Pentingnya Kesadaran Mahasiswa sebagai Cendekiawan Muslim yang Berintelektual dalam Menulis

kesadaran menulis

Menulis merupakan aktivitas strategi dunia akhirat. Lalu, apa saja sih manfaatnya? Yang pertama adalah sebagai sarana menebar kebaikan bagi sesama. Pun menjadi jariyah bagi sang penulis. Ali pernah berkata: “Setiap penulis akan mati, namun karyanya abadi. Tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti.” (Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu). Yang kedua adalah sebagai sarana dakwah (amar makruf nahi mungkar). Dan yang ketiga adalah sebagai sarana meninggikan kalimat Allah Subhanahu wa ta’ala.

Sejarah Islam sudah mencatat bahwa wahyu pertama kali yang turun dari Allah kepada Rasululah Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah surat Al-‘Alaq yang dimulai dengan perintah Iqro. Kemudian pernyataan bahwa manusia dapat mempelajari ilmu Allah melalui perantaraan qalam. Qalam sendiri diartikan sebagai media tulisan yang memberikan informasi pada manusia tentang bagaimana menjalankan ajaran agama sesuai aturan Allah.

Baca juga: Cara Mengirim Artikel, Berita dan Tulisan ke Media Online: 100% Terbit!

Menulis adalah warisan para ulama. Sebab apa? Sebab kebangkitan peradaban Islam dibangun oleh budaya menulis para ulama dan cendekiawan Muslim. Seorang Mahasiswa, semestinya ikut berperan dalam mewarisi budaya menulis para ulama dan cendekiawan Muslim ini, bukannya malah memikirkan bagaimana mencari keuntungan materi sebanyak-banyaknya, bukannya malah sibuk pacaran sana sini. Tapi, inilah potret generasi bangsa saat ini.

Bacaan Lainnya

Lalu, bagaimana agar mahasiswa bisa produktif dan tidak memikirkan dirinya sendiri? Salah satunya adalah dengan menulis. Dengan menulis, kita bisa memberikan peluang edukasi kepada masyarakat. Selain itu, menulis juga akan membangun opini publik tentang Islam, bahwa Islam adalah ajaran mulia, amar makruf nahi mungkar.

Dalam menulis juga ada pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban tersebut terbagi menjadi 2 yaitu yang pertama pertanggungjawaban kepada Allah. Pastikan niat karena Allah. Yang kedua adalah pertanggungjawaban kepada publik. Seorang penulis tentu menginginkan tulisannya agar dibaca orang. Dengan demikian bagi penulis Islam, target menulis tidak hanya untuk dibaca saja, akan tetapi juga agar dimengerti bahkan ilmu pengetahuannya mampu untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga: Hubungan Berpikir Kritis dengan Kemampuan Menulis Teks Narasi

Tak hanya berbekal semangat membara. Penulis Muslim juga harus optimal dalam menghadirkan karya terbaiknya. Jangan sampai merasa bahwa telah memiliki pemikiran cemerlang, gagasan luar biasa, konten keren, akan tetapi menulisnya tidak karuan. Maka, untuk menjadi penulis memang tak mudah seperti membalikkan telapak tangan. Seorang penulis harus mampu meningkatkan skillnya dengan belajar teknik menulis yang baik. Meski ini perkara yang mubah, namun saat meniatkan sebagai upaya agar gagasan Islam mudah dipahami publik dan agar memudahkan media menayangkannya, tentu disitu ada keutamaan dan kebaikan yang diraih,

Lalu, bagaimana agar Mahasiswa menjadi Cendekiawan Muslim yang dikatakan sebagai The Leader of Change dan berintelektual? Caranya adalah dengan merohanikan ilmu pengetahuan yaitu pencarian terhadap kebenaran, berkontribusi memajukan dan mencerdaskan pola pikir masyarakat, memiliki kepekaan tinggi dan critical thinking, berani membela kebenaran dan keadilan, serta berani mengarahkan perubahan berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam.

Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman dalam QS. Ali-Imran ayat 104: “Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Baca juga: Apa Itu Menulis Faktual pada Teks Berita?

Tapi pada faktanya, apakah mahasiswa saat ini pola pikir dan pola sikapnya sudah sesuai dengan aturan Sang Pencipta? Coba kita lihat di zaman sekarang. Banyak mahasiswa sekarang yang diserang dari segi pemikirannya. Mereka diperangi oleh berbagai musik, video di youtube, tayangan-tayangan di televisi. Tanpa dia sadari bahwa di balik tayangan itu ada budaya kufur yang negatif. Muncullah kemudian sosok yang hedonis, tidak mau kerja keras. Maunya instan, mati masuk surga. Inilah yang diinginkan generasi saat ini. Mencukupkan agama hanya sekedar untuk aspek ritual saja. Ketika manusia itu cukup beribadah. Agama tidak diperkenankan untuk mengatur dirinya sendiri.

Oleh karena itu, Mahasiswa perlu menyadari akan pentingnya menulis. Karena dengan menulis, ia mampu menjadikan dirinya sebagai cendekiawan Muslim yang berintelektual. Sebab, karyanya akan dikenang oleh banyak orang, meskipun dirinya sudah tiada.

Tim Penulis:

1. Nuviza Nairowati
Mahasiswa Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia

2. Nurafni
Mahasiswa Ahwal Syakhshiyah, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

3. Nur Zaytun Hasanah
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses