasan Utara di Kalimantan Timur.

Dalam sebuah seminar yang bertajuk “Menyoal Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara” pada selasa, 03 September, yang bertempat di Gedung Nusantara, DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, seorang narasumber bernama Hendrajit (Direktur Eksekutif Global Future Intitute) dia mengatakan bahwa, jika kita mau berangkat dari filosofi fungsi keseimbangan antar kelompok sosial, antara ekosistem dan kebutuhan materil manusia, antar wilayah, hubungan antara negara, sektor swasta, dan berbagai keseimbangan lain yang diperlakukan untuk hidup berkelanjutan, Bangsa Indonesia memang perlu mencari lokasi baru untuk meletakan sumbu keseimbangan hubungan antar berbagai dimensi tadi guna menopang kehidupan manusia Indonesia untuk jangka panjang.

Ibu Kota Dalam Visi Nusantara

Bagi seorang pemimpin yang mempunyai visi jangka panjang, ibu kota Indonesia memang sudah selayaknya harus dipindah, mengingat Jawa sebentar lagi akan penuh dengan penduduk dan lain sebagainya, besar kemungkinan Jakarta akan mengalami bencana alam sesuai dengan perkiraan orang, bahwa Indonesia terletak di lempeng-lempeng antara Asia dan Eropa yang terus menerus bergerak hingga Gunung Krakatau juga akan meletus yang mengakibatkan banjir dan tsunami.

Keinginan pemindahan ibu kota pemerintahan ke Kutai Kartanegara, harus diukur dengan cara berpikir yang sistematik, jika ibu kota dipindahkan maka nilai intrinsik dari Kalimantan Timur umumnya akan meningkat sebagai pemikul beban posisional ibu kota. Harus diperlihatkan bahwa Kaltim siap, tetapi kalau ada tempat maupun daerah lain yang lebih bagus maka harus mengalah. Walaupun Kaltim siap menempatkan kepentingan bangsa di atas yang lain akan lebih simpatik. Dengan pengesahan agenda pemindahan ibu kota, ini biasa menjadi sebuah proyek yang besar, jadi usulannya tidak hanya memindahkan, tidak hanya ke ibu kotaan tapi semua masalah bangsa ini. Bagaimana mengaitkan semuanya itu memerlukan kejelasan yang kontekstual dan perlu dipikirkan oleh pemerintah.

Langkah menuju pemindahan ibu kota ini menjadi strategis apabila pemerintah membangun suatu logika yang tak sembarangan, logika yang harus menunjukkan Kaltim memang yang paling siap membangun. Pada saat orang mengetahui bahwa hal ini terkait dengan kepentingan politik, mempertanyakan apa yang akan diperolehnya, Kaltim sudah dapat menjawabnya. Dalam hal ini frame kebijakan Isran Noor sebagai Gubernur Kaltim juga harus dikaitkan dengan gagasan pemindahan ibu kota ke Kutai Kartanegara karena ini suatu perjuangan yang tak hanya setahun-dua tahun, bukan untuk pribadi, tapi karena kebetulan sekarang beliau yang menjadi pimpinan. Jakarta setelah sekian lama makin sumpek, tidak mungkin diubah lagi, andaikata mungkinpun harganya terlalu mahal. Jika ibu kota telah rampung dibangun, Kutai Kartanegara merupakan kota yang sangat siap untuk memegang semua dinamika maupun konstilasi bangsa saat ini dan meramu semua itu menjadi suatu konsep yang bersistem.

Bapthista Mario Y Sara
Warga Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara

 

Editor: Fathin Robbani Sukmana

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI