Penentuan Kadar Tablet Asetosal dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis
Penulis: Veny Hayati
Mahasiswa DIII Farmasi, Politeknik Kesehatan Hermina, Jakarta, Indonesia.
PENDAHULUAN
Asetosal atau asam asetilsalisilat adalah golongan obat turunan salisilat. Nama sistematis IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry). Asetosal adalah asam asetat asam 2-asetilbenzoat. Rumus molekul asetosal adalah C9H8O4, berat molekul 180,16 g/mol, kelarutan dalam air adalah 3 mg/ml (20 °C), titik leleh 135 °C, bubuk putih kristal, tidak berbau menyengat.
Stabil di udara kering; di dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat (Kementerian Kesehatan RI., 2020). Asetosal yang sering dikenal dengan aspirin, digunakan di masyarakat luas sebagai pereda rasa nyeri (analgesik), penurun demam (antipiretik), dan peradangan (antiinflamasi).
Asetosal dalam dosis tinggi dapat menyebabkan berbagai efek samping, termasuk iritasi lambung, perdarahan, perforasi, dan kebocoran lambung, serta dapat menghambat aktivitas trombosit. Penentuan kandungan asetosal dalam formulasi sangat penting untuk pengujian kualitas produk sebelum dan selama proses pembuatan, serta setelah pembuatan produk jadi.
Baca Juga: Obat Amoxicillin,Tetrasiklin, Betahistine
Pengendalian mutu kandungan asetosal dalam sediaan farmasi perlu ditingkatkan dengan mengembangkan metode uji yang dapat memenuhi parameter validasi metode analisis. Penting juga untuk mengembangkan metode yang tidak terlalu sulit, lebih cepat, dan lebih murah.
Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan spektrofotometri UV-Vis untuk memvalidasi suatu metode penentuan kadar asetosal dalam sediaan farmasi.
Validasi analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa metode tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Sayuthi & Kurniawati, 2017).
Prosedur analisis dapat memberikan hasil data yang dipercaya jika memenuhi beberapa parameter validasi yang telah disyaratkan yaitu presisi, akurasi, batas deteksi (LOD), batas kuantitasi (LQD), linieritas, selektivitas dan ketahanan metode.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis penentuan kadar asetosal dalam tablet obat sakit kepala secara spektrofotometri UV-Vis menggunakan parameter uji linieritas, presisi, batas deteksi (LoD), batas kuantit (LoQ), dan nilai ketidakpastian pengukuran.
Hasil yang diharapkan adalah tersedianya data evaluasi kinerja spektrofotometri UV-Vis dalam penentuan kadar asetosal pada tablet obat sakit kepala, memastikan linearitas, presisi, LoD dan LoQ dari hasil metode analisis, dan menghindari bias, mengurangi risiko terjadinya penyimpangan.
METODE PENELITIAN
Bahan:
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah serbuk asetosal murni, sampel tablet asetosal, HCl pekat, larutan methanol, akuades, dan kertas saring.
Alat:
Peralatan yang digunakan adalah Spektrofotometer UV-Vis, kuvet, timbangan analitik, labu ukur, beaker glass, gelas ukur, mortar dan stamper.
Prosedur Penelitian:
Pembuatan larutan induk asetosal
Sebanyak 10 mg asetosal ditimbang hati-hati dan kemudian ditambahkan larutan 0,1 N HCl: metanol (1:1) dalam volume 50 ml ke dalam beaker glass. Asetosal dan pelarut kemudian diaduk dengan sampai larut sempurna.
Larutan yang dihasilkan kemudian dipindahkan ke labu ukur 100 mL dan 0,1 N HCl: metanol (1:1) ditambahkan sampai tanda batas pada labu ukur. Larutan dikocok hingga homogen untuk memperoleh larutan induk asetosal dengan konsentrasi 100 mg/L.
Pembuatan larutan standar asetosal
Larutan standar asetosal disiapkan pada berbagai konsentrasi 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm yaitu dengan mengambil larutan induk asetosal 100 mg/L dengan konsentrasi sebanyak 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 mL secara berurutan.
Pipet dari setiap larutan induk asetosal ditempatkan dalam labu ukur 10 mL dan dikalibrasi sampai tanda batas dengan pelarut HCl: metanol 0,1 N (1:1). Bagian atas labu dibersihkan dan dikocok hingga homogen.
Pembuatan larutan sampel
Sampel tablet asetosal digerus halus kemudian serbuk sebanyak 50 mg dimasukkan ke dalam beaker glass 100 mL. Kemudian ditambahkan 50 mL HCl: metanol 0,1N (1:1) dan diaduk sampai larut sempurna. Larutan ditempatkan dalam labu ukur 50 mL dan ditera sampai batas dengan pelarut HCl 0,1 N: metanol (1:1).
Bagian atas labu ukur dilap dan dikocok hingga homogen. Langkah selanjutnya adalah menyaring dengan kertas saring. Diambil 1 mL filtrat yang dihasilkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Kemudian tambahkan 0,1 N pelarut HCl: metanol (1:1) ke dalam labu ukur sampai tanda batas. Lap tepi labu takar dan lanjutkan mengocok hingga homogen.
Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan mengukur absorbansi larutan standar dengan konsentrasi 6 mg/L pada panjang gelombang 200-400 nm pada interval pengukuran 2 nm. Linearitas ditentukan dengan mengukur absorbansi dari kurva standar.
Selanjutnya kami membuat kurva kalibrasi, di mana sumbu x adalah perubahan konsentrasi standar yaitu 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm, dan sumbu y adalah respon absorbansi sampel untuk variasi konsentrasi. Presisi ditentukan dengan mengukur absorbansi standar asetosal 6 ppm dalam enam kali pengulangan pada panjang gelombang maksimum.
Penentuan konsentrasi (x) untuk setiap pengukuran diperoleh dengan menghitung nilai x yang diperoleh dengan persamaan regresi linier dari kurva standar, di mana y adalah nilai absorbansi larutan.
Baca Juga: Mekanisme Amlodipine dan Teofilin
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan panjang gelombang maksimum asetosal
Penentuan panjang gelombang maksimum sangat berpengaruh terhadap analisis kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer, karena perubahan konsentrasi yang kecil dapat menyebabkan perubahan besar absorbansi.
Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum untuk asetosal adalah 237 nm bahwa hasil tidak berbeda jauh dengan yang diperoleh (Gujarathi, 2010) menunjukkan bahwa panjang gelombang maksimum asetosal adalah 232,98 nm.
Selain puncak maksimum asetosal, puncak dianion salisilat muncul pada panjang gelombang 304 nm. Hidrolisis dapat terjadi karena asetosal yang digunakan terhidrolisis sebagian akibat kelembaban yang dihasilkan selama proses penyimpanan.
Adanya absorbsi pada panjang gelombang ini mempengaruhi absorbansi sampel yang diukur. Absorbansi sampel pada panjang gelombang 237 nm akan berkurang. Hasil pengukuran kadar asetosal lebih kecil dari nilai sebenarnya. Hal ini dapat diminimalkan penyimpanan asetosal dalam kondisi tertutup tanpa terpengaruh oleh kelembaban sekitar (Kuntari et al., 2017).
Penentuan Linieritas
Linieritas menggambarkan kemampuan metode analisis untuk mendapatkan hasil pengujian sesuai dengan konsentrasi sampel yang terkandung dalam sampel rentang konsentrasi tertentu. Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda.
Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefisien korelasinya (Gandjar, G.H., dan Rohman, 2012). Penentuan linieritas dalam penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi larutan standar dari 2 sampai 10 ppm.
Baca juga: Swamedikasi atau Pengobatan Sendiri saat Menangani Penyakit Maag
Kurva standar adalah metode standar yang dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi analit menurut peraturan hukum Lambert-Beer. Kurva standar ditentukan oleh serangkaian analisis. Hasil kurva kalibrasi linier asetosal dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1
Hasil Kurva Kalibrasi Linier Asetosal.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai R2 sebesar 0.9967. Hasil ini menunjukkan bahwa metode ini memiliki linearitas yang baik pada rentang konsentrasi 2-10 ppm. Persamaan regresi linier yang diperoleh pada tahap ini digunakan untuk menentukan kadar asetosal pada tahap selanjutnya.
Harga kemiringan yang diperoleh berdasarkan rumus regresi linier yang diperoleh adalah 0,0599 dan intersep adalah 0,0116. Nilai slope yang diperoleh dari perhitungan mencerminkan sensitivitas metode. Sensitivitas menggambarkan hubungan perubahan respons meter terhadap perubahan konsentrasi analit yang diukur, sehingga semakin sensitif metode analisis maka semakin mendekati satu nilai koefisien relasi. Hal ini ditentukan oleh kemiringan grafik kalibrasi.
Penentuan Kadar Sampel Asetosal
Dalam penelitian ini, penentuan kadar sampel asetosal ditentukan dengan mengukur absorbansi larutan standar dengan konsentrasi 6 mg/L sebanyak enam kali. Penentuan kadar dimaksudkan untuk menjamin mutu dan keamanan obat.
Pengukuran Limit of Detection (LOD) atau batas deteksi untuk memeriksa konsentrasi terendah yang dapat dideteksi alat dalam menentukan kadar asetosal. Data hasil pengukuran absorbansi dalam penentuan kadar sampel asetosal dengan metode spektrofotometer UV-Vis, dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Data Pengukuran Penentuan Kadar Asetosal.
Pengulangan Absorbansi Konsentrasi (mg/L) Kadar Sampel (%) 1 0,155 5,6327 2 3 4 0,155 0,155 0,155 5,6327 5,6327 5,6327 93,88 5 0,155 5,6327 6 0,155 5,6327
Berdasarkan data pada tabel 1, menunjukkan bahwa persentase kadar sampel asetosal sebesar 93,88% telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi VI yaitu tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110%.
Baca Juga: Macam-Macam Jenis Dosis Obat yang Perlu Diketahui
PENUTUP
Simpulan
Dari data hasil penelitian yang telah dilakukan, penentuan kadar sampel tablet asetosal dengan metode spektrofotometer UV-Vis memiliki hasil persentase kadar sebesar 93,88% yang menunjukkan kadar sampel telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketetapan pada literatur.
Saran
Pengukuran asetosal menggunakan spektrofotometri UV-Vis ternyata memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ketidakpastian pengukuran, sehingga penelitian dan pengembangan dapat dilakukan pengulangan secara akurat.
Daftar Pustaka
Gandjar, G.H., dan Rohman, A. (2012). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gujarathi, S. C. (2010). Simultaneous Determination of Aspirin and Ticlopidine in Combined Tablet Dosage from by First Order Derivative Spectroscopy, Area Under Curve (AUC) and Ratio Derivative Spectrophotometric Methods. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, 3(1), 115–119.
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Kemenkes RI.
Kuntari, K., Aprianto, T., Noor, R. H., & Baruji, B. (2017). Verifikasi Metode Penentuan Asetosal Dalam Obat Sakit Kepala Dengan Metode Spektrofotometri Uv. JST (Jurnal Sains Dan Teknologi), 6(1), 31–40. https://doi.org/10.23887/jst-undiksha.v6i1.9398.
Sayuthi, M. I., & Kurniawati, P. (2017). Validasi Metode Analisis Untuk Penetapan Kadar Parasetamol Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet. Pharmacon, 4(4), 190–201.
Penentuan Kadar Parasetamol dalam Formulasi Sediaan Tablet secara Spektrofotometri Uv-Vis
Penulis: Rani Yulina
Mahasiswa DIII Farmasi, Politeknik Kesehatan Hermina, Jakarta, Indonesia.
ABSTRAK
Penentuan kadar Parasetamol dalan formulasi tablet dengan spektrofotometri UV-Vis. Parasetamol adalah pereda nyeri dan antipiretik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar bahan aktif parasetamol dalam sampel obat Farmakope Indonesia (FI) edisi VI dan penentuan keakuratan metode uji spektrofotometri UV-Vis untuk penentuan konsentrasi.
Hasil penelitian diperoleh panjang gelombang maksimum Parasetamol yaitu 247 nm dan persentase kadar Paracetamol sebesar 63,28%. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa kadar tablet Paracetamol dengan metode spektrofotometri UV-Vis sudah memenuhi parameter pengujian yang telah ditentukan dan diperoleh hasil persentase kadar Paracetamol tidak memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia edisi VI yaitu tidak kurang dari 90% – 110%.
Kata Kunci: Spektrofotometri UV-Vis, Paracetamol, Farmakope Indonesia.
Baca Juga: Metformin: Obat Diabetes yang Aman pada Masa Kehamilan
ABSTRACT
Determination of Paracetamol levels in tablet formulations by UV-Visible spectrophotometry. Paracetamol is a pain reliever and antipyretic. The purpose of this study was to determine the levels of the active ingredient paracetamol in samples of the Indonesian Pharmacopoeia (FI) edition VI and determine the accuracy of the UV-Vis spectrophotometric test method for concentration determination.
The results showed that the maximum wavelength of Paracetamol was 247 nm, and the percentage of Paracetamol levels was 63.28%. From the results of the study, it was concluded that the levels of Paracetamol tablets using the UV-Vis spectrophotometry method had met the test parameters that had been determined and the results showed that the percentage of Paracetamol levels did not meet the requirements set out in the Indonesian Pharmacopoeia VI edition, which was not less than 90% – 110%.
Keywords: UV-Vis Spectrophotometry, paracetamol, Indonesian Pharmacopoeia.
PENDAHULUAN
Obat adalah zat atau paduan bahan yang mengandung produk biologi, mempengaruhi atau mempelajari sistem atau keadaan fisiologis patologi untuk menegakkan diagnosis, pencegahan, pengobatan, pemulihan, promosi dan pencegahan kesehatan, untuk orang-orang.
Proses pembuatan suatu obat membutuhkan bahan atau campuran bahan-bahan aktif lain yang mungkin terjadi selama penggunaan menghasilkan sifat atau efek farmakologis diagnosis langsung, pengobatan, pengentasan, pengobatan atau pencegahan penyakit, atau mapinguaries struktur dan fungsi tubuh (BPOM RI, 2021).
Parasetamol adalah pereda nyeri (analgetik) dan penurun panas atau demam (antipiretik) aman, efektif, murah, dan dapat diterima dengan baik dengan efek relatif sedikit saat digunakan pada dosis terapi yang direkomendasikan.
Baca Juga: Teknologi Sediaan Solid: Suppositoria
Parasetamol pertama kali diperkenalkan pada 1955, penggunaan klinis antipiretik, sakit kepala, dan rasa sakit dimulai dari sana lazim di sebagian besar wilayah seluruh dunia (Ibrahim et al., 2013). Parasetamol sering diresepkan dalam bentuk campuran dengan obat-obatan lainnya.
Obat ini dapat ditemukan di berbagai macam sediaan formulasi seperti tablet, kaplet, kapsul, dan sirup, juga bubuk. Pada farmasi industri, mutu suatu sedans sangat perlu dilakukan pengawasan karena merupakan salah satu untuk memenuhi persyaratan dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memberikan kualitas mutu suatu produk yang sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Untuk memperoleh mutu yang berkualitas tersebut maka perlu dilakukan penentuan kadar Paracetamol dalam bentuk sediaan tablet, yang menurut (Kementerian Kesehatan RI., 2020) persyaratan kadar paracetamol yaitu tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110%.
Ketidaksesuaian kadar dengan yang telah ditetapkan pada suatu senyawa obat dapat mempengaruhi kestabilan efek terapi dan menimbulkan hal yang membahayakan bagi konsumen baik berupa efek samping dan efek toksisitas yang ditimbulkan dari obat tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar suatu senyawa obat penting dilakukan untuk mengetahui ketetapan kadar dalam sediaan tablet tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis untuk menentukan kadar Paracetamol. Spektrofotometri UV-Vis merupakan metode yang tidak baku dalam penentuan kadar suatu senyawa. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian di laboratorium sebelum melakukan metode penentuan kadar suatu senyawa yang akan diteliti dengan terlebih dahulu melakukan validasi.
Validasi analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa metode tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Sayuthi & Kurniawati, 2017). Prosedur analisis dapat memberikan hasil data yang dipercaya jika memenuhi beberapa parameter validasi yang telah disyaratkan yaitu presisi, akurasi, batas deteksi (LoD), batas kuantitasi (LoQ), linieritas, selektivitas, dan ketahanan metode.
Baca Juga: Teknologi Sediaan Solid: Tablet
METODE PENELITIAN
Bahan:
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah serbuk Paracetamol murni, sampel tablet Paracetamol, etanol 96%, akuades, dan kertas saring.
Alat:
Peralatan yang digunakan adalah Spektrofotometer UV-Vis, kuvet, timbangan analitik, labu ukur, beaker glass, gelas ukur, mortar, dan stamper.
Prosedur Penelitian:
Pembuatan larutan induk parasetamol kosentrasi 400 ppm
Serbuk standar parasetamol ditimbang sebanyak 20 mg dan dilarutkan dengan etanol dalam gelas beker. Larutan dimasukkan dalam labu ukur 50 mL dan kemudian ditera dengan etanol sampai tanda batas.
Penetapan panjang gelombang maksimum larutan induk
Larutan standar parasetamol dengan konsentrasi 6 ppm dibuat dengan cara memipet sebanyak 0,375 mL dari larutan induk parasetamol kemudian dimasukkan dalam labu ukur 25 mL. Larutan diencerkan dengan etanol sampai tanda batas, kemudian dikocok hingga homogen. Larutan tersebut diukur panjang gelombang maksimumnya pada rentang panjang gelombang antara 200-400 nm.
Pembuatan kurva baku
Dari larutan induk 400 ppm dibuat larutan baku dengan seri konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm sebanyak 25 mL. Larutan seri yang telah dibuat kemudian diukur serapan masing-masing konsentrasinya pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh sebanyak 2 kali pembacaan. Data hasil absorbansi yang diperoleh, selanjutnya dihitung persamaan kurva bakunya sehingga diperoleh persamaan garis y = a + bx.
Baca Juga: Evaluasi Tablet
Penetapan kadar sampel
Sepuluh tablet sampel uji yang telah memenuhi keseragaman bobot kemudian digerus hingga halus dan homogen. Sampel serbuk ditimbang sebanyak 20 mg dan dilarutkan dengan etanol. Larutan disaring dengan kertas saring dan dimasukkan dalam labu takar 50 mL kemudian ditera dengan etanol sampai tanda batas.
Larutan tersebut dipipet sebanyak 0,25 mL, kemudian diencerkan dengan etanol hingga konsentrasi 4 ppm sebanyak 25 mL. Ukur serapan larutan pada panjang gelombang maksimum. Apabila serapan dari larutan sampel uji masih berada di luar range serapan larutan standar, maka larutan diencerkan hingga serapannya masuk di dalam range. Penetapan kadar dilakukan dengan pengulangan sebanyak 10 kali.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Induk
Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan karena panjang gelombang suatu senyawa dapat berubah bila diukur dengan kondisi dan alat yang berbeda. Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang di mana eksitasi elektronik terjadi memberikan absorbansi maksimum.
Tujuan dilakukan pengukuran pada panjang gelombang maksimum adalah perubahan absorbansi untuk setiap satuan kosentrasi adalah paling besar pada panjang gelombang maksimum, sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimum (Sukmawati, 2018).
Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum parasetamol yang diperoleh adalah 247 nm. Panjang gelombang maksimum menunjukkan serapan Paracetamol berada pada daerah UV karena masuk dalam rentang panjang gelombang 200 sampai 400 nm.
Baca Juga: Evaluasi Kapsul Keras
Secara teoritis serapan maksimum untuk parasetamol adalah 244 nm (Grace Pricilia et al., 2015). Kontradiksi ini disebabkan oleh terjadinnya pergeseran pita absorpsi Parasetamol. Pergeseran pita penyerapan ini karena struktur molekulnya. Parasetamol memiliki terikat pada kromofor.
Untuk gugus Auksokrom kemudian berikatan dengan gugus kromofor menyebabkan pergeseran merah (batokrom), yaitu pergeseran pita serapan menuju panjang gelombang yang lebih panjang besar, dengan peningkatan kekuatan penyerapan disebut efek hiperkromik.
Penentuan Linieritas
Linieritas menggambarkan kemampuan metode analisis untuk mendapatkan hasil pengujian sesuai dengan konsentrasi sampel yang terkandung dalam sampel rentang konsentrasi tertentu. Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda.
Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefisien korelasinya (Gandjar, G.H., dan Rohman, 2012). Hal ini dapat dilakukan dengan membuat kurva standar dari beberapa set larutan standar dengan konsentrasi yang diketahui.
Kurva standar adalah metode standar yang dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi analit menurut peraturan hukum Lambert-Beer. Kurva standar ditentukan oleh serangkaian analisis. Konsentrasi standar parasetamol adalah 2; 4; 6; 8 ppm; dan 10 ppm.
Serangkaian konsentrasi larutan diukur pada setiap absorbansi Parasetamol memiliki panjang gelombang maksimum 247 nm. Pengukuran absorbansi larutan standar Parasetamol untuk panjang gelombang maksimum ketika daerah memperoleh titik serap larutan standar Parasetamol terbesar.
Baca Juga: Literatur Review: Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder pada Tanaman sebagai Antidiabetik
Kurva kalibrasi standar diperoleh dengan memplot larutan standar Parasetamol (sumbu x) dan absorbansi (sumbu y), titik-titik ini dihubungkan oleh garis lurus. Hasil kurva kalibrasi larutan standar Paracetamol dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1
Hasil Kurva Kalibrasi Larutan Standar Paracetamol.
Berdasarkan hasil pengukuran penyerapan berbagai konsentrasi larutan parasetamol, memberikan persamaan linier y = 0,0775x + 0,033 dengan nilai koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan adalah 0,9949. Skor Koefisien korelasi yang diperoleh adalah Parasetamol dengan absorbansi linier yang memenuhi kriteria (parameter).
Nilai rentang linier yang dihasilkan menunjukkan bahwa kurva kalibrasi berlaku menggunakan hukum Lambert-Beer, sehingga persamaan garis lurus digunakan untuk menentukan validasi metode penentuan kadar parasetamol spektrofotometer UV-Vis.
Penentuan Kadar Parasetamol
Kadar parasetamol ditentukan dengan mengukur larutan sampel uji mengandung Parasetamol dengan panjang gelombang maksimum 247 nm dengan 10 pengulangan. Penentuan kadar dimaksudkan untuk menjamin mutu dan keamanan obat.
Pengukuran Limit of Detection (LOD) atau batas deteksi untuk memeriksa konsentrasi terendah yang dapat dideteksi alat dalam menentukan kadar Parasetamol. Hasil penentuan kadar Paracetamol dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Hasil Penentuan Kadar Paracetamol.
Pengulangan Absorbansi Konsentrasi (mg/L) Kadar Sampel (mg) Kadar Sampel (%) Keterangan 1 0,230 2,5050 400,43 62 Terdeteksi 2 0,230 2,5050 400,43 62 Terdeteksi 3 0,231 2,5176 402,44 62 Terdeteksi 4 0,233 2,5428 406,47 62 Terdeteksi 5 0,233 2,5428 406,47 62 Terdeteksi 6 0,235 2,5680 410,50 63 Terdeteksi 7 0,236 2,5806 412,51 63 Terdeteksi 8 0,236 2,5806 412,51 63 Terdeteksi 9 0,238 2,6058 416,54 64 Terdeteksi 10 0,239 2,6184 418,56 64 Terdeteksi Rerata kadar sampel 408,68 63
Baca Juga: Glukokortikoid
Dilihat dari data tabel 1, menunjukkan bahwa diperoleh nilai rerata kadar Paracetamol dalam sampel obat sediaan tablet adalah 408,68 mg. Menurut (Werner, D., Thuman, C., Maxwell, 2010) bahwa besarnya kadar parasetamol dalam sediaan tablet yaitu 500.
Hasil rata-rata kadar Parasetamol yang diperoleh yaitu kurang dari besarnya kadar yang seharusnya ada dalam obat sediaan tablet tersebut. Sedangkan persentase kadar parasetamol yang diperoleh sebesar 63,28%.
Menurut persyaratan Farmakope Indonesia edisi VI, bahwa besarnya kadar zat aktif senyawa obat dalam sebuah obat yaitu tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110%. Hasil yang diperoleh dari pengujian ini menunjukkan bahwa adanya ketidaksesuaian antara hasil pengujian dengan standar yang telah ditetapkan dalam literatur.
Faktor penyebab perbedaan hasil pengujian adalah pelarut yang digunakan dalam pengujian, etanol 96%. Karena etanol hadir dalam pelarut organik yang mudah menguap, ada kemungkinan bahwa beberapa bahan aktif parasetamol dalam larutan sampel telah menguap sebelum sampel diukur dalam spektrofotometer.
Pelarut etanol yang mengurangi hasil absorbansi dan kurangnya faktor pengadukan sebelum mengukur larutan sampel juga mempengaruhi hasil yang diperoleh dengan pengujian. Ini karena larutan harus benar-benar homogen untuk hasil terbaik dalam pengujian.
Baca Juga: Penanganan Cedera pada Sprain Ankle
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sampel paracetamol memiliki kadar sebesar 408,68 mg dengan persentase kadar 63%. Hasil penentuan kadar sampel paracetamol tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan dalam literatur.
Saran
Penelitian dan pengembangan lebih lanjut terkait spektrofotometri UV-Vis perlu dilakukan untuk lebih memaksimalkan penggunaan metode ini untuk penentuan kadar parasetamol dalam sediaan tablet.
Daftar Pustaka
BPOM RI. (2021). Badan pengawas obat dan makanan republik indonesia. BPOM RI, 11, 1–16.
Gandjar, G.H., dan Rohman, A. (2012). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Grace Pricilia, Sudewi, S., & Lolo, W. A. (2015). Validasi Metode Analisis Untuk Penetapan Kadar Parasetamol dalam Sediaan Tablet. Pharmacon, 4(4), 168–178.
Ibrahim, T. et al. (2013). Paracetamol Toxicity- An Overview. Emergency Medicine: Open Access, 03(06). https://doi.org/10.4172/2165-7548.1000158.
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Kemenkes RI.
Sayuthi, M. I., & Kurniawati, P. (2017). Validasi Metode Analisis Untuk Penetapan Kadar Parasetamol Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet. Pharmacon, 4(4), 190–201.
Sukmawati. (2018). Optimasi dan Validasi Metode Analisis Dalam Penentuan Kandungan Total Flavonoid Pada Ekstrak Daun Gedi Hijau (Abelmoscus manihot L.) yang Diukur Menggunakan Spektrofotomter UV-Vis. PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT, 7(3), 32–41.
Werner, D., Thuman, C., Maxwell, J. (2010). Apa yang Anda Kerjakan Bila Tidak Ada Dokter (Where There Is No Doctor). Yogyakarta.
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi