Bullying dapat dikatakan sebagai satu bentuk kekerasan pada anak yang dilakukan oleh salah satu atau sekelompok teman seusianya kepada seseorang anak yang lebih lemah untuk menghasilkan keuntungan atau kepuasan tersendiri bagi seorang pelakunya.
Kata bullying bermula dari Bahasa Inggris, yakni dalam kata bull dengan arti banteng yang suka merunduk ke berbagai arah.
Berdasarkan etimologi dalam Bahasa Indonesia, kata bully memiliki arti menggertak atau orang yang suka mengusik orang lain yang lemah.
Sedangkan berdasarkan terminologi definisi bullying menurut Ken Rigby (Zakiyah, Humaedi, & Santoso, 2017) ialah suatu keinginan untuk menyakiti yang ditunjukan ke dalam tindakan, sehingga membuat orang lain menderita.
Tindakan ini dilakukan secara spontan oleh seseorang bahkan sekelompok orang yang lebih berkuasa, tidak bertanggung jawab, dan biasanya terjadi dengan berulang, serta merasa senang ketika melakukannya.
Budaya bullying (kekerasan) dengan mengatasnamakan senioritas masih terus terjadi pada anak Sekolah Dasar, sering kali tindakan bullying terulang terus menerus, bahkan ada yang dilakukan secara terus berulang kali (Usmaedi, Sapriya, & Mualimah, 2021).
Perilaku bullying terbagi kedalam beberapa bentuk, dengan tingkatan yang beda. Bentuk-bentuk bullying tersebut diantaranya yaitu berupa bullying fisik, bullying verbal, dan bullying non verbal atau tidak langsung.
Perilaku bullying yang sering terjadi pada sekolah dasar yaitu perilaku bullying yang berbentuk verbal seperti mengejek/menghina temannya dan bahkan memanggil dengan sebutan nama orang tuanya.
Untuk meminimalisir perilaku bullying tersebut tentunya guru memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter baik pada anak.
Pendidikan karakter tersebut dapat diimplementasikan melalui Pendidikan Kewarganegaraan karena sesuai dengan tujuannya yaitu untuk membentuk generasi muda agar menjadi masyarakat yang baik, cinta tanah air, bertanggungjawab dan siap untuk hidup ditengah masyarakat.
Pendidikan mempunyai andil yang sangat penting dalam membentuk kepribadian pada seseorang. Pendidikan juga diakui sebagai sebuah komponen yang sangat berpengaruh terhadap majunya sebuah bangsa dan negara. Oleh sebab itu, pendidikan menjadi prioritas utama yang dikembangkan oleh suatu bangsa.
Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1 termuat isi bahwasanya pendidikan sebagai sebuah usaha sadar serta terstruktur guna menciptakan suasana belajar serta kegiatan pembelajaran agar potensi yang dimiliki peserta didik dengan aktif mampu dikembangkan sehingga dapat memiliki kekuatan spiritual, religius, intelektual, pengendalian diri, kepribadian, akhlak yang baik, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa bahkan negara.
Dari pernyataan tersebut maka bisa diambil sebuah makna yaitu pada hakikatnya pendidikan merupakan sebuah proses dalam membantu generasi muda agar memiliki kecerdasan, memiliki karakter dan moral yang baik, berilmu dan bertaqwa, serta dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Pemerintah Indonesia memiliki program yang mewajibkan warga negaranya untuk berpendidikan minimal 12 tahun yang dimulai sejak sekolah dasar.
Pendidikan dasar merupakan sebuah pondasi awal sebelum melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya.
Sekolah dasar yang menjadi wadah dalam proses pendidikan dasar diharapkan dapat menumbuhkan karakter dan akhlak baik pada peserta didik.
Menurut (Annisa, Wiliah, & Rahmawati, n.d.), proses pendidikan karakter perlu dilaksanakan sedari kecil dan dapat dimaksimalkan dalam usia sekolah.
Maka, guru memiliki peran yang penting dalam menciptakan proses pendidikan yang efektif dan menyenangkan bagi siswa agar proses pendidikan dapat terlaksana sesuai dengan tujuannya.
Dalam proses belajar mengajar, termuat cukup banyak mata pelajaran yang telah disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
Salah satu pelajaran yang penting diajarkan pada siswa sekolah dasar adalah Pendidikan Kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memiliki sebuah tujuan yang istimewa ialah untuk melahirkan warga negara yang baik (good citizen) dalam rangka nation and character building (Giwangsa, 2018).
Dalam Pendidikan Kewarganegaraan ini mengandung banyak nilai moral yang berasaskan pada nilai dasar negara serta nilai Pancasila yang dapat membentuk karakter baik pada siswa.
Pendidikan Kewarganegaraan juga memiliki misi yaitu untuk meningkatkan potensi yang dimiliki anak, menyiapkan anak untuk hidup di tengah masyarakat, serta membentuk budaya kewarganegaraan sebagai salah satu penentu bagi kehidupan yang bersifat demokratis.
Ditengah perkembangan zaman yang semakin pesat, karakter tiap peserta didik tentu mengalami perubahan bahkan penyimpangan.
Salah satu penyimpangan yang masih banyak ditemui pada siswa sekolah dasar adalah perilaku agresif yang dapat menyebabkan kebiasaan untuk membully temannya.
Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengatasi masalah bullying pada anak sekolah ini dapat diimplementasikan melalui nilai Pancasila, sebab seperti yang kita tahu bahwasanya Pancasila ini merupakan sebuah pedoman atau pandangan hidup yang dapat digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Pancasila dapat dikatakan sebagai sebuah ideologi dasar bagi bangsa Indonesia. Pancasila berdasar kepada bahasa sansekerta yakni “Panca” yang berarti 5 serta “Sila” yang memiliki arti prinsip maupun asas.
Selain itu, kata sila berawal dari kata susila, yang artinya sikap yang baik. Maka menurut kebahasaan bisa dikatakan bahwa Pancasila itu dikatakan sebagai lima batu sendi atau dasar atau bisa juga diartikan sebagai lima sikap atau tingkah laku yang baik (Gultom, 2019).
Fungsi pokok dari pancasila yaitu sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia, sebagai akar dari segala sumber hukum, sebagai sebuah perjanjian luhur, dan sebagai falsafah hidup negara Indonesia (Gesmi & Hendri, 2018).
Penulis: Fitri Nur
Mahasiswi PPKn, Universitas Pamulang
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi