Penerapan Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education untuk Kelas 1 SD

Pembelajaran Realistic Mathematics Education

Abstrak

Mengajarkan matematika merupakan usaha dalam membantu siswa untuk mengonstruksi pengetahuan dengan kemampuan dan cara mereka sendiri. Salah satu model pembelajaran Matematika adalah model pembelajaran matematika realistik. Tujuan model Pembelajaran Matematika Realistik yaitu memberi kesempatan siswa untuk berlatih berpikir kreatif. Prinsip pembelajaran RME adalah penemuan kembali secara terbimbing dan matematisasi secara progresif, fenomena yang bersifat mendidik, dan pengembangan model sendiri. Karakteristik pembelajaran RME adalah menggunakan masalah kontekstual, menggunakan model, kontribusi siswa, interaktif, dan terkait dengan topik lainnya. Langkah-langkah pembelajaran RME terdiri dari memahami konteks, memikirkan atau memilih model yang tepat untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan masalah realistik, membandingkan dan mendiskusikan penyelesaian masalah, serta menegosiasikan penyelesaian masalah. Melalui pembelajaran realistik diharapkan siswa mampu mengonstruksi konsep matematika sendiri karena mendapat kesempatan untuk menyelesaikan masalah menggunakan cara mereka sendiri.

Kata kunci: pembelajaran matematika realistik, kontekstual, konstruktivisme

PENDAHULUAN

Pendidikan dilaksanakan untuk memberdayakan bangsa dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Mutu pendidikan merupakan hal yang penting dan perlu dilakukan evaluasi setiap waktu. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika masih rendah. Rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika bukan hanya disebabkan oleh materi yang sulit, tetapi bisa juga disebabkan oleh proses pembelajaran yang dilakukan.

Bacaan Lainnya
DONASI

Kenyataannya pembelajaran matematika pada umumnya masih terpusat pada guru.  Pembelajaran matematika masih menggunakan cara konvensional. Guru lebih memfokuskan pada penghafalan rumus daripada membentuk siswa memahami konsep matematika dan mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa tidak memiliki kebebasan untuk melatih kreativitas berpikir. Pengetahuan siswa hanya terbatas, tidak bisa bebas bereksplorasi sendiri untuk menyelesaikan masalah matematika, hanya apa yang diberikan guru itulah yang menjadi pengetahuan siswa.

Baca Juga: Bagaimana Model Pembelajaran Experiental Learning Diterapkan dalam Pembelajaran Matematika?

Hendaknya saat proses pembelajaran Guru tidak hanya memberikan pengetahuan yang sudah jadi, tetapi melibatkan siswa secara aktif untuk membangun pengetahuan dalam pikiran siswa sendiri. Pembelajaran matematika lebih menekankan pada proses bagaimana siswa membangun pemahamannya sendiri terhadap konsep matematika. Pembelajaran matematika yang sesuai dengan permasalahan di atas adalah  pembelajaran matematika yang memiliki keterkaitan antara konsep matematika dengan pengalaman siswa sehari-hari. Penerapan konsep matematik yang sudah dimiliki siswa pada kehidupan sehari-hari. Menggunakan model pembelajaran yang menyenangkan yang memberikan kesempatan pada siswa untuk melatih kemampuan berpikir kreatif.

Salah satu model pembelajaran matematika yang berorientasi pada pengalaman dan kehidupan sehari-hari siswa adalah Pembelajaran Matematika Realistik. Pembelajaran Matematika Realistik dikembangkan dan dilaksanakan pertama kali di Belanda. Menurut Hadi (2005, p.80) dalam menyelesaikan permasalahan kontekstual pada pembelajaran matematika menggunakan model Pembelajaran Matematika Realistik siswa mendapat kesempatan untuk menyelesaikan masalah menggunakan cara mereka sendiri. Hal ini dapat membuat siswa terbiasa untuk berpikir kreatif dan berani berpendapat sesuai dengan tujuan model Pembelajaran Matematika Realistik yaitu memberi kesempatan siswa untuk berlatih berpikir kreatif.  

PEMBAHASAN

Jika dipikir menggunakan logika, seseorang akan melakukan sesuatu dengan tekun dan sungguh-sungguh apabila mengetahui manfaatnya bagi kehidupannya. Sama halnya dengan pembelajaran matematika, siswa akan tertarik untuk belajar matematika jika siswa mengetahui manfaat matematika bagi kehidupannya. Persepsi seseorang tentang sesuatu dapat mempengaruhi sikapnya terhadap sesuatu (Marpaung, 2001). Oleh karena itu, mengaitkan pembelajaran matematika dengan realitas kehidupan dan pengalaman siswa sehari-hari merupakan salah satu cara untuk membuat siswa tertarik mengikuti pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika yang mengaitkan matematika dengan realitas kehidupan dan pengalaman sehari-hari adalah Pembelajaran Matematika Realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) (Freudenthal dalam Gravermeijer, 1994).

Model pembelajaran RME di Indonesia sering disebut dengan Pendidikan Matematika Realistik (PMR). RME dikembangkan oleh Institut Freudenthal di Belanda. Freudenthal adalah nama seorang tokoh yang mendirikan institut tersebut tahun 1971 yaitu Hans Freudenthal. Di Indonesia RME dikenalkan oleh RK Sembiring dan Pontas Hutagalung setelah menghadiri International Conference on Mathematical Instruction, Shanghai tahun 1994. Tahun 2001 RME di Indonesia dinamai Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) (Hadi, 2018).

Proses pembelajaran matematika dengan RME melibatkan masalah kontekstual sebagai awal pembelajaran matematika. Siswa menganalisis masalah dan mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut. Siswa diberikan kebebasan dalam menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara siswa sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Selanjutnya, dengan atau tanpa bantuan guru siswa berada pada tahap pembentukan konsep dimana konsep-konsep tersebut diaplikasikan kembali pada masalah kontekstual agar dapat memperkuat pemahaman konsep matematika pada siswa.

Baca Juga: Integrasi Matematika dalam Islam di Masa Pandemi

Gravermeijer (1994: 91) mengemukakan bahwa terdapat tiga prinsip kunci dalam model pembelajaran RME. Prinsip pertama adalah Guided Reinvention and Progressive Mathematizing, penemuan kembali secara terbimbing dan matematisasi secara progresif. Siswa diberi permasalahan kontekstual dan diberi kesempatan yang sama untuk mengetahui jenis masalah kontekstual yang mempunyai solusi dengan berbagai kemungkinan. Selanjutnya, matematisasi prosedur pemecahan masalah yang sama dan perancangan sintak pembelajaran yang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep sendiri (Fauzan, 2002). Prinsip kedua adalah Didaktical Phenomenology, fenomena yang bersifat mendidik. Fenomena pembelajaran menekankan pentingnya masalah kontekstual memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Prinsip ketiga Self Developed Models, pengembangan model sendiri. Prinsip ini berfungsi untuk menghubungkan pengetahuan informal dengan matematika formal. Saat memecahkan masalah kontekstual siswa mengembangkan model sendiri.

Trefferes (1987) mengemukakan bahwa terdapat lima karakteristik RME yaitu penggunaan konteks, penggunaan model, pemanfaatan hasil konstruksi siswa, interaktivitas, dan keterkaitan. Penggunaan konteks yang dimaksud adalah konteks yang dekat dengan pengalaman siswa, konteks yang dapat dibayangkan siswa sebagai titik awal pembelajaran. Penggunaan model yang digunakan bertujuan untuk mendekatkan siswa pada proses belajar matematika. Pemanfaatan konstruksi siswa artinya anak bebas menggunakan berbagai cara dalam belajar matematika. Interaktivitas yaitu ketika siswa mampu mengembangkan kemampuan intrapersonalnya. Proses pembelajaran yang membuka ruang diskusi dan interaksi antar siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Keterkaitan ditunjukkan pada konsep-konsep matematika akan saling berkaitan baik dengan konsep matematika maupun dengan konsep mata pelajaran lainnya dalam pembelajaran RME.

Teori bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep dan prinsip agar siswa memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen. Sehingga siswa dapat menemukan konsep dan prinsip itu sendiri (Trianto, 2012). Maka antara teori Bruner dan pembelajaran RME saling berkaitan. Dalam pembelajaran RME siswa diberi kesempatan untuk menemukan pemecahan masalah menggunakan ide mereka sendiri dan dihubungkan dengan hal-hal nyata di sekitar mereka. Sehingga siswa aktif dalam pembelajaran. Teori konstruktivisme mengungkapkan bahwa belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan. Dalam teori konstruktivisme, peran guru dalam pembelajaran yaitu menjadikan pembelajaran berjalan lancar dan mendorong siswa agar mampu mengembangkan pembelajaran itu sendiri.

Sebelum melaksanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran RME guru hendaknya membuat desain pembelajaran. Desain pembelajaran digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran. Terdapat langkah-langkah dalam model pembelajaran RME menurut Hobri (Hadi, 2003: 102) yaitu memahami konteks, memikirkan atau memilih model yang tepat untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan masalah realistik, membandingkan dan mendiskusikan penyelesaian masalah, serta menegosiasikan penyelesaian masalah.

Desain pembelajaran yang penulis gunakan yaitu pembelajaran Matematika kelas 1 SD, semester 1, Tema 2 dengan menggunakan model pembelajaran RME. KD 3.4 menjelaskan dan melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan yang melibatkan bilangan cacah sampai dengan 99 dalam kehidupan sehari-hari serta mengaitkan penjumlahan dan pengurangan. Menurut Clark, C. W (2012: 20) setiap warga negara dimana pun wajib untuk sadar angka karena angka selalu bersentuhan dalam kehidupan sehari-hari sehingga baik untuk diajarkan pada siswa kelas 1 sebagai tonggak awal pendidikan formal. Hal ini diperkuat oleh Santrock, J. W (2010: 378) yang mengungkapkan kemampuan tentang angka ini biasanya didukung dengan kemampuan berhitung umumnya menghitung 1-20 atau bahkan sampai 100.

Sarama, J & Clements, D. H (2009: 27) menjelaskan bahwa operasi hitung matematika di sekolah dasar masih tergolong standar dan sederhana yaitu penjumlahan dan pengurangan biasanya diajarkan untuk siswa kelas 1 kemudian perkalian dan pembagian diajarkan mulai dari kelas 2 dan seterusnya. Menurut Harmanto, M. I (2017: 3) operasi hitung penjumlahan adalah operasi dasar aritmetika yang dilakukan oleh siswa dengan menjumlahkan atau menambah dua buah bilangan menjadi sebuah bilangan. Sedangkan operasi hitung pengurangan adalah operasi dasar aritmetika yang dilakukan oleh siswa dengan mengurangi dua buah bilangan menjadi sebuah bilangan. Vebrian, R & Putra, Y. Y (2019: 13) mengungkapkan jika mengajarkan operasi penjumlahan dan pengurangan pada siswa sekolah dasar kelas 1 adalah dengan mengaitkannya dalam konteks kehidupan sehari-hari, artinya materi dikaitkan dengan lingkungan sekitar siswa sehingga siswa akan lebih mudah mengerti.

PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) yang diadaptasi dari RME (Realistic Mathematic Education) Putri (2011: 235) menyatakan bahwa terdapat dua hal yang menjadi dasar dilaksanakannya pembelajaran matematika dengan menggunakan PMRI pertama, matematika harus dekat dengan siswa dan harus relevan dengan kehidupan sehari-hari.  Kedua, matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga harus beraktivitas atau diberi kesempatan untuk mencari tahu konsep matematika sesuai dengan pengalaman yang telah didapatkan siswa.

Kegiatan pendahuluan pembelajaran diawali dengan siswa menjawab salam dari guru dan menjawab pertanyaan guru tentang kabar siswa. Selanjutnya siswa diajak berdoa. Setelah itu siswa diberi motivasi agar semangat belajar. Siswa menyimak apersepsi dan penjelasan dari guru tentang materi yang akan dipelajari.

Langkah pembelajaran yang pertama yaitu memahami konteks. Pada awal pembelajaran guru mengajukan masalah realistik. Masalah realistik yang diajukan yaitu berupa soal matematika yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Ibu membelikan Bayu 4 permen. Bayu membeli lagi 10 permen. Berapa permen Bayu sekarang? Dori memiliki 16 kelereng, lalu diberikan kepada Galih 7 kelereng. Berapa sisa kelereng Dori sekarang? Soal tersebut dikatakan masalah realistik karena menggambarkan benda (kelereng dan permen) yang diketahui siswa dan berhubungan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Sehingga siswa lebih mudah memahami soal.

Baca Juga: Mengapa Matematika Menjadi Tolok Ukur dari Kecerdasan Seseorang?

Kedua, memikirkan atau memilih model yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Pada langkah ini siswa diminta untuk menjelaskan atau mendeskripsikan permasalahan menggunakan pemahaman mereka sendiri. Siswa diberikan benda konkrit berupa kelereng dan permen. Siswa dilatih untuk bernalar dan diberi kebebasan berpikir untuk memilih model penyelesaian masalah yang tepat. Jadi, siswa diminta untuk mendeskripsikan apakah soal yang diberikan guru termasuk soal penjumlahan atau pengurangan.

Ketiga, menyelesaikan masalah realistik. Secara individu atau kelompok siswa diminta menyelesaikan masalah realistik yang diajukan guru. Siswa diberi waktu untuk menyelesaikan soal yang diberikan guru menggunakan cara siswa sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang siswa miliki. Siswa dapat mengkomunikasikan penyelesaian masalah. Pada langkah ini guru memberikan bantuan seperlunya saja kepada siswa yang benar-benar memerlukan bantuan. Sehingga siswa benar-benar mencari tahu konsep matematika sendiri secara bebas tidak tergantung pada guru dan rumus.

