Ringkasan
China berambisi menjadi kekuatan militer terbesar di dunia pada tahun 2049. Untuk mewujudkan hal ini, China melakukan modernisasi alat pertahanan dan peralatan militer dengan laju yang pesat.
China juga meningkatkan cadangan nuklirnya secara signifikan. Tujuan China ini menimbulkan kekhawatiran di dunia internasional terutama terkait dengan isu demokrasi dan hak asasi manusia.
China Menuju Kekuatan Militer Terbesar di Dunia
China memiliki ambisi besar untuk menjadi kekuatan militer terbesar di dunia pada tahun 2049, bertepatan dengan peringatan 100 tahun berdirinya Republik Rakyat China. Untuk mewujudkan mimpi tersebut, China telah melakukan berbagai upaya modernisasi alat pertahanan dan peralatan militer dengan laju yang pesat.
Baca Juga: Security Dilemma antara China dan Taiwan
Modernisasi alat-alat militer China secara garis besar yaitu pembaharuan di bidang industri antariksa dan rudal, industri angkatan laut atau pembuatan kapal, industri persenjataan, dan industri penerbangan.
China telah menunjukkan berbagai pencapaian yang menonjol di antaranya Rudal antar benua (ICBM) Dongfeng-41 pada 2019 yang diklaim mampu menjangkau seluruh wilayah AS dalam waktu 30 menit dengan kecepatan lebih dari 25.000 km/jam.
Tak hanya itu, jet tempur J-20 pada 2019, yang merupakan jet tempur siluman generasi kelima pertama China yang dapat bersaing dengan F-22 dan F-35 AS.
Dalam mencapai modernisasi alat pertahanan, China juga berhasil menciptakan rudal hipersonik, yaitu rudal yang dapat terbang lebih cepat dari lima kali kecepatan suara dan dapat menghindari sistem pertahanan udara musuh.
Kapal induk Shandong pada 2019, yang merupakan kapal induk buatan sendiri pertama China yang dapat membawa lebih dari 40 pesawat tempur hingga kapal selam nuklir Type 094A pada 2020, yang dilengkapi dengan rudal balistik nuklir JL-3 yang dapat menjangkau sebagian besar wilayah AS.
Selain itu, China juga meningkatkan cadangan nuklirnya secara signifikan. Menurut perkiraan Departemen Pertahanan AS, China kemungkinan akan melipatgandakan cadangan nuklirnya pada akhir dekade ini, dari sekitar 200 hulu ledak saat ini menjadi setidaknya 1.000 hulu ledak pada tahun 2030.
Dalam melakukan modernisasi militer secara besar-besaran, China didorong oleh motivasi atas keinginannya untuk memperkuat kedaulatan dan kepentingan nasionalnya, terutama di Laut China Selatan dan Taiwan, yang sering menjadi sumber konflik dengan negara-negara tetangga dan AS.
Negara ini juga bahkan berkeinginan untuk meningkatkan status dan pengaruhnya sebagai negara adidaya di kawasan dan dunia, serta menantang dominasi AS sebagai kekuatan militer nomor satu agar mampu mengantisipasi ancaman dan tantangan keamanan di masa depan, seperti perang siber, perang informasi, dan perang teknologi.
Baca Juga: Strategi Diplomasi Filipina atas Persengketaan Laut China Selatan
Upaya China Menjadi Kekuatan Militer Terbesar di Dunia
China adalah negara yang memiliki populasi terbesar di dunia, dengan lebih dari 1,4 miliar jiwa. China juga merupakan salah satu kekuatan ekonomi dan politik global, yang berpengaruh di berbagai bidang, mulai dari perdagangan, teknologi, hingga lingkungan.
Namun, di balik kemajuan dan prestasinya, China juga menghadapi berbagai tantangan dan kritik, terutama terkait dengan isu demokrasi dan hak asasi manusia.
Salah satu ambisi China yang menimbulkan kekhawatiran di dunia internasional adalah upaya negara itu untuk menjadi kekuatan militer terbesar di dunia.
Presiden China Xi Jinping telah memerintahkan angkatan bersenjata China untuk melakukan modernisasi pada tahun 2035. China berambisi menjadi kekuatan militer kelas dunia, yang mampu berperang dan memenangkan perang pada tahun 2049.
Untuk mencapai tujuan tersebut, China telah menghabiskan banyak dana untuk memperkuat angkatan bersenjatanya, baik dalam hal personel, peralatan, maupun teknologi. China juga telah meningkatkan persediaan senjata nuklirnya dan mengembangkan rudal hipersonik yang dapat menembus pertahanan udara musuh.
Selain itu, China juga telah menunjukkan keberaniannya dalam melakukan operasi militer di wilayah-wilayah yang dipersengketakan, seperti Laut China Selatan, Taiwan, dan perbatasan India.
Di sisi lain, China juga mengklaim dirinya sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
China memiliki sistem politik yang disebut demokrasi sosialis dengan karakteristik China, yang berarti bahwa Partai Komunis China (PKC) adalah partai tunggal yang memimpin negara itu dengan dukungan rakyat.
China juga memiliki konstitusi yang menjamin hak-hak dasar warga negara, seperti hak berpendapat, berkumpul, berorganisasi, dan berdemo.
Baca Juga: China-Amerika Serikat: Kawan atau Lawan?
Namun, banyak pihak yang meragukan klaim China sebagai negara demokrasi. Sebab, dalam praktiknya, China sering kali melanggar hak asasi manusia dan menindas kebebasan sipil. Contohnya adalah kasus penindakan keras terhadap demonstran pro-demokrasi di Lapangan Tiananmen pada tahun 1989, yang menewaskan ribuan orang.
Kasus lainnya adalah perlakuan represif terhadap kelompok-kelompok minoritas etnis dan agama di China, seperti Uighur di Xinjiang dan Tibet. China juga dikenal sebagai negara yang melakukan sensor ketat terhadap media dan internet, serta mengekang hak politik dan hukum warga negara.
China adalah negara yang memiliki dua wajah yaitu sebagai kekuatan militer yang ambisius dan sebagai negara demokrasi yang bermasalah. Kedua wajah ini menimbulkan tantangan dan ancaman bagi negara-negara lain, terutama bagi negara-negara demokrasi yang menghargai hak asasi manusia dan perdamaian dunia.
China: Strategi Nuklir Pertahanan atau Agresi?
Menurut laporan Pentagon yang diterbitkan pada November 2021, China kemungkinan akan melipatgandakan cadangan nuklirnya pada akhir dekade ini. China juga sedang memodernisasi cara-cara untuk mengirimkan hulu ledak nuklirnya dengan triad nuklir seperti misil, pesawat, dan kapal selam.
China telah mengembangkan rudal hipersonik yang dapat menembus pertahanan udara musuh dengan kecepatan lebih dari lima kali kecepatan suara. China juga telah meningkatkan kapabilitas kapal selam nuklirnya, yang dapat beroperasi di perairan jauh dan sulit dideteksi.
China selalu mengklaim bahwa senjata nuklirnya adalah untuk tujuan pertahanan diri dan pencegahan ancaman nuklir dari pihak lain. China juga selalu menyatakan bahwa mereka tidak akan pernah menjadi yang pertama menggunakan senjata nuklir dalam konflik.
Namun, beberapa pihak meragukan klaim China tersebut. Sebab, dengan meningkatnya kemampuan dan jumlah senjata nuklirnya, China dapat berubah menjadi negara yang lebih agresif dan berani dalam menghadapi lawan-lawannya.
Beberapa fakta yang menunjukkan potensi agresi China adalah sikapnya yang keras terhadap Taiwan, yang dianggap sebagai bagian dari wilayahnya. China telah melakukan latihan militer dan penerbangan dekat pulau tersebut, serta mengancam akan menggunakan kekerasan jika Taiwan menyatakan kemerdekaannya.
Baca Juga: Generasi Muda Indonesia dan China Jalin Persahabatan melalui One Indonesia
China juga telah bersengketa dengan negara-negara tetangga di Laut China Selatan, yang kaya akan sumber daya alam dan penting secara strategis. China telah membangun pulau-pulau buatan dan fasilitas militer di wilayah tersebut, serta menolak putusan arbitrase internasional yang menentang klaimnya.
China adalah negara yang sedang melakukan peningkatan terbesar dalam bidang nuklirnya, dengan tujuan untuk menjadi kekuatan militer terbesar di dunia. Namun, strategi nuklir China masih belum jelas apakah untuk tujuan pertahanan atau agresi.
Hal ini menimbulkan ketidakpastian dan ketegangan bagi negara-negara lain, terutama bagi negara-negara demokrasi yang menghargai hak asasi manusia dan perdamaian dunia.
Penulis: Ammar Judistia Arindra (112111300000109)
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Dosen Pengampu: Robi Sugara, M. Sc.
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi