Problematika Karantina Kesehatan dan Bagaimana Pengaturannya

Problematika Karantina Kesehatan Pengaturannya

Beberapa waktu belakangan ini masyarakat kembali dihebohkan dengan maraknya orang yang tidak melakukan karantina kesehatan selepas dari luar negeri.

Ini merupakan pekerjaan rumah sekaligus menjadi alarm dan catatan penting bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan prosedur penegakan aturan terkait karantina kesehatan untuk menanggulangi wabah covid-19 di republik tercinta ini.

Salah satunya contohnya dalam pelanggaran ini adalah selebgram terkemuka di Indonesia yakni Rachel Vennya di mana ketika Oktober lalu selepas dari Amerika Serikat yang seharusnya Beliau menjalani karantina kesehatan selama 8 hari. Akan tetapi selang beberapa hari Rachel sudah bepergian ke pulau Bali.

Baca Juga: Sila Kelima Pancasila dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan: Sudah Sinkron, Kah?

Bacaan Lainnya

Hal tersebut membuat publik bertanya-tanya bagaimana bisa seorang selebgram dapat bebas keluar masuk dari tempat karantina yang seharusnya mendapat pengawasan dan penjagaan ketat karena ini menyangkut kepentingan kesehatan masyarakat secara luas.

Ini sekaligus merupakan bukti yang nyata bagaimana buruknya penegakan dan pengawasan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum khususnya untuk menekan angka penyebaran covid-19 di Negara Indonesia.

Dengan adanya kejadian tersebut yang membuat masyarakat protes dan resah akibat ulah dari oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab tersebut, maka pada bulan Desember 2021 ini pemerintah mengeluarkan aturan terbaru terkait karantina kesehatan bagi WNI/WNA yang melakukan perjalanan dari luar negeri melalui SE Satgas Covid-19 NO 25/2021:

  1. 1Pada saat kedatangan, dilakukan tes ulang RT-PCR bagi pelaku perjalanan internasional dan diwajibkan menjalani karantina terpusat selama 10 x 24 jam. Jika menunjukkan hasil positif maka dilakukan perawatan di rumah sakit bagi WNI, dengan biaya ditanggung oleh pemerintah.
  2. Dalam hal hasil pemeriksaan ulang RT-PCR pada saat kedatangan menunjukkan hasil positif, maka dilakukan perawatan di rumah sakit bagi WNI dengan biaya ditanggung oleh pemerintah dan bagi WNA dengan biaya seluruhnya ditanggung mandiri.
  3. Dalam hal pelaku perjalanan internasional melakukan karantina terpusat dengan pembiayaan mandiri, wajib menunjukkan bukti konfirmasi pembayaran atas pemesanan tempat akomodasi karantina dari penyedia akomodasi selama menetap di Indonesia.
  4. Bagi WNI, yaitu pekerja migran Indonesia (PMI), pelajar/mahasiswa, atau pegawai pemerintah yang kembali dari perjalanan dinas luar negeri sesuai dengan Surat Keputusan Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pintu Masuk (Entry Point), Tempat Karantina, dan Kewajiban RT-PCR bagi Warga Negara Indonesia Pelaku Perjalanan Internasional dengan biaya ditanggung oleh pemerintah.
  5. Bagi WNI di luar kriteria sebagaimana dimaksud pada angka 4) dan bagi WNA, termasuk diplomat asing, di luar kepala perwakilan asing dan keluarga kepala perwakilan asing menjalani karantina di tempat akomodasi karantina. Adapun tempat akomodasi tersebut harus memenuhi syarat dan ketentuan terkait sertifikasi protokol kesehatan Covid-19
  6. Dilakukan tes RT-PCR kedua dengan ketentuan: Pada hari ke-9 karantina bagi pelaku perjalanan internasional yang melakukan karantina dengan durasi 10 x 24 jam Pada hari ke-13 karantina bagi pelaku perjalanan internasional yang melakukan karantina dengan durasi 14 x 24 jam.
  7. Jika tes menunjukkan hasil negatif, maka diperkenankan melanjutkan perjalanan dan dianjurkan melakukan karantina mandiri selama 14 hari dengan menerapkan protokol kesehatan.

Baca Juga: Program-Program Pemerintah dalam Pengentasan Keluarga Miskin di Indonesia dalam Bidang Kesehatan

Pelaksanaan kewajiban karantina kesehatan akan berjalan lancar jika pemerintah dan masyarakat mau saling bahu-membahu melaksanakan aturan ini sesuai dengan regulasi yang berlandaskan kepentingan bersama. Ini merupakan tanggung jawab bersama bagi kita semua untuk menekan angka pertumbuhan kasus positif covid-19 di wilayah republik karena keselamatan rakyat merupakan hukum yang tertinggi.

Fernanda Rafid K.
Mahasiswa Ilmu Hukum
Universitas Brawijaya Malang

Editor: Diana Pratiwi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses