Body shaming menurut kamus Oxford adalah perilaku mempermalukan seseorang dengan menghina atau membuat komentar negatif mengenai bentuk atau ukuran tubuh sesorang. Body shaming dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk bullying yang banyak terjadi di lingkungan kita. Kebiasaan ini nampak sangat mudah dilakukan oleh manusia sekarang ini, seringkali kita mendengar atau menemukan komentar-komentar terdiri dari kata-kata yang menjurus ke tubuh yang malu. Tubuh malu dapat dianggap sebagai salah satu bentuk intimidasi.
Contoh perkataan yang termasuk dalam kategori body shaming, seperti: “wah, makin langsing aja” atau “rambut kamu kok mengembang benget, mirip singa” dan masih banyak lagi. Komentar-komentar terkait seperti hal yang lumrah. Namun, sadarkah artinya ada hati yang tersakiti oleh komentar kita yang menyudutkan itu? Baik itu disengaja atau tidak, banyak orang yang mengalami body shaming oleh orang-orang terdekat seperti keluarga atau teman. Meskipun sudah kenal lama tapi membandingkan penampilan fisik bukanlah hal yang pantas. Di saat punya kesempatan untuk tidak berkomentar buruk, mengapa harus memilih mengucapkan kalimat yang tidak ingin didengar orang lain?
Aturan hukum tentang melakukan body shaming terhadap orang lain mungkin sepele di mata para pelaku body shaming. Tapi bagi korban, itu merupakan hal yang serius. Saat ini ada dua aturan hukum mengenai body shaming di Indonesia yakni Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE). Jika body shaming terjadi melalui media sosial, bisa dijerat dengan pasal 27 ayat 3 Juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE. Jika body shaming di muka pablic dan diketahui oleh orang banyak, itu dapat dijerat dengann pidana umum.
Standar kecantikan tradisional dan fenomena tubuh mempermalukan berpotensi membuat seseorang melakukan self-objektifikasi. Objektifikasi diri adalah sesuatu yang dipandang sebagai suatu objek atau penilaian atas diri sendiri berdasarkan penampilan. Kecenderungan untuk melakukan objektifikasi diri ini dapat menimbulkan perasaan malu atas diri sendir, kegelisahan terhadap bentuk atau ukuran tubuh.
Dampak lain dari objektifikasi diri adalah menurunnya aspek psikologis dalam diri seseorang, salah satunya terkait dengan kepercayaan diri. Tidak jarang, rasa putus asa memunculkan pemikiran untuk bunuh diri.
Selain itu, dapat mengakibatkan eating disorder (kelainan pada kebiasaan makan). Merasa overweight atau underweight, korban body shaming akan berusaha untuk mengubah ukuran tubuhnya. Mereka akan mengurangi atau menambah porsi makan mereka dari biasanya, demi target yang ingin dicapai. Kalau terus menerus dilakukan, tentu saja hal ini bisa bahaya bagi kesehatan tubuh.
Cantik itu definisinya sangat luas. Tapi sangat disayangkan jika ada yang membatasi kriteria cantik itu hanya mereka yang langsing, putih, dan tinggi. Jadi, stop body shaming. Semua manusia punya kekurangan masing-masing, dan suatu saat kekurangan tersebut akan menjadi keindahan.
Miftahul Hasanah
Mahasiswa IAIN Pekalongan