Pendahuluan
Pemerintah telah menetapkan besaran PPN terbaru dari 11 persen ke 12 persen yang mulai berlaku mulai Januari 2025 (Shaid, 2024).
Aturan tersebut telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang bertujuan menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan Republik Indonesia menjelaskan bahwa kenaikan PPN ini memiliki tujuan untuk menambah pendapatan negara sehingga APBN akan tetap sehat dan terjaga. Meskipun dengan berbagai penjelasan dari pemerintah terkait alasan kenaikan PPN, masyarakat memberikan respon negatif.
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pajak yang dibebankan kepada setiap pertambahan nilai konsumsi barang dan jasa kena pajak (Darmayanti, 2012).
Pertambahan nilai yang dimaksud berasal dari total akumulasi biaya dan laba mulai dari proses produksi sampai distribusi seperti modal, gaji karyawan, biaya operasional, dan sebagainya.
PPN termasuk ke dalam jenis pajak tidak langsung di mana konsumen sebagai penanggung beban PPN tidak langsung membayarkan pajak ke negara, tetapi lewat pedagang atau perusahaan yang produknya digunakan oleh konsumen tersebut.
PPN sendiri memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada pendapatan negara sebesar 35% dari total pendapatan dari pajak (Putri, 2024).
Hal tersebut menunjukkan bahwa PPN merupakan salah satu instrumen penting untuk meningkatkan pendapatan negara. Dengan kontribusi tersebut, terdapat respon pro dan kontra di masyarakat.
Berbagai gelombang penolakan masyarakat terlihat dari maraknya aksi demonstrasi menolak kenaikan PPN ini khususnya dari kelompok buruh. Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memberikan ancaman mogok kerja jika kenaikan tersebut tidak dibatalkan.
Mengutip dari CNN Indonesia, Presiden Partai Buruh dan juga sebagai Presiden KSPI berpendapat bahwa apabila pemerintah tetap menaikkan PPN menjadi 12 persen dan tidak diimbangi dengan kenaikan upah minimum sesuai tuntutan, maka kelompok buruh yang diwakili oleh Partai Buruh dan KSPI akan mogok kerja nasional dengan total buruh sebanyak 5 juta buruh di seluruh wilayah Indonesia (CNN Indonesia, 2024).
Penolakan tidak hanya dari kelompok buruh, tetapi juga dari para praktisi dan ahli ekonomi. Mohammad Faisal selaku Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memberikan rekomendasi untuk menunda kenaikan PPN menjadi 12 persen agar dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi (Sulistya, 2024).
Faisal berpendapat kenaikan ini terjadi di waktu yang tidak tepat. Berbagai produk seperti elektronik, alat rumah tangga, dan furniture akan mengalami penurunan penjualan karena jenis barang tersebut mayoritas dikonsumsi oleh kelompok masyarakat kelas menengah di mana total konsumsinya mencapai 84%.
Nailul Huda, ekonomi Center Of Economics and Law Studies, berpendapat juga bahwa kenaikan PPN ini berpotensi akan menurunkan pendapat yang dapat dibelanjakan masyarakat di mana hal ini bertentangan dengan pertumbuhan ekonomi.
Dengan berbagai penolakan tersebut, sebenarnya bagaimana dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen terhadap perekonomian negara?
Baca Juga:Â Top-Up pada E-Wallet Akan dikenakan PPN 11%, Ini Cara Perhitungannya
Pembahasan
Kenaikan PPN ini merupakan hasil dari rapat yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR pada tahun 2021 yang menghasilkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pada undang-undang tersebut, dijelaskan bahwa kenaikan PPN dilakukan secara bertahap dari 10%, 11%, dan kemudian 12%.
Pemerintah menjelaskan bahwa kenaikan PPN ini bertujuan memperluas basis pajak dengan tetap memperhatikan asas keadilan dan kebermafaatkan sebagai usaha untuk mengoptimalisasi pendapatan negara (Agasie & Zubaedah, 2022).
Kenaikan PPN dapat diterapkan pada kondisi ekonomi negara yang ideal. Pada kenaikan PPN menjadi 10% pada tahun 2021, masyarakat merasakan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Kemudian DPR menetapkan bahwa kenaikan PPN tidak berlaku untuk barang-barang sembako, kesehatan, dan pendidikan.
Meskipun pemerintah bersama DPR telah berusaha meminimalisir dampak negatif, tetapi kenaikan tersebut tetap akan berdampak pada konsumen dan dapat menurunkan daya beli masyarakat.
Kenaikan PPN dari 11% ke 12% menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa, hal ini terjadi karena biaya produksi meningkat sehingga pada akhirnya akan berdampak pada konsumen yaitu masyarakat. Masyarakat merespon dengan mengurangi pengeluaran rumah tangga (Putri, 2024).
Dampak yang luas adalah akan terjadi perlambatan kegiatan ekonomi khususnya pada pusat perbelanjaan, supermarket, restoran, dan lainnya. Hal ini terjadi karena konsumen harus membayar 12% lebih tinggi dari harga barang.
Kenaikan ini juga akan berdampak pada inflasi. Pada tahun 2022 saat PPN naik menjadi 11% terjadi inflasi pangan di angka 5,8% (Kompas.com, 2022). Pada Februari 2024 inflasi pangan berada di angka 8,4%. Kenaikan PPN ke 12% diperkirakan akan meningkatkan inflasi pangan lebih dari 1,4% setiap bulannya.
Baca Juga:Â BISUY (Bincang Santuy ) Wacana PPN pada Produk di Sektor Pasar
Direktur Pusat Penelitian Hukum Ekonomi, Bhima Yudhistira, berpendapat bahwa dari sudut pandang ekonomi makro kenaikan PPN akan meningkatkan tarif dasar listrik non subsidi, bahan bakar minyak bumi, dan harga LPG serta suku bunga. Khususnya pada kenaikan suku bunga dapat menyebabkan kenaikan biaya produksi.
Kenaikan harga tersebut dampat berdampak pada penurunan daya beli masyarakat. Inflasi menyebabkan penurunan daya beli masyarakat yang diakibatkan oleh meningkatnya biaya produksi dan konsumsi (Junianto et al., 2020).
Efek domino yang ditimbulkan adalah terjadi penurunan penjualan, kinerja keuangan, dan ketenagakerjaan yang pada akhirnya berimbas pada pertumbuhan ekonomi.
Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa pada akhir tahun 2023 saja inflasi cukup meresahkan, cenderung relatif lebih buruk di angka 0,1% daripada daya beli masyarkaat di tahun 2022 (Putri, 2024). Data tersebut memperkuat pendapat bahwa pemerintah harus serius mempersiapkan mitigasi dampak negatif terhadap masyarakat dan perkeonomian negara.
Kesimpulan
Kenaikan PPN menjadi 12% yang berlaku per 1 Januari 2025 mendapatkan penolakan keras dari kelompok buruh dan para praktisi serta ahli ekonomi. Mereka meyakini bahwa kenaikan ini akan berimbas pada masyarakat dan perekonomian negara.
Biaya produksi akan meningkat kemudian diikuti oleh kenaikan harga barang dan jasa. Kenaikan tersebut berdampak langsung kepada masyarakat karena harus membayar lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Daya beli masyarakat juga mengalami penurunan karena kenaikan harga barang dan jasa yang disebabkan oleh kenaikan PPN.
Berdasarkan berbagai dampak negatif kenaikan PPN, maka pemerintah harus menyiapkan kebijakan untuk memitigasi dampak negatif tersebut. Hal ini bertujuan agar tujuan dari pemerintah untuk menaikkan PPN tidak menjadi beban bagi masyarakat.
Jika kebijakan mitigasi tidak diterapkan secara efektif, justru akan merugikan masyarakat dan berdampak pada kegiatan ekonomi di Indonesia.
Penulis:Â Alta Rizqina
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News
Daftar Pustaka
Agasie, D., & Zubaedah, R. (2022). Urgensi Kenaikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan Asas Kepentingan Nasional. Perspektif Hukum, 50–74. https://doi.org/10.30649/ph.v22i2.131
Darmayanti, N. (2012). Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada CV. Sarana Teknik Kontrol Surabaya. Jurnal Manajemen Dan Akuntansi, 1(3), 29–44.
Indonesia, C. (2024). Penolakan Berbagai Elemen terhadap Rencana Kenaikan PPN 12 Persen. CNN Indonesia.
Junianto, S., Harimurti, F., & Suharno, S. (2020). Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga Dan Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Di Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Jawa Tengah Ii. Jurnal Akuntansi Dan Sistem Teknologi Informasi, 16(3), 311–321. https://doi.org/10.33061/jasti.v16i3.4439
Kompas.com. (2022). Tarif PPN Diwacanakan Naik 1 April 2022, Ini Dampaknya bagi Masyarakat. Kompas.Com.
Putri, I. M. (2024). Kenaikan Ppn 12% Dan Dampaknya Terhadap Eknomi. Jurnal Ilmiah Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi (MEA), 8(2), 934–944. https://doi.org/10.31955/mea.v8i2.4077
Shaid, N. J. (2024). PPN Naik 12 Persen Mulai 2025, Ini Barang dan Jasa yang Dikecualikan. Kompas.
Sulistya, A. R. (2024). Siapa Saja yang Menolak dan Meminta Tunda Kenaikan PPN 12 Persen? Tempo.Co. https://www.tempo.co/ekonomi/siapa-saja-yang-menolak-dan-meminta-tunda-kenaikan-ppn-12-persen–1172516