Kehidupan manusia masa kini memang tidak bisa terlepas dari yang namanya sosial media. Sosial media sudah menjadi bagian tubuh para kaum milenial. Sosial media digunakan sebagai tempat mengekspresikan diri dan menjalin komunikasi dengan rekan-rekan, tapi tidak hanya itu banyak orang bermain sosial media hanya untuk memamerkan kelebihannya. Tak heran dengan adanya sosial media semua orang saling membandingkan satu dengan yang lain, seperti body shaming.
Perilaku body shaming ini kerap kali terlihat di laman sosial media seperti ‘Kok kamu gendutan? Diet dong!’, ‘Sudah lama nggak ketemu jadi kurusan. Kayak papan penggilesan’, atau juga seperti, ‘Ih, kamu punya double chin! Makan terus sih kayak sapi.’ Hal tersebut secara tidak langsung berdampak pada diri seseorang. Wanita khusus nya lebih rentan terkena body shaming. Ironis, perilaku body shaming justru datang dari sesama wanita. Lebih parah nya hal tersebut sering disampaikan oleh orang-orang terdekat seperti teman dan keluarga.
Survei Body Peace Resolution yang digelar Yahoo! Health juga menunjukkan bahwa wanita lebih banyak mendapat perlakuan body shaming ketimbang pria. Survei terhadap 2.000 orang berusia 13 – 64 tahun menemukan bahwa 94 persen remaja perempuan pernah mengalami body shaming, sementara remaja laki-laki hanya 64 persen.
Banyak orang tidak berpikir dampak yang akan diterima oleh korban. Dampak yang terjadi yaitu mereka tidak bisa menerima tubuh mereka sebagaimana adanya hingga merasa jijik terhadap tubuh mereka sendiri. Akibat yang lain adalah adanya gangguan pola makan dan kesehatan. Body shaming sangat memicu para korban untuk melakukan diet dan olahraga ekstrem melebihi batas kemampuan tubuh nya. Lebih parah lagi jika body shaming sudah mengganggu kesehatan psikis atau mental para korban. Korban akan memikirkan berbagai cara agar membuat wajah dan tubuhnya terlihat indah di mata orang lain.
Dengan melihat banyaknya dampak buruk yang diakibatkan oleh body shaming, pemerintah pun ikut andil alih dalam hal ini. Para pelaku body shaming akan dijerat oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pelaku penghinaan (termasuk body shaming) di media sosial dapat dijerat dengan pasal 27 ayat 3 (jo), pasal 45 ayat 3 (jo) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang kini menjadi UU No 19 Tahun 2016. Ancaman hukumannya tidak main-main, bisa penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 750 juta.
Body shaming merupakan perilaku yang dirasa tidak perlu dan cenderung merugikan korban body shaming serta tidak memberikan manfaat kepada kedua belah pihak. Berkomentar mengenai bentuk wajah dan tubuh orang lain tidak membuat kita menjadi lebih terpandang. Lebih baik terus memperbaiki diri dan pikiran daripada harus mengomentari kehidupan dan tubuh orang lain, yang terpenting bukanlah seberapa baik kita di mata orang tetapi seberapa baik kita menjaga tubuh kita agar tetap sehat.
Menegur itu sangat diperbolehkan, namun tidak menggunakan cara yang buruk seperti body shaming. Hal tersebut tidak menjadikan seseorang menjadi lebih baik tetapi justru dapat merusak mental dan kepercayaan diri seseorang. Sebuah kata merupakan senjata paling tajam yang sangat kuat dan mematikan. Kata-kata yang kita keluarkan baik disengaja maupun tidak disengaja mempunyai imbas yang besar terhadap seseorang atau lawan bicara kita.
Maka dari itu kita harus bijak dalam berucap dan bertingkah laku baik di dunia nyata maupun di sosial media. Media sosial tersebut dibuat bukan untuk memberikan komentar-komentar buruk kepada sesama pengguna, melainkan untuk menjalin komunikasi yang baik walaupun terpisahkan oleh jarak dan waktu. Penanggulangan adanya body shaming yaitu dengan diadakannya sosialisasi mengenai apa itu body shaming dan bagaimana dampak yang dapat diakibatkan dengan adanya perilaku body shaming. Hindari hal-hal yang akan memicu adanya perilaku body shaming dengan cara selalu bersyukur terhadap apa yang telah diberikan oleh Tuhan.
Triana Fikri Aulita
Mahasiswa Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Semarang (Unnes)
Baca juga:
Pendidikan Perdamaian dan Anti Kekerasan di Media Sosial
Media Massa dalam Mengawal Keutuhan NKRI
Menyelesaikan Konflik Secara Damai