Bapak Sobari, beliau tinggal di salah satu desa di kabupaten Tegal. Menurut saya beliau merupakan pahlawan tanpa tanda jasa yang mendedikasikan hidupnya untuk menolong sesama dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan formal yang islami, yaitu beliau mendirikan Madrasah Ibtidaiyah.
Semua ini berasal dari rasa keprihatinan beliau melihat lingkungan tempat tinggalnya yang begitu minimnya akan pendidikan islami, selain menjadi salah satu pendiri MI tersebut beliau juga ikut andil dalam mengajar.
Saat ini MI tersebut telah menampung cukup banyak siswa meskipun masih dalam cakupan satu wilayah dan setiap tahunnya jumlah siswa meningkat.
Metode pengajaran yang digunakan relevan kental akan nuansa islami ini telah mencetak para siswa yang berakhlakul Karimah. Bukan hanya pengajaran dalam bidang akademik saja, namun juga dalam perilaku atau akhlak dan adab.
Dimana beliau selalu mengajarkan perilaku yang santun dan menghormati satu sama lain. Guru-Guru MI tersebut juga selalu menunjukan perilaku yang baik agar dapat dicontoh oleh para siswanya, sehingga secara tidak langsung merangsang jiwa anak untuk berperilaku baik dan membentuk karakteristik anak tersebut.
Sebagai salah satu contoh implementasi pendidikan akhlak di MI tersebut setiap pagi sebelum pembelajaran dimulai, seluruh siswa berbaris di lapangan untuk membaca Asmaul Husna.
Secara psikologi, dengan membaca Asmaul Husna tersebut dapat mampu membuat emosional siswa lebih stabil untuk memulai pembelajaran. Stabil di sini dilihat dari ketika siswa yang berangkat dalam keadaan marah (ngambek), perasaan itu akan berubah ketika ia berbaris lalu membaca Asmaul Husna (nama-nama Allah yang Indah).
Emosional anak akan secara langsung ikut membaca dengan khidmat dan meluapkan rasa marahnya, sehingga Asmaul Husna disini memiliki peran yang penting untuk mediasi emosional bagi siswa dan juga gurunya.
Binta Faza
Mahasiswa IAIN Pekalongan