Keempat, membandingkan dan mendiskusikan penyelesaian masalah. Siswa menyampaikan pendapat tentang hasil penyelesaian masalah realistik (soal) di depan kelas. Siswa menjelaskan bagaimana cara menyelesaikan soal sesuai dengan cara mereka sendiri. Setiap siswa aktif mempresentasikan dan menanggapi hasil dari siswa lain. Persoalan kontekstual yang diberikan guru dapat diselesaikan dengan berbagai macam cara. Bisa dengan menggambar benda yang ada pada soal, bisa menggunakan jari, bisa juga dengan menulis kalimat matematika. Tujuan langkah ini yaitu untuk melatih siswa menemukan sendiri konsep matematika, bertukar pikiran dengan siswa lain, serta menambah pengetahuan siswa bahwa matematika dapat diselesaikan dengan berbagai cara.

Kelima, menegosiasi penyelesaian masalah. Setelah guru dan siswa berdiskusi kelas, siswa diarahkan guru untuk menarik kesimpulan tentang materi yang sudah dipelajari. Pada langkah ini guru dapat mengetahui sejauh mana pemahaman siswa dari apa yang diungkapkan siswa tentang kesimpulan pembelajaran hari ini. Jika kesimpulan siswa benar dan hasil pemecahan masalah kontekstual benar maka siswa sudah dapat mengetahui konsep matematika sendiri dan pembelajaran yang dilakukan bermakna bagi siswa karena ilmunya benar-benar didapat oleh siswa tidak sekedar tahu tapi lupa.

Kegiatan penutup guru memberikan evaluasi pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Siswa diberi penguatan tentang materi yang sudah di pelajari. Tujuan dari penguatan ini adalah agar tidak terjadi miskonsepsi pada siswa. setelah itu siswa dan guru menutup pembelajaran dengan berdoa bersama.

PENUTUP

Kesimpulan

Proses pembelajaran matematika dengan RME melibatkan masalah kontekstual sebagai awal pembelajaran matematika. Siswa menganalisis masalah dan mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut. Siswa diberikan kebebasan dalam menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara siswa sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Selanjutnya, dengan atau tanpa bantuan guru siswa berada pada tahap pembentukan konsep dimana konsep-konsep tersebut diaplikasikan kembali pada masalah kontekstual agar dapat memperkuat pemahaman konsep matematika pada siswa. Dengan model pembelajaran matematika realistik, siswa diharapkan mampu mengonstruksi dan menemukan sendiri pengetahuan dan konsep matematika melalui bantuan guru yang bersifat terbatas.

Begitulah rancangan proses pembelajaran Matematika kelas 1 SD menggunakan model Realistic Mathematics Education. Pembelajaran RME cocok digunakan dalam pembelajaran Matematika agar partisipasi siswa menjadi lebih aktif dan mudah memahami pembelajaran. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah & Farian N.F. (2019). Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik pada Materi Penjumlahan Bilangan bagi Siswa Kelas 1 SDN 16 Mataram Tahun 2018/2019. Jurnal Pendidikan Indonesia. 2(1): 33-40.

Fitri, Yuliani. (2016). Model Pembelajaran Matematika Realistik. JurnalmTheorems. 1(2): 185-195.

Jailani, Budiharti. (2014). Keefektifan Model Pembelajaran Matematika Realistik Ditinjau dari Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Prima Edukasia. 2(11): 27-41.

Maisaroh, Siti. (2019). Efektivitas Pendekatan RME (Realistics Mathematics Education) terhadap Kemampuan Berfikir Kreatif Berbantu LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik) pada Materi Aritmatika Sosial Kelas VII SMPN Winong Tahun Pelajaran 2017/2018. Skripsi. Fakultas Sains Dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Walisongo. Semarang.

Purnama, M. D., dkk. (2017). Pengembangan Media Box Mengenal Bilangan Operasinya bagi Siswa Kelas 1 di SDN Gadang 1 Kota Malang. Jurnal Kajian Pembelajaran Matematika. 1(1): 46-51.

Putrawangsa, Susilahudin. (2017). Desain Pembelajaran Matematika Realistik. Mataram: CV. Reka Karya Amerta.

Romika. dan Yuli Amalia. (2014). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar dengan Teori Van Hiele. Jurnal Bina Gogik. 1(2): 17-31.

Safitri, F. A., dan Endah P. T. S. (2018). Pembelajaran Bangun Ruang Melalui Cerita dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) di Kelas 1A SDN Karangrejo 02 Jember. Jurnal UNEJ. 44-55.

Setiawan, Yohana. (2020). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika SD Berbasis Permainan Tradisional Indonesia dan Pendekatan Matematika Realistik. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 10(1): 12-21.

Utami, N. A., Humaidi. (2019). Analisis Kemampuan Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan pada Siswa SD. Jurnal Elementary. 2(2): 39-43.

Risca Jayanti Ratmadiyah
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Negeri Yogyakarta

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI