Penyelesaian Hukum Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga atau KDRT

KDRT
Ilustrasi KDRT (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Abstrak

Dalam perspektif sosiologis, pasal ini menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang tersebar dimana saja tanpa batasan suku, kepercayaan, dan status sosial.

Meskipun pada awalnya kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah privasi, namun telah dianggap sebagai kepentingan umum dan tindakan kriminal karena dampak dari setiap jenis kekerasan ini terhadap korban secara fisik, seksual, dan mental sangat buruk dan serius.

Sebagai tindak pidana, kekerasan dalam rumah tangga telah diancam dengan pidana sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Bacaan Lainnya

Selain itu, juga dianggap sebagai kekerasan terhadap kemanusiaan berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Namun, dewasa ini ada indikasi kuat bahwa KDRT di Indonesia dari waktu ke waktu semakin meningkat jumlahnya.

Tujuan dari jurnal ini adalah untuk mendapatkan penjelasan tentang faktor langsung dan tidak langsung yang menyebabkan masalah sosial ini.

Selain itu, tujuan penelitian ini juga bertujuan untuk merekomendasikan bagaimana menghapus atau setidaknya mengurangi kekerasan dalam rumah tangga sebagai masalah sosial. Studi ini menemukan bahwa faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu faktor internal dan eksternal.

Faktor internal adalah segala macam karakteristik pelaku dan korban yang berhubungan dengan latar belakang dan status sosial mereka.

Sedangkan faktor eksternal adalah semua sistem nilai budaya, kondisi yang tidak sesuai, terutama situasi konflik dan anomi, dan masalah ekonomi. Secara keseluruhan, kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena penyalahgunaan kekuasaan.

Untuk menghilangkan kekerasan dalam rumah tangga di setiap tingkat tindakan, semua faktor yang menyebabkan masalah di masyarakat harus dihilangkan dengan memperkuat jejaring sosial, memahami kearifan lokal, dan memperkuat fondasi dan struktur ekonomi.

Selain itu, implementasi pesan agama dalam kehidupan nyata sehari-hari juga harus dilakukan oleh setiap pelaku rumah tangga.

Pendahuluan

Latar Belakang Masalah

Masalah kekerasan (khususnya dalam rumah tangga) merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan, serta patut dikategorikan sebagai jenis kejahatan melawan hukum kemanusiaan.

Namun demikian, tidak semua kejahatan megandung unsur-unsur kekerasan, dan tidak semua tindakan kekerasan dapat dikatakan sebagai kompenen kejahatan.

Tindak kekerasan dalam masyarakat sebenarnya bukan suatu hal yang baru. Berbagi pendapat, persepsi, dan definisi mengenai kekerasan dalam rumah tangga berkembang dalam masyarakat.

Pada umumnya orang berpendapat bahwa KDRT adalah urusan intern keluarga dan rumah tangga. Berbagai kasus berakibat fatal dari kekerasan orang tua terhadap anaknya, suami terhadap istrinya, majikan terhadap rumah tangga, terkuak dalam surat kabar dan media massa.

Perilaku atau tindak kekerasan dalam rumah tangga sebagai fakta sosial bukanlah perkara baru dari perspektif sosiologis masyarakat Indonesia. Persoalan ini sudah terjadi sejak lama dan masih berlanjut hingga kini.

Kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tersebut, tentang Ketentuan Umum Pasal 2 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancama nuntuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Selain itu, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan fakta sosial yang bersifat universal karena dapat terjadi dalam sebuah rumah tangga tanpa pembedaan budaya, agama, suku bangsa, dan umur pelaku maupun korbannya.

Karena itu, ia dapat terjadi dalam rumah tangga keluarga sederhana, miskin dan terkebelakang maupun rumah tangga keluarga kaya, terdidik, terkenal, dan terpandang.

Tindak kekerasan ini dapat dilakukan oleh suami atau istri terhadap pasangan masing-masing, atau terhadap anak-anak, anggota keluarga yang lain, dan terhadap pembantu mereka secara berlainan maupun bersamaan.

Perilaku merusak ini berpotensi kuat menggoyahkan sendi-sendi kehidupan rumah tangga dengan sederetan akibat di belakangnya, termasuk yang terburuk seperti tercerai-berainya suatu rumah tangga.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan pelajaran pada anak bahwa kekejaman dalam bentuk penganiayaan adalah bagian yang wajar dari sebuah kehidupan. Anak akan belajar bahwa cara menghadapi tekanan adalah dengan melakukan kekerasan.

Menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan persoalan anak sesuatu yang biasa dan baik-baik saja. KDRT memberikan pelajaran pada anak laki-laki untuk tidak menghormati kaum perempuan.

Berdasarkan fungsi hukum, baik sebagai sarana rekayasa sosial mampu sebagai sarana kontrol sosial, maka setiap peraturan yang mengatur retribusi diciptakan untuk dijalankan sesuai dengan tujuan dan makna yang dikandungnya.

Warga masyarakat (individu) sebagai pihak yang dituju oleh peraturan wajib dengan lapang hati dan penuh pengertian penuh kepada hukum tersebut.

Adanya peraturan-peraturan hukum dan lembaga-lembaga serta aparat penegak hukum yang dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang diperlukan tanpa didukung oleh kesadaran warga masyarakat sebagai individu anggota masyarakat.

Maka kemungkinan hukum itu mengalami banyak hambatan dalam penerapannya karena perilaku individu bermacam-macam.

Hukum tumbuh hidup dan berkembang dalam masyarakat. Hukum merupakan sarana menciptakan suatu ketertiban dan ketentraman bagi kedamaian dalam hidup sesama warga masyarakat.

Hukum tumbuh dan berkembang bila warga masyarakat itu sendiri menyadari makna kehidupan hukum dalam kehidupannya. Sedangkan tujuan dari hukum itu sendiri adalah untuk mencapai suatu kedamaian dalam masyarakat.

Oleh karena itu hukum melindungi kepentingan manusia, misalnya kemerdekaan, transaksi manusia satu dengan yang lain dalam masyarakat pasar dan sebagainya.

Di samping itu juga untuk mencegah selanjutya menyelesaikan pertentangan yang dapat menumbuhkan perpecahan antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan lembaga.

Dari beberapa uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan mengetahui tentang “Penyelesaian Hukum dalam Kasus Perselisihan Rumah Tangga atau (KDRT)”.

Metode Penelitian

Metode penelitian puryang diambil dalam pengumpalan data informasi dan lainnya dalam membuat jurnal ini:

1. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis merupakan suatu pendekatan yang menggunakan asas dan prisip hukum yang berasal dari peraturan-peraturan tertulis yang bertujuan untuk memperjelas keadaan yang sesungguhnya di masyarakat terhadap masalah yang diteliti dengan kata lain memberikan arti penting pada langkah-langkah observasi, juga suatu penelitian yang selain mendasarkan pada peraturan juga menjadikan data dengan data primer yang diperoleh dari kejaksaan negeri kota bogor.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analisis, karena hanya menggambarkan objek yang menjadi permasalahan yang kemudian menganalisa dan akhirnya ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.

Dikatakan deskriptif karena dari penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran yang jelas, rinci, dan sistematis, sedang dikatakan analisis karena bahan yang diperoleh dari penelitian kepustakaan akan dianalisis untuk memecahkan terhadap permasalahan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

3. Sumber Data

  1. Data Primer Data primer adalah data yang didapatkan secara langsung dari sumber aslinya dengan cara wawancara langsung dengan narasumber yang bersangkutan dengan penelitian ini dengan cara interview dan questioner dengan pihak terkait terutama dengan staff pegawai kejaksaan negeri kota bogor.
  2. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada. Data sekunder dibidang hukum (dipandang dari sudut kekuatan mengikatnya) dapat dibedakan menjadi:
    1. Bahan-bahan hukum primer:

      Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau yang membuat orang taat pada hukum yaitu seperti: Norma dasar Pancasila, Peraturan dasar: Batang tubuh UUD 1945; Ketetapan-ketetapan MPR, Peraturan perundang-undangan, Yurisprudensi, Traktat.
    2. Bahan-bahan hukum sekunder:

      Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat para pakar dan ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus.

      Rancangan peraturan-peraturan perundang-undangan, Hasil karya ilmiah para sarjana, Majalah-majalah atau dokumen–dokumen yang berkaitan tentang KDRT, Hasil-hasil penelitian.
    3. Bahan-bahan Tersier:

      Bahan tersier adalah bahan huku primer dan sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Lms pakuan, Buku tindak pidana tertentu

4. Metode Pengumpulan

Data Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan data dari berikut;

  1. Studi Kepustakaan yaitu informasi tertulis mengenai mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif.
  2. Studi Lapangan yaitu cara memperoleh data yang bersifat primer, dalam hal ini penulis mengggunakan teknik wawancara dengan narasumber yaitu hakim.

5. Metode Penyajian

Data sesuai data yang telah diperoleh selama melakukan penelitian dengan jalan membaca buku-buku perpustakaan kemudian dilakukan analisis. Analisis yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah analisis kualitatif, yaitu suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif.

Hasil dan Pembahasan

Meningkatnya insiden kekerasan dalam rumah tangga adalah sekuel jangka panjang dari persiapan remaja yang tidak memadai untuk persiapan di rumah.

Kurangnya pengetahuan dan berbagai faktor lainnya membuat orang-orang di rumah lebih rentan terhadap kekerasan fisik, psikologis dan seksual. Penyelesaian kasus KDRT yang serius dapat dilakukan di pengadilan, tetapi ada juga penyelesaian di luar pengadilan untuk kasus KDRT.

Kekerasan dalam rumah tangga umumnya di alami oleh perempuan, karena perempuan seringkali dipandang lemah dan tidak berdaya.

Stigma negatif terhadap perempuan inilah yang menyebabkan kasus KDRT di Indonesia tidak menemukan titik temu. Namun, terkadang perempuan juga bisa menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga, meski angkanya jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Faktor internal penyebab KDRT seringkali adalah sifat pelaku, kondisi ekonomi dan komunikasi yang buruk.

Faktor lain, terutama karena perbedaan etnis atau budaya dan faktor lingkungan yang mendukung adanya kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini meningkatkan kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia.

Akhir-akhir ini, penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh sebagian masyarakat Indonesia berakhir dengan perceraian. Perceraian dipandang sebagai jalan keluar dari setiap masalah kekerasan yang muncul di lingkungan keluarga.

Bukan berarti tidak ada jalan lain, misalnya penyelesaian kasus KDRT dengan cara damai masih dianggap tabu dan dianggap tidak efektif.Pada kenyataannya, kasus KDRT yang berujung pada perceraian bisa berdampak negatif bagi kedua belah pihak, terutama anak.

Pelaku akan divonis penjara dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga dan korban akan memulai hidup baru, bukannya dilindungi, mereka akan praktis dikucilkan dan bagi anak akan berpengaruh pada psikologisnya.

Penyelesaian kasus KDRT secara damai pertama dapat dilakukan tanpa perlu adanya mediator. Tingkat penyelesaian ini dikenal sebagai mediasi, di mana kedua belah pihak memiliki inisiatif sendiri untuk bekerja sama untuk menyelesaikan masalah.

Cara kedua bisa dilakukan dengan meminta bantuan keluarga sebagai bentuk rekonsiliasi. Hal ketiga yang dapat diselesaikan dengan kesepakatan kedua belah pihak adalah meminta bantuan kepala desa untuk menengahi.

Penutup

KDRT dalam perspektif sosiologis merupakan fakta sosial yang bersifat lintas etnik, kepercayaan, dan kawasan yang dapat dijumpai di masyarakat dari berbagai golongan, status dan lapisan sosial hampir di semua tempat.

Sebagai sebuah tindakan antisosial dan anti kemanusiaan, KDRT dapat terjadi secara tiba-tiba dan terencana oleh dan terhadap semua aktor atau anggota dalam suatu rumah tangga yang bertindak sebagai pelaku maupun korban.

KDRT dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia tergolong sebuah kejahatan dengan ancaman hukum pidana karena mengakibatkan kesakitan dan penderitaan fisik maupun mental terhadap korbannya.

Pada dimensi yang lebih luas, tindak KDRT merupakan pelanggaran serius terhadap harkat dan martabat manusia sesuai prinsip-prinsip dasar dalam hak asasi manusia (HAM).

Pada awalnya, KDRT merupakan persoalan privasi suatu keluarga yang bersifat tertutup dan jauh dari jangkauan perhatian dan intervensi pihak lain, termasuk pemerintah.

Bentuk tindak KDRT sungguh beragam dari yang paling ringan hingga ke yang paling ekstrim sampai menyebabkan cacat fisik tetap bagi korban bahan kematian.

Perkembangannya yang kian meluas di masyarakat dengan akibat yang tak terperikan membuat perkara ini mulai terkuak dan mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari masyarakat sekitar, pemerintah, dan dunia internasional.

Tindak KDRT dalam berbagai bentuk dan kasus terjadi karena dominasi dan penggunaan kekuasaan yang berlebihan oleh pelaku.

Namun demikian, sejumlah faktor internal pada pribadi aktor-aktor pelaku dalam rumah tangga, dan faktor-faktor eksternal yang berpusat pada sistem nilai budaya lokal dan perubahan sosial yang berlangsung cepat, turut berperan sebagai penyebab dan pemicunya.

Perluasan tindak KDRT di masyarakat tidak patut dibiarkan berkembang terus tanpa kendali. Berbagai usaha dan cara mesti dilakukan oleh semua pihak sebagai wujud pekedulian terhadap persoalan sosial bersama, terutama oleh mereka yang terkait lansung dengannya sebagai pelaku dan korban.

Semua langkah menuju ke arah penghapusan tindak KDRT itu dapat dimulai dari usaha-usaha untuk memutus mata rantai penyebab dan pemicunya melalui penguatan jaringan sosial, pemahaman kembali nilai-nilai positif yang terdapat dalam kearifan budaya lokal (local wisdom), dan penguatan fondasi dan struktur bangunan ekonomi keluarga melalui inovasi dan kreasi baru.

Mengatasi semuanya itu adalah menjadikan ajaran agama sebagai sumber nilai yang utama melalui langkah-langkah pendalaman dan pelaksanaan ajaran-ajarannya, khususnya ajaran tentang tata cara ideal hidup berkeluarga.

 

Penulis:
Reyhan Putra Bernanda NPM 010120172
Muhammad Daffa Raihan Purnawan NPM 010120168

Mahasiswa Hukum, Universitas Pakuan Bogor

 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Referensi:

Mohammad Kemal Dermawan, Teori Kriminologi, edisi kedua. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Penerbit Universitas Terbuka, 2007.

Ted Rober Gurr, Why Men Rebel. Princeton, NJ: Princeton University Press, 1970.

Mohtar Mas’oed, et.al (eds.), Kekerasan Kolektif: Kondisi dan Pemicu. Yogyakarta: P3PK UGM, 2000.

Johan Galtung, The True World: A Transnational Perspective. New York: The Free Press, 1980.

Suara Merdeka, 22 Mei 2004.

Lms univ. pakuan 2023

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.