Studi Kasus Dampak Bullying Anak Sekolah: Masihkah Kita Harus Bersikap Acuh?

Psikologi
Studi Kasus Dampak Bullying Anak Sekolah: Masihkah Kita Harus Bersikap Acuh?

Seperti yang kita ketahui, bullying adalah salah satu tindakan mengucilkan seseorang yang biasanya dilakukan bergerombol ataupun seorang diri. Bullying bermacam-macam bentuknya. Baik itu bullying secara langsung ataupun cyber bullying/ online lewat media sosial.

Di Indonesia, kasus bullying terjadi penambahan setiap tahunnya. Di sisi lain, hal itu pula yang memberikan banyak tekanan psikis pada korban bullying karena mereka biasanya menjadi korban playing victim juga. Bahkan tidak jarang yang melakukan tindakan bunuh diri akibat tidak kuat menahan rasa sakit hati maupun fisik.

Sekolah semakin menekankan peraturan keras bagi siswanya yang melakukan tindakan bullying. Tapi, tidak menutup kemungkinan masih ada kasus bullying yang terjadi di tanah air tercinta kita ini.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca Juga: Mahasiswa Fakultas Hukum UNPAM Gelar Sosialisasi tentang Dampak dan Sanksi Bullying

Penyebab bullying dari kebanyakan kasus yang ditemukan biasanya karena perbedaan status sosial ekonomi, penampilan fisik, ketidakmampuan fisik dan belajar, ras, kebangsaan, warna kulit, agama, lingkungan, pencapaian pendidikan.

Bullying ini bisa menyebabkan trauma, banyak korban yang merasa insecure dan akhirnya akan menutup diri dari lingkungan sosial. Korban tersebut akan lebih insecure lagi apabila dia semakin di-bully akibat menjauh dari lingkungan sosial dan sering disebut sebagai “anti sosial”.

Bullying ternyata juga berpengaruh terhadap kesehatan di antaranya: kelelahan, kehilangan nafsu makan, sakit perut, gangguan tidur, sakit kepala, sakit punggung, pusing, depresi, kecemasan, menyakiti diri sendiri, ide bunuh diri, penyalahgunaan zat terlarang, penyalahgunaan alkohol, merokok, gangguan panik, kesepian, rendah diri, hiperaktif, gangguan kepribadian, isolasi, masalah adaptasi dalam pengaturan pendidikan, masalah adaptasi sosial, masalah eksternalisasi, perilaku seksual berisiko, kepemilikan senjata, pemisahan dari orang tua, kenakalan, dan kejahatan kekerasan.

Bentuk-bentuk bullying meliputi:

  1. Bullying fisik langsung (fisik terbuka): mendorong, memukul, menendang.
  2. Serangan verbal langsung (serangan verbal yang sangat pribadi, terang-terangan): Menggoda, mengejek, atau mengancam penampilan, kemampuan, keluarga, budaya, ras, atau agama korban.
  3. Tidak langsung dan emosional (perilaku yang merusak hubungan teman sebaya, harga diri, atau status sosial), mengomunikasikan nilai buruk, coretan yang menyinggung, menodai atau merusak properti pribadi, pengusiran, dan penghinaan.
  4. Penindasan seksual: pelecehan seksual terhadap orang lain (juga dikenal sebagai “pelecehan seksual. Kontak yang tidak pantas atau tidak diinginkan, penggunaan bahasa seksual, atau perilaku sembrono orang lain.
  5. Cyberbullying: perilaku agresif dan manipulasi emosional melalui teknologi digital, terutama telepon seluler, internet, dan media sosial.
  6. Menyebarkan berita palsu tentang korban secara online, memposting media digital online yang menampilkan korban tanpa izin, dan melarang korban berpartisipasi dalam ruang online.

Baca Juga: Peran Pola Asuh Orang Tua dalam Mencegah Bullying pada Anak

Kasus bullying di kalangan remaja bukanlah hal baru saat ini, terutama di dunia pendidikan. Insiden bullying semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data terakhir dari Badan Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berdasarkan laporan publik tentang perlindungan anak ada 2.982 kasus pada tahun 2021.

Dari jumlah tersebut, 38% menjadi korban kekerasan fisik dan/atau psikis (50% korban kekerasan atau penganiayaan fisik, 45% korban kekerasan psikis, 3,5% korban pembunuhan, dan 1,5% korban tawuran), 29 % adalah korban kejahatan seksual, dan 14% adalah korban kejahatan seksual.

7% korban kekerasan dan penelantaran, eksploitasi ekonomi dan seksual serta pelaku kejahatan diadili (Tim KPAI, 2022). Badan Perlindungan Anak Indonesia 2016 mengidentifikasi data anekdot berdasarkan klaster siswa 430 pelaku bully dari tahun 2011 hingga 2016 dan 26.000 pelaku bully dari tahun 2011 hingga 2017 (Setyawan, 2017).

Data KPAI yang disajikan oleh Novianto (2018) menunjukkan bahwa ada 41 atau 25,5% pengganggu pada 2018, sementara jumlah pengganggu tetap tinggi di pada 2019, dengan 153 atau 39% kasus, peringkat ke-2 (Listyarti, 2019).

Seperti contoh pada kasus yang baru baru ini terjadi dan hangat dibicarakan masyarakat sekitar yang berada di Garut di mana pelajar SMP yang mengalami trauma berat akibat dianiaya teman sekolahnya. Dari sini dapat kita ketahui bahwa bullying memang sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental.

Kesehatan mental juga bukan hal yang main-main dan tidak bisa dianggap sepele. Jika kesehatan mental sudah terlampau parah bisa menyebabkan depresi, stres hingga berujung kematian.

Pemerintah perlu untuk memperhatikan dan membuat kebijakan tentang bullying dan sanksi tegas yang diberikan agar kejadian bullying tidak terulang kembali. Pihak keluarga dan sekolah juga perlu memberikan penyuluhan tentang edukasi untuk menghindari bullying.

Baca Juga: Meminimalisir Tingkat Bullying dan Hate Speech di Lingkungan Sekolah

Berikut adalah beberapa upaya untuk mencegah terjadinya bullying:

  • Memberikan penyuluhan agama dan edukasi pentingnya dukungan orang tua dan teman sebaya untuk mencegah korban bullying di keluarga dan di sekolah/ perguruan tinggi.
  • Memberikan pelatihan dan sumber daya untuk mendidik profesional perawatan kesehatan seperti psikologi tentang konsekuensi bullying dan memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi kasus, memperlakukan korban bullying dengan tepat seperti menghilangkan rasa trauma yang korban tersebut alami, mengembangkan dan menghasilkan hasilkan strategi anti-bullying yang tersedia secara luas untuk mengatasi bullying.
  • Mengembangkan dan menerapkan pendekatan pembelajaran kolaboratif sekolah/ perguruan tinggi untuk mengurangi bullying di lingkungan pendidikan untuk dilakukan.
  • Meningkatkan kesadaran di kalangan profesional kesehatan tentang efek terganggunya kesehatan akibat bullying.

Penulis: Kayla Salsabila
Mahasiswa Perpustakaan dan Sains Informasi Universitas Yarsi

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi:

Armitage, R. (2021). Bullying in children: impact on child health. BMJ Paediatrics Open, 5(1). https://doi.org/10.1136/BMJPO-2020-000939

Marliani, Siagian, Miftahudin. 2017. “Jurnal Pendidikan Dan Konseling.” Al-Irsyad 105(2):79.

Butar Butar, Hartika Sari, and Yeni Karneli. 2021. “Persepsi Pelaku Terhadap Bullying Dan Humor.” Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan 4(1):372–79. doi: 10.31004/edukatif.v4i1.1843.

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI