Peran Perawat sebagai Pelaksana dalam Menangani HIV/AIDS

hiv aids

Sejak awal kemunculannya, penyakit AIDS memang sangat fenomenal. Kasus pertama AIDS dilaporkan pada tahun 1981 di California, sedangkan penyebabnya baru ditemukan pada alkhir 1984 oleh Robert Gallo dan Luc Montagner. (Sudoyo, 2006).

Sejak pertama kali penyakit ini ditemukan, manifestasi klinis dari penyakit ini begitu meresahkan. Kenyataan bahwa penyakit ini dapat dengan mudah menulari orang lain, membuat AIDS pun menjadi salah satu momok menakutkan, bahkan bagi tenaga kesehatan yang termasuk salah satu kelompok yang berisiko cukup tinggi.

Tingkat pertumbuhan penderita AIDS di Indonesia cukup tinggi. Departemen Kesehatan (DEPKES) memprediksi pada tahun 2010 HIV/AIDS di Indonesia akan menjadi pandemi. Peningkatan infeksi HIV pada penyalahguna narkoba terjadi secara signifikan.

Bacaan Lainnya

Baca juga: Pentingnya Peduli Terhadap Penyakit Menular HIV/AIDS

Reaksi spontan masyarakat (termasuk kalangan kedokterannya sendiri) pada masa pertama kali menghadapi penyakit AIDS ini adalah menjauhkan diri dari penderita, berusaha tidak menyentuh penderita, menggunakan obat-obat pensuci hama dan bila perlu membakar kasur atau pakaian yang bekas dipakai penderita. 

Kebanyakan penderita AIDS adalah mereka yang melakukan yang melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Kemudian, AIDS juga banyak diderita oleh pemakai narkoba yang menggunakan jarum suntik karena adanya kebiasaan menggunakan jarum suntik secara bergantian dan orang-orang yang memiliki perilaku berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seks.

Banyak masyarakat yang menganggap HIV/AIDS sangat menular dan bahkan bersentuhan dengan penderita dapat menularkan HIV dan HIV/AIDS selalu berkaitan dengan perilaku yang tidak benar sehingga penderita AIDS dikucilkan dan didiskriminasi.

Adanya stigma dalam masyarakat ini menimbulkan masalah psikosial yang rumit bagi penderita AIDS. Pengucilan penderita dan diskriminasi tidak jarang membuat penderita AIDS tidak mendapatkan hak-hak asasinya.

Beban psikososial yang dialami seorang penderita AIDS adakalanya lebih berat daripada beban fisiknya. Beban yang diderita pasien AIDS baik karena gejala penyakit yang bersifat organik maupun beban psikososial dapat menimbulkan rasa cemas, depresi, kurang percaya diri, putus asa, bahakn keinginan untuk bunuh diri.

Baca juga: Peserta KKN 08 UMM Adakan Penyuluhan HIV/AIDS

Keterlibatan berbagai pihak diharapkan mampu mengatasi permasalahan psikososial. Pemahaman yang benar mengenai AIDS perlu disebarluaskan.

Upaya yang dapat dilakukan perawat adalah dengan memberikan konseling dan pendampingan (tidak hanya psikoterapi tetapi juga psikoreligi), edukasi yang benar tentang HIV/AIDS baik pada penderita, keluarga dan masyarakat. Sehingga penderita, keluarga maupun masyarakat dapat menerima kondisinya dengan sikap yang benar dan memberikan dukungan kepada penderita.

Adanya dukungan dari berbagai pihak dapat menghilangkan berbagai stresor dan dapat membantu penderita meningkatkan kualitas hidupnya sehingga dapat terhindar dari stress, depresi, kecemasan serta perasaan dikucilkan. (Susiloningsih)

Peran seorang perawat dalam mengurangi beban psikis seorang penderita AIDS sangatlah besar. Lakukan pendampingan dan pertahankan hubungan yang sering dengan pasien sehinggan pasien tidak merasa sendiri dan ditelantarkan. Tunjukkan rasa menghargai dan menerima orang tersebut. Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.

Perawat juga dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan memberi rujukan untuk konseling psikiatri. Konseling yang dapat diberikan adalah konseling pra-nikah, konseling pre dan pascates HIV, konseling KB dan perubahan prilaku. Konseling sebelum tes HIV penting untuk mengurangi beban psikis. Pada konseling dibahas mengenai risiko penularan HIV, cara tes, interpretasi tes, perjalanan penyakit HIV serta dukungan yang dapat diperoleh pasien.

Konsekuensi dari hasil tes postif maupun negatif disampaikan dalam sesi konseling. Dengan demikian orang yang akan menjalani testing telah dipersiapkan untuk menerima hasil apakah hasil tersebut positif atau negatif.

 Perilaku peduli juga sangat penting untuk tumbuh kembang, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia. Perilaku Peduli (caring) mengandung 3 hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu perhatian, tanggung jawab, dan dilakukan dengan ikhlas.

Perilaku peduli (Caring) juga merupakan sikap peduli, menghormati dan menghargai orang lain, artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan – kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berfikir dan bertindak.

Mengingat beban psikososial yang dirasakan penderita AIDS akibat stigma negatif dan diskriminasi masyarakat adakalanya sangat berat, perawat perlu mengidentifikasi adakah sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.

Perawat juga perlu mendorong kunjungan terbuka (jika memungkinkan), hubungan telepon dan aktivitas sosial dalam tingkat yang memungkinkan bagi pasien. Aspek spiritual juga merupakan salah satu aspek yang tidak boleh dilupakan perawat.

Nur Fadilah
Mahasiswa Prodi Keperawatan Universitas Binawan

Dosen Pengampu: Apriani Riyanti, S.Pd., M.Pd.

Referensi

”2015, PERAN PERAWAT DALAM MENANGANI MASALAH PSIKOSOSIAL PENDERITA HIV/AIDS” diambil pada 15 Juni 2015 dari

https://pemi-ludi.blogspot.com/2008/03/peran-perawat-dalam-menangani-masalah.html

Sudoyo, Aru W.(2006) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Susiloningsih, Agus. ”AIDS: Aspek Klinis, Permasalahan dan Harapan” diambil pada 20 Februari 2008 dari http://fkuii.org/tiki-index.php?page=halaman2

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI