Industri pakaian pada saat ini sedang didominasi oleh fast fashion yang mengakibatkan adanya pembelian yang berlebihan. Konsumen membeli pakaian ataupun produk lebih banyak daripada yang mereka butuhkan. Hal ini didasari oleh keinginan seseorang untuk mengikuti tren.
Industri pakaian sangat memahami konsep yang akan digunakan untuk menguasai pasar saat ini. Contohnya merek fast fashion industri terbesar di Indonesia yang mampu menawarkan produk baru pada konsumen dalam hitungan minggu.
Sehingga fashion saat ini mengalami percepatan yang bukan lagi berdasarkan pergantian musim tetapi dapat berubah dalam waktu 6 minggu atau kurang.
Selain brand-brand besar, banyak juga brand lokal di e-commerce seperti Shopee yang menawarkan pakaian dengan kualitas dan harga terjangkau. Hal ini membuat konsumen semakin nyaman dan mudah terpengaruh untuk membeli produk fashion terbaru tanpa harus keluar rumah.
Hal ini cenderung responsif oleh kaum anak muda terhadap tren dan lebih cenderung mengutamakan harga yang terjangkau. Kemudahan inilah yang membuat konsumen melakukan pembelian secara impulsif dan memperburuk kecenderungan konsumtif dalam segi fashion.
Industri fast fashion sangat mendorong budaya konsumerisme di kalangan masyarakat apalagi bagi anak muda. Pola ini akan menyebabkan ketidakpuasan dan sifat boros dalam berbelanja. Tanpa disadari, kita sering melakukan pembelian barang yang tidak dibutuhkan akibat perilaku impulsif.
Contohnya ketika sedang membuka e-commerce dan melihat baju yang kita inginkan, tanpa berpikir panjang kita langsung membeli baju tersebut. Padahal kondisi saat itu hanyalah keinginan sesaat. Sehingga hal ini menjadi pemicu kepada gaya hidup boros yang mengubah pola konsumsi masyarakat.
Industri pakaian merupakan industri kedua yang paling merusak lingkungan. Akan ada banyak sekali dampak negatif terhadap lingkungan yang dapat menimbulkan pencemaran air dan kerusakan lingkungan karena bahan kimia beracun demi mendapatkan bahan yang lebih murah dan dapat diproduksi dengan cepat.
Salah satu bahan yang paling umum digunakan dalam memproduksi pakaian adalah poliester. Saat melakukan pencucian, kain polyester akan mengeluarkan microfiber yang bisa menambahkan kadar plastik di laut dan sulit diurai serta memberikan pengaruh buruk bagi makhluk hidup.
Baca Juga: Dari Fast Fashion Menuju Sustainable Fashion: Transformasi dalam Industri Pakaian
Maka dari itu, dibalik harga jualnya yang terjangkau, ada harga yang sangat mahal yang harus dibayar oleh lingkungan sebagai dampak dari fast fashion yaitu penumpukkan sampah limbah akibat naiknya konsumsi produksi yang bisa saja meningkat tiga kali lipat hingga 25 tahun ke depan.
Di negara-negara maju, pakaian bekas yang tidak terpakai sering kali dikirim ke negara berkembang sebagai donasi dan dijual murah di pasar lokal.
Meskipun terlihat sebagai solusi untuk mengurangi limbah, kenyataannya banyak dari pakaian tersebut berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan sangatlah sulit untuk mengolah bahan tekstil dalam berjumlah besar.
Untuk mengurangi dampak negatif dari adanya fast fashion, berbagai langkah bisa dilakukan terutama yang sedang banyak dibicarakan di sosial media, salah satunya adalah ajakan untuk melakukan konsep slow fashion yang lebih menekankan kualitas dan bisa dipakai minimal tiga ratus kali atau sama dengan 5 tahun lamanya.
Selain itu, edukasi dan kampanye kesadaran seperti “30 wears challenge” mendorong konsumen untuk lebih bijak dalam membeli pakaian. Dengan mengadopsi pola konsumsi yang lebih bertanggung jawab, masyarakat dapat membantu mengurangi limbah tekanan pada lingkungan akibat industri fashion.
Sebagai kesimpulan, dampak fast fashion terhadap lingkungan sangatlah signifikan, mulai dari limbah tekstil yang terus bertambah, konsumsi air yang berlebihan, hingga pencemaran lingkungan akibat bahan kimia berbahaya. Jika tidak segera diatasi, industri ini akan terus memberikan tekanan besar pada ekosistem kita.
Baca Juga: Peran Fast Fashion terhadap Terbentuknya Stratifikasi Sosial
Oleh karena itu, diperlukan perubahan menuju konsumsi yang lebih bertanggung jawab. Masyarakat dapat berkontribusi dengan memilih pakaian berkualitas dan tahan lama, mendukung merek yang menerapkan prinsip keberlanjutan, serta mengadopsi kebiasaan seperti membeli pakaian bekas atau mendaur ulang.
Dengan langkah-langkah ini, kita dapat mengurangi dampak negatif fast fashion dan berkontribusi pada masa depan yang lebih ramah lingkungan. Inilah saat yang tepat untuk beralih dari konsumsi berlebihan menuju gaya hidup yang lebih bijak dan berkelanjutan demi bumi yang lebih sehat untuk generasi yang akan mendatang.
Penulis:
1. Jessica Felicia 2442040 (Otoklix 2)
2. Jessy Andrianti 2441072 (Otoklix 2)
3. Frankygus 2451089 (Otoklix 2)
4. Dennis Septiady Shia 2441240 (Otoklix 2)
5. Eileen Violita 2451110 (Otoklix 2)
6. Angeline Kie 2446018 (Otoklix 2)
7. Suci Asmeiranda 2432055 (Otoklix 2)
8. Evando Kuek 2431003 (Otoklix 2)
9. Steven Halim 2441020 (Otoklix 2)
10. Adinda Nasya Okalani 2451111 (Otoklix 2)
11. Salsabila Mutiara Yusni 2412032 (Otoklix 2)
12. Stanley Rezeki Putra 2431044 (Otoklix 2)
13. Brozi Mafitrul Alhadi 2441317 (Otoklix 2)
14. Christian Ricardo 2431169 (Otoklix 2)
15. Rayhan Risqi 2442148 (Otoklix 2)
16. Giodinsa 2412007 (Otoklix 2)
17. Michelyn Limmousine 2441173 (Otoklix 2)
Mahasiswa Universitas Internasional Batam
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News