Sedang menjadi trending topik seorang anak meninggal dunia yang diduga merupakan korban perundungan atau bullying. Dikutib dari unggahan facebook Dedeng Mopangga, korban bernama Bintang Tungkaji berusia 13 tahun.
Korban merupakan salah satu siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kotamobagu Sulawesi Utara. Disebutkan Bintang menjadi korban bullying oleh sembilan orang temannya yaitu dengan cara mengikat kedua tangan korban kemudian memukuli di bagian perut, sehingga menyebabkan korban meninggal dunia.
Miris rasanya jika kejadian ini tidak segera dicegah sejak dini. Sebagai orang tua tentu kita tidak menginginkan hal ini terjadi pada anak kita, lalu apakah perundungan itu? Bagaimana peran pola asuh orang tua dalam mencegah bullying?
Baca Juga: Meminimalisir Tingkat Bullying dan Hate Speech di Lingkungan Sekolah
Apa Definisi Perundungan?
Perundungan atau disebut juga bullying merupakan bentuk perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan berulang untuk menyakiti seseorang baik secara verbal maupun non verbal. Perilaku bullying berbeda dengan perilaku agresif, karena perilaku agresif biasanya dilakukan hanya satu kali kesempatan.
Sedangkan perilaku bullying dilakukan secara berkelanjutan dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Perundungan pada anak dapat terjadi di mana saja, baik dalam dunia nyata seperti di rumah, sekolah, ataupun di dunia maya.
Dampak Perilaku Perundungan
Perilaku perundungan pada anak memberikan dampak negatif baik kepada pelaku, saksi maupun korban. Pelaku perundungan akan memiliki sifat yang keras, arogan, egois, tidak memiliki empati dan akan dijauhi teman.
Dampak bagi saksi yang melihat perundungan yaitu dapat berpotensi meniru pelaku bully atau merasa ketakutan karena melihat penderitaan korban. Sedangkan dampak negatif yang dirasakan korban yaitu penderitaan secara fisik ataupun psikis.
Korban akan merasa cemas, ketakutan, kepercayaan diri yang turun, terintimidasi, dan lebih parah lagi mengalami depresi dan parahnya sampai melakukan tindakan bunuh diri.
Baca Juga: Mengenal Bullying, Dampak dan Cara Mencegahnya pada Perkembangan Anak
Jenis-Jenis Perundungan
Perundungan tidak hanya terjadi pada dunia nyata namun juga dunia maya. Berikut jenis-jenis perundungan di dunia nyata:
- Perundungan verbal seperti menghina fisik (body shamming), berteriak, memaki, meledek, mencela, meledek, mempermalukan, dan sebagainya.
- Perundungan secara fisik seperti memukul, meludah, mencubit, menjambak, mencakar, menendang, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan melukai secara fisik.
- Perundungan secara sosial yaitu mengucilkan, membeda-bedakan, dan lain-lain.
Selain di dunia nyata perundungan dapat terjadi di dunia maya atau disebut juga cyber bullying, sebagai contoh yaitu:
- Berkomentar kasar seperti menghina fisik, memfitnah, menyebarkan kabar bohong (hoax).
- Membuat akun palsu untuk merusak nama baik maupun reputasi seseorang.
- Mengucilkan seseorang dari grup daring.
Seringkali kita cenderung membiarkan perilaku anak kita sebagai sesuatu kenakalan biasa atau kepolosan anak-anak. Sebagai contoh sering kita temui jika ada anak yang memiliki badan sedikit berisi, maka tidak jarang anak tersebut akan dikomentari karena bentuk tubuhnya dan mendapat julukan tertentu.
Tanpa kita sadari jika dibiarkan secara terus menerus ini kan menjadi salah satu pemicu terjadinya perundungan, anak yang mendapat julukan ini akan merasa malu, cemas, dan rendah diri.
Oleh sebab itu sebagai orang tua yang merupakan role mode anak, sudah sewajarnya kita memberikan pengertian kepada anak untuk tidak berkomentar yang menyakiti orang lain, dan menanamkan nilai agama kepada anak bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan ciri-ciri yang berbeda.
Baca Juga: Stop, Bullying di Kalangan Anak
Ada 4 Bentuk Pola Asuh pada Anak, Manakah yang Paling Tepat?
Setiap orang tua tentu tidak ingin anaknya menjadi pelaku ataupun sebagai korban bullying, sebab dapat memberikan dampak negatif bagi perkembangan mentalnya.
Maka sebagai orang tua perlunya memberikan pemahaman serta pengawasan terhadap buah hatinya dengan memberikan pola asuh yang tepat untuk mencegah tindakan bullying.
- Pola asuh otoriter (authoritarian parenting) yaitu pola pengasuhan yang sangat ketat karena banyak peraturan yang tegas dan tidak boleh dibantah, orang tua cenderung membentuk dan mengontrol anak-anaknya dengan standar tertentu yang harus diikuti atau dipatuhi oleh anak. Seringkali menggunakan kekerasan fisik atau memberikan ancaman untuk mendapatkan kerjasama dari anak serta tidak memberikan responsif terhadap hak serta kebutuhan anak. Dampak pola asuh otoriter adalah anak memiliki kecenderungan murung, sedih, ketakutan, tidak percaya diri, dan cenderung bertindak kekerasan (agresif) saat merasa tertekan.
- Pola asuh otoritatif (authotitative parenting) yaitu pola asuh demokratis yang mendorong anak untuk mandiri namun orang tua tetap menempatkan batas-batas dan kendali atas tindakan mereka. Dampak pola asuh otoritatif adalah anak cenderung ceria, mandiri, bersahabat memiliki rasa ingin tahu yang besar, prestasi akademis yang tinggi, mampu mengatasi masalahnya sendiri
- Pola asuh permisif (permisivve parenting) yaitu pola asuh yang terlalu memanjakan sedikit memberikan batasan kepada anak. Dampak pola asuh permisif adanya kebebasan yang berlebihan tidak sesuai dengan perkembangan anak, yang dapat mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang manja, tidak mandiri, lebih agresif, dan impulsif tidak dapat mengontrol diri sendiri jika keinginannya tidak terpenuhi.
Baca Juga: Dibully Apakah Langsung Kita Balas?
Ketiga pola asuh di atas diketahui bahwa jika sebagai orang tua menerapkan pola asuh yang salah menyebabkan gangguan karakteristik yang berpengaruh pada konsep diri anak. Sehingga jika tidak di atasi dengan segera akan berdampak pada gangguan sosial emosional dan pemicu terjadinya kasus bullying.
Maka setelah kita mengetahui macam-macam bentuk pola asuh diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pola asuh otoritatif (authotitative parenting) merupakan pola asuh yang tepat yang dapat diterapkan oleh orang tua.
Karena pola asuh ini memberikan batasan-batasan kepada anak namun tetap hangat penuh kasih sayang dengan memperhatikan tingkat perkembangan anak. Jika anak terbiasa mendapat didikan keagamaan dan moral, serta memiliki rasa empati juga kemandirian, tentu dia akan terbiasa memperlakukan orang lain dengan cara yang sama.
Penulis: Heni Ambayati NPM 21560054
Mahasiswa Progam Studi Magister Pendidikan Dasar Pascasarjana (S2) Universitas Pgri Semarang
Dosen Pengampu: Dr. Ari Handayani, M.Pd.
Editor: Ika Ayuni Lestari