Pernikahan Dini dan Pengaruh Psikologis terhadap Perempuan

Pernikahan Dini
Ilustrasi Pernikahan Dini (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Definisi pernikahan dini merupakan ikatan pernikahan oleh pasangan yang masih tergolong mudan pubertas. Pada saat ini di indonesia sendiri pelaksaan pernikahan di bawah usia marak terjadi terutama pada mereka yang tidak memiliki arahan dan bimbingan menganai pernikahan itu sendiri.

Pernikahan dini sendiri telah melanggar undang-undang perkawinan, yaitu pada perempuan yang memiliki usia di bawah 16 tahun dan laki-laki di bawah usia 19 tahun.

Dilansir dari jurnal, bahwa wanita di Kabupaten Blitar memutuskan untuk menikah dini dikarenakan mereka berpikir jika pernikahan dini akan lebih mudah untuk mendidik anak dan juga akan terhindar dari fitnah, padahal pernikahan dini bukanlah solusi yang tepat karena dapat menyebabkan tekanan, konflik, serta beban psikologis bagi mereka yang menjalankan pernikahan di usia tersebut (Hengki Hendra Pradana, DKK).

Menurut data, di wilayah ASEAN Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Kamboja dengan angka pernikahan usia anak sebanyak 27,6% atau sekitar 23 juta anak yang menikah di Indonesia pada tahun 2018 (UNICEF et al., 2020).

Bacaan Lainnya

Pernikahan dini terbesar yang terjadi di Indonesia terletak di daerah Jawa yakni 668.9000 wanita (UNICEF, 2019). Menurut ahli psikologis yaitu Dika Nur’aini dan Asti Haryati menyoroti bahwa dampak psikologis pada perempuan dapat menyebabkan depresi, emosi tidak stabil dan juga setress.

Sonata dan Margareth juga mengatakan bahwa menikah dini dapat menyebabkan masalah psikologis seperti kecemasan dan mudah marah. Rima Salima juga menyatakan pernikahan dini berhubungan dengan gangguan kecemasan dan emosi yang tidak stabil.

Hal tersebut bisa disebabkan karena satu hal yaitu perceraian di usia remaja, karena pandangan masyarakat terhadap percerian diusia muda sangatlah buruk, terutama terhadap perempuan. Tokoh psikologis yaitu Saifullah menjelaskan bahwa faktor-faktor seperti konflik, ketidakcocokan, dan masalah komunikasi dapat memicu perceraian di usia yang tergolong muda.

Seperti yang dibahas pada peragraf sebelumnya, dampak pernikahan dini yang paling terlihat di masyarakat adalah kasus-kasus perceraian di usia remaja dan pada kasus perceraian tersebut sangat berdampak pada beban psikologis remaja.

Menurut data, kasus perceraian yang disebabkan oleh pernikahan dini di Indonesia terdapat di Kabupaten Bandung, pada tahun 2022 terdapat 20% angka kasus perceraian disebabkan oleh pernikahan dini dan di Kabupaten Greseik sendiri pernikahan dini menjadi penyebab tingginya angka perceraian di daerh tersebut.

Dampak pernikahan dini pada kasus perceraian terhadap kesejahteraan mental individu dan remaja, termasuk trauma dan setres pasca cerai. Pada perempuan sendiri dampak perceraian di usia muda dapat menyebakan perasaan bersalah, kesepian, dan kecemasan yang mendalam, serta dapat menyebakbkan depresi akibat kehilangan stabilitas emosional dan sosial.

Baca juga: Dampak Pernikahan Dini terhadap Aspek Ekonomi & Pendidikan bagi Remaja

Menurut teori ahli terdapat lima tahap perceraian yang dikemukakan oleh Herlock, yaitu penyesuaian setelah perceraian, menyangkal, kemarahan, negosiasi depresi, dan penerimaan. Setiap tahap mencerminkan yang berbeda terhadap perpisahan.

Selain dampak pada kondisi psikologis, pernikahan di usia mudan pubertas juga dapat menyababkan dampak negatif lainnya, menurut Badan Berencana Nasional (BKKBN) dampak negatif dari pernikahan dini sendiri dapat menyebabkan kematian pada ibu, kematian bayi, anak kekurangan gizi, perekonomian yang rendah.

Orang yang melakukan pernikahan sebelum usia 18 tahun dapat memiliki resiko yang banyak, seperti memperoleh pendidikan, kesehatan, beresiko terjadinya kemiskinan, dan resiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

Wanita yang menikah di usia mudan pubertas beresiko mengalami kematian akibat komplikasi saat hamil dan melahirkan, selain itu juga resiko kematian pada bayi (BKKBN, 2021).

Dampak pernikahan dini secara global memungkinkan terjadinya komplikasi pada saat kehamilan dan melahirkan, ibu yang melahirkan pada usia 20 tahun beresiko pada bayi, bayi akan meninggal selama 28 hari pertama.

Dampak sosial dari pernikahan dini yaitu menjadi pusat perhatian dan menjadi perbincangan teman seusianya dan masyarakat, pergaulan dengan teman sebaya akan hilan, sehimgga kurang mengkomunikasikan unek-nuek yang dirasakan (Sibagariang, 2016)

Pada kasus ini para perempuan seharusnya memiliki bimbingan serta wawasan agar kasus perceraian yang dikarenakan pernikahan dini dapat diminimalisirkan. Mereka para perempuan juga tidak akan mendapatkan tekanan dari masyarakat karena perceraian di usia muda yang berdampak pada mental psikologis mereka.

Pendidikan dan juga sekolah yang tinggi juga dapat dapat mencegah terjadinya pernikahan di usia muda karena para remaja akan lebih fokus pada pendidikan dan karir mereka, dan mereka dapat menjalankan hubungan pernikahan ketika mereka telah siap secara usia, mental, dan juga finansial.

Pada kasus ini juga dibutuhkan kesadaran dan pengetahuan tentang pernikahan dini itu sendiri agar bisa mengambil keputusan yang bijak dalam melakukan hubungan pernikahan.

Para remaja yang ingin menikah di usia dini juga harus memerhatikan kesiapan mental, lebih memahami tujuan pernikahan, pengendalian emosi, kenali diri sendiri dan juga pasangan, kesiapan materi, dan harus pandai menjaga diri dari pergaulan bebas.

Baca juga: Risiko Pernikahan Dini bagi Remaja Perempuan

Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang belum memenuhi minimal usia yang telah ditatapkan oleh pemerintah. Pernikahan dini di Indonesia pada saat ini sangat menjadi perhatian, dikarenakan angka pernikahan dini terus meningkat.

Faktor yang memengaruhi pernikahan dini yaitu pendidikan yang rendah, kemiskinan, budaya, dorongan sosial, serta kurangnya pengetahuan tentang dampak negatif  yang ditimbulkan dari pernikahan dini.

Pada kasus pernikahan dini sangatlah berpengaruh bagi kesejahteraan mental perempuan, pandangan masyarakat kepada perempuan yang telah mengalami kehidupan pasca cerai di usia muda sangatlah buruk, dan hal tersebut dapat menyebabkan tekanan, konflik, serta beban psikologis.

Dampak lain pada kasus ini bagi perempuan juga dapat menybabkan isolasi sosial, yang dapat memperburuk perasaan kesepian dan menghambat interaksi dengan teman sebaya.

 

Penulis: Himatul Zahlianty
Mahasiswa Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses