Media Sosial dan Pengaruhnya terhadap Perilaku Konsumtif: Tinjauan Psikologi Sosial

Media Sosial
Ilustrasi: istockphoto

Perkembangan teknologi telah mengantarkan manusia pada inovasi-inovasi dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satunya internet.

Perkembangan internet secara besar-besaran tanpa disadari membawa manusia pada pola kehidupan sosial yang baru, sebab sebagaimana kita sadari banyak sekali media sosial yang memungkinkan kita terhubung satu sama lain dengan jangkauan yang lebih luas (Mulawarman & Nurfitri, 2017: 36).

Dewasa ini media sosial bukan hanya sebagai alat untuk berkomunikasi melainkan bergeser menjadi ladang untuk berdagang. Masifnya penggunaan media sosial ternyata menjadi peluang untuk banyak orang menawarkan berbagai produk dan jasa yang mereka miliki.

Bacaan Lainnya
DONASI

Bahkan platform-platform khusus untuk jual beli saat ini banyak ditemui yang selanjutnya disebut sebagai e-commerce. Akses yang lebih mudah dan efektif dalam proses jual beli melalui e-commerce ini banyak digandrungi oleh masyarakat.

Bagaimana tidak, hanya dengan telepon pintar orang-orang dapat mengakses toko-toko yang menawarkan berbagai produk dengan model iklan yang cukup variatif, seperti katalog foto lengkap dan review detil produk melalui video. Selain itu pembayaran juga terbilang mudah.

Manusia sebagai makhluk hidup memang memiliki berbagai macam kebutuhan. Kebutuhan tersebut masih dikelompokkan lagi menjadi tiga kategori, primer, sekunder, dan tersier. Banyaknya kebutuhan tersebut tentu tidak dapat melepaskan manusia dari kegitan konsumsi (Mujahidah, 2021:2).

Akan tetapi banyak orang yang selalu mencari kepuasan dengan mengonsumsi sesuatu bukan atas dasar kebutuhannya melainkan keinginannya. Perilaku ini disebut dengan perilaku konsumtif yang belakangan ini dipengaruhi oleh massifnya penggunaan media sosial dan menjamurnya e-commerce.

Perilaku konsumtif merupakan perilaku individu yang dipenagruhi oleh beberapa faktor sosiologis dalam kehidupannya (Melinda dkk, 2022: 2).

Fenomena tersebut cukup menarik jika dikaji dengan kacamata psikologi sosial. Penggunaan platform-platform yang membuat individu dapat berinteraksi satu sama lain dan mengakses dunia dengan lebih luas serta kemudahan bertransaksi dalam jual beli ternyata cukup berpengaruh terhadap perilaku individu.

Sebab terdapat jaringan sosial di dalamnya sehingga memungkinkan terjadinya pengaruh sosial. Pengaruh sosial (social influence) merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh pihak tertentu baik individu maupun kelompok untuk mengubah kepercayaan, sikap, persepsi, atau bahkan tingkah laku orang lain.

Interaksi seseorang dengan orang lain atau kelompok tertentu menyebabkan terjadinya proses saling mempengaruhi (Hidayat & Bashori, 2016: 77). Dalam konteks jejaring sosial jenis pengaruh yang paling sering dijumpai adalah pengaruh normatif (normative influence).

Pengaruh normatif adalah keinginan di mana seseorang ingin untuk disukai dan menghindari penolakan. Pengaruh normatif mendorong seseorang untuk membuat diri menjadi sesuai dengan khalayak agar dapat diterima dan disukai.

Intensitas penggunaan media sosial dapat membuat seseorang terpengaruh oleh tekanan dari luar baik individu maupun yang bersifat kelompok.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa media sosial selain sebagai sarana untuk berkomunikasi juga menjadi ajang untuk menampilkan citra diri sebaik mungkin. Properti dan segala bentuk matrealitas yang melekat dalam diri seseorang biasanya saling mempengaruhi satu sama lain.

Branding yang dibangun oleh setiap individu melalui media sosial—khususnya mereka yang memiliki banyak pengikut (follower) seringkali menjadi standar orang lain dalam menampilkan citra diri. Maka tidak heran banyak dijumpai individu yang berusaha mengikuti dan menyesuaikan diri dengan idolanya, baik dari sikap maupun penampilan.

Tokoh publik dengan pengikut yang banyak selanjutnya juga disebut sebagai influencer. Sebab mereka diyakini mampu memberikan banyak pengaruh terhadap pengikutnya melalui akun media sosialnya. Oleh sebab itu, tokoh publik dengan follower banyak biasanya dibayar untuk megiklankan produk-produk tertentu.

Dalam proses pengiklanan produk tersebut jelas terjadi proses pengaruh sosial sebab di dalamnya terdapat beberpa teknik yang digunakan. Pertama, teknik low-ball. Teknik ini biasanya dimulai dengan tawaran yang menarik. Namun setelah sasaran menerima tawaran, persetujuannya berubah menjadi tidak menarik lagi (Suryanta dkk, 2012: 248).

Misalnya ketika influencer memasarkan produk milik brand tertentu dengan harga promo yang menarik. Ketika konsumen tertarik dan kemudian menghubungi brand terkait, promonya akan hilang dengan alasan batas waktu sudah habis atau promo berlaku dengan syarat tertentu—misalnya dengan turut berkontribusi dalam menayangkan produk di akun media sosialnya atau membagikan informasinya ke kontak-kontak yang dimilikinya.

Biasanya dalam kasus ini individu yang sudah terlanjur tertarik sering kali menerima penawaran tersebut, apalagi jika produk tersebut mulanya ditawarkan oleh tokoh publik yang digemarinya.

Kedua, teknik that’s-not-all. Teknik ini biasanya menawarkan keuntungan tambahan kepada orang-orang yang menjadi target. Keuntungan tersebut dipaparkan sebelum target memutuskan untuk menerima atau menolak tawaran tersebut.

Misalnya saat iklan ditayangkan secara langsung pada siaran TV, kemudian disampaikan bahwa penelepon pertama akan mendapat potongan harga sekian persen (Hidayat & Bashori, 2016: 81).

Biasanya sering juga dijumpai influencer yang memberikan keuntungan menarik dengan mengambil random dari pengikutnya yang memberikan komentar, membagikan postingan, dan merekomendasikan kepada teman.

Teknik-teknik tersebut di bawah pengaruh influencer tentu akan memberikan dampak bagi para pengikutnya. Hal tersebut sangat mungkin menjadi motivasi masyarakat untuk turut aktif dalam kegiatan konsumsi.

Dalam sebuah penelitian dipaparkan bahwa demografi pada perilaku konsumtif berkaitan dengan konsep perilaku konsumen yang berhubungan dengan populasi dan kelompok (Takwa & Mukhlis, 2022: 833).

Tanpa disadari individu jatuh ke dalam konformitas. Konformitas adalah perilaku untuk mengikuti norma kelompok atau individu acuan, serta menerima ide atau aturan kelompok yang mengatur cara individu berperilaku.

Dalam kontek bahasan ini konformitas yang sangat sering dilakukan biasanya didasarkan  pada peniruan. Peniruan di sini adalah keinginan individu untuk sama dengan orang lain. Peniruan biasanya dilakukan kepada sosok yang dikagumi.

Dampak dari konformitas yang didasarkan atas peniruan tersebut menjadi alasan bagi individu untuk berperilaku konsumtif. Membeli semua hal yang dapat merealisasikan keinginannya untuk menjadi sama dengan tokoh idealnya. Pada titik ini pengaruh sosial telah bekerja.

Sayangnya perilaku konsumtif, memupuk barang untuk berhasil sama dengan tokoh idealnya akan mengubur value yang sebenarnya dari setiap individu. Alih-alih mengasah skill untuk mengembangkan potensi diri, individu justru hanya akan fokus pada matrealitas yang melekat pada tubuhnya.

Oleh sebab itu beberapa penelitian mengatakan bahwa individu dengan rasa percaya diri dan harga diri yang besar tidak akan mudah jatuh pada konformitas. Sebab individu tersebut berani untuk menjadi berbeda dan tetap menjadi dirinya sendiri.

Sejatinya setiap individu memiliki ciri khasnya masing-masing, sehingga perbedaan adalah sebuah keniscayaan yang semestinya dapat diterima.

Pada hakikatnya pengaruh sosial tidak selalu berarti negatif. Pengaruh sosial merupakan proses yang dinamis. Dikarenakan proses tersebut dinamis maka perubahan sosial merupakan hal yang melekat dalam lapisan masyarakat.

Sehingga sudah selayaknya kita terima, hanya saja perlu adanya pertimbangan logis sebelum akhirnya hanyut dalam pengaruh sosial. Begitu juga penggunaan media sosial dan platform-platform jual beli, menjadi positif atau negatif tergantung pada penggunanya.

Maka sebagai makhluk yang rasional sudah selayaknya manusia menjadi bijak. Sebab bagaimana pun perkembangan teknologi dalam ruang lingkup tersebut juga bermanfaat bagi perkembangan ekonomi.

Penulis: Nabila Ayu Ningrum (22200011100)
Mahasiswa Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam UIN Sunan Kalijaga

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Reference

Hidayat, Komaruddin & Bashori Khaoiruddin. 2016. Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Melinda dkk. (2022). Perilaku Konsumtif Dan Kehidupan Sosial Ekonomi Mahasiswa Rantau (Studi Kasus Mahasiswa Toraja Di Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal Ilmiah Society, 2, 1-12.

Mujahidah, A. Nooriah. (2021). Analisis Perilaku Konsumtif Dan Penanganannya. Indonesian Journal of School Counseling: Theory, Application and Development, 1, 01-10.

Mulawarman & Nurfitri, Aldila Dyas. (2017). Perilaku Pengguna Media Sosial beserta Implikasinya Ditinjau dari Perspektif Psikologi Sosial Terapan. Buletin Psikologi, 25, 36 – 44.

Suryanta dkk. 2012. Pengantar Psikologi Sosial. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR.

Taqwa, Yayang Syania Sabilla. (2022). FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMTIF PADA GENERASI Z. JURNAL EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA, 11, 831-840.

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI