Analisis Peran Advokasi Organisasi Majlis Ugama Islam Singapura terhadap Umat Muslim di Negara Multikultural Singapura

Logo
Sumber: www.mccy.gov.sg

PENDAHULUAN

Multikulturalisme di Asia Tenggara dialami oleh negara kecil, Singapura. Negara ini hanya mencapai 728 km2 dan ditempati oleh 5.7 juta populasi di dalamnya. Julukan multikultural ini datang karena Singapura memiliki masyarakat yang heterogen atau berasal dari ras yang berbeda-beda.

Sama seperti Malaysia, Singapura didiami oleh sebagian besar ras China, Melayu, dan India. Kultur atau budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut berbeda satu sama lain tergantung oleh rasnya.

Hal ini pun membuat Singapura memiliki beragam agama di dalamnya dengan rincian 31.1% Buddha, 18.9% Kristen, 15.6% Islam, 8.8% Tao, 5% Hindu, dan 0.6% kepercayaan lain. Meskipun begitu, terdapat masyarakat di Singapura yang tidak memeluk agama sebesar 20% (Musa, 2023).

Negara ini berbatasan langsung dengan dua negara besar, Malaysia dan Indonesia, yang bermayoritaskan masyarakat yang memeluk agama Islam. Meskipun Islam tidak menjadi agama mayoritas di Singapura, nyatanya Singapura pernah menjadi negara besar Islam.

Bacaan Lainnya

Berada di posisi yang strategis di Asia Tenggara, Singapura tidak hanya menjadi lokasi transit perdagangan, tetapi pusat Informasi mengenai Islam sampai abad ke-20.

Memasuki abad ke-21, Singapura berubah alur menjadi negara tanpa campur tangan agama (Saefullah, 2016) yang berarti urusan agama dibedakan dari pemerintahan.

Dengan sejarah agama Islam yang besar dan heterogenitas agama di Singapura saat ini, tidak membuat Singapura seperti sebagian besar negara tetangganya di Asia Tenggara yang membawa agama dalam urusan negara.

Singapura pun tidak mewajibkan masyarakatnya untuk memeluk agama atau kepercayaannya seperti yang tertuang dalam UUD 1945 Indonesia Pasal 29 Ayat 1 dan 2 dengan pernyataan bahwa Indonesia merupakan negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa serta menjamin kebebasan penduduk untuk memeluk dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya.

Pemerintahannya membebaskan urusan agama dari pemerintahan karena agama secara pribadi milik masyarakat atau yang disebut sekuler (Pachoer, 2016).

Namun, pemerintah Singapura membuka diri terhadap organisasi-organisasi berbasis agama demi kepentingan masyarakat agama tersebut. Organisasi-organisasi tersebut akan membantu pemerintah dalam merumuskan peraturan ataupun kebijakan untuk umatnya.

Agama Islam selaku salah satu agama besar di Asia Tenggara memiliki organisasi khusus di Singapura. Organisasi tersebut bernama Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS) yang merupakan badan resmi pemerintahan Singapura.

Dikarenakan berada di negara yang tidak menjadikan agama sebagai fokus utama dalam pemerintah, membuat masyarakat beragama tidak dapat lebih mudah menyalurkan aspirasi keagamaannya terutama pada hal-hal penunjang ibadah.

Di Singapura, terdapat salah satu organisasi agama besar bernama Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS) yang merupakan badan resmi pemerintah Singapura. Secara umum, organisasi ini bergerak dalam berbagai bidang yang berhubungan dengan masyarakat Muslim Singapura.

Kepentingan masyarakat muslim di negara yang juga multikultur ini pun dapat disalurkan oleh MUIS kepada pemerintah melalui advokasi. Hal tersebut menjadi tanggung jawab MUIS demi kesejahteraan umat muslim.

Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dijelaskan peran advokasi organisasi Majlis Ugama Islam Singapura terhadap umat muslim di Singapura.

Penelitian ini menggunakan beberapa konsep yang menjadi acuan penelitian. Konsep ini digunakan untuk memudahkan peneliti dalam pencarian informasi-informasi. Landasan konseptual yang pertama adalah ‘Advokasi’.

Dalam penelitian ini, advokasi dilakukan sebagai peran aktor yang diteliti yaitu organisasi MUIS terhadap isu. Advokasi sering dihubungkan dengan proses untuk mencapai kesejahteraan atau keberhasilan.

Menurut Sharma (1996), advokasi adalah suatu kegiatan dengan tujuan mengubah kebijakan melalui proses-proses seperti rekomendasi dan permohonan demi tercapai solusi terhadap isu yang menjadi permasalahan.

Maka itu, advokasi adalah proses yang dilakukan untuk mempengaruhi kebijakan yang akan dibuat sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Untuk mempersempit pembagian dari advokasi, menurut Suharto dalam Zulyadi (2014) membagi advokasi menjadi dua jenis dalam lingkup sosial:

  1. Advokasi kasus, yaitu advokasi yang dilakukan suatu pihak untuk membantu pihak lainnya dalam mencapai pelayanan yang seharusnya didapatkan. Advokasi ini sering dihubungkan dengan advokasi yang berhubungan dengan hukum. Karena bertujuan untuk membantu suatu pihak, maka advokasi ini disebut juga sebagai advokasi klien.
  2. Advokasi kelas, yaitu advokasi yang dilakukan pihak dalam bentuk kelompok untuk membantu masyarakat dalam mencapai kesempatan yang menjadi haknya. Yang menjadi pembeda dengan advokasi kasus adalah dilakukan oleh suatu kelompok atau kumpulan orang-orang atau bisa melalui kolaborasi dengan kelompok lainnya dengan misi yang sama. Sasaran advokasi ini adalah perubahan dalam kebijakan-kebijakan publik dengan cara mempengaruhi pembuat kebijakan. Peran advokasi MUIS termasuk ke dalam bidang advokasi kelas.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan penjabaran data secara deskriptif. Data ditemukan melalui analisis literatur atau studi pustaka mengenai materi-materi terkait yang dicantumkan pada sitasi dan daftar pustaka.

Literatur yang digunakan didapatkan pada buku, jurnal, ataupun penelitian yang bersifat kredibel. Informasi-informasi yang didapatkan juga didukung oleh berita-berita terkini dari situs resmi. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian adalah organisasi MUIS dengan level analisis sistem internasional atau melihat melalui sudut pandang organisasi tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi Umat Muslim di Singapura

Populasi umat Muslim di Singapura telah menjadi topik pembahasan yang menarik selama beberapa dekade terakhir. Hal ini terutama disebabkan oleh peran penting masyarakat muslim di Singapura dalam kehidupan ekonomi, politik, dan sosial negara tersebut.

Sejarah Islam di Singapura dapat ditelusuri kembali ke abad ke-14, ketika pedagang Arab dan India membawa agama Islam ke wilayah tersebut.

Namun, keberadaan Islam di Singapura baru menjadi signifikan pada abad ke-19, saat populasi muslim di Singapura pertama kali terbentuk ketika pedagang-pedagang muslim dari berbagai wilayah di Asia Tenggara dan Timur Tengah berdatangan ke Singapura untuk berdagang.

Sejak itu, populasi muslim di Singapura terus bertambah seiring dengan pertumbuhan ekonomi negara ini. Sejak itu, masyarakat muslim di Singapura terus berkembang, hingga saat ini, umat muslim di Singapura sekitar 15% dari total populasi negara tersebut (SDS, 2020).

Mayoritas umat muslim di Singapura adalah keturunan Melayu, dengan minoritas dari India, Pakistan, Bangladesh, dan negara-negara Timur Tengah (Helmiati, 2014: 187).

Masyarakat muslim di Singapura memiliki bermacam-macam tradisi keagamaan, budaya, dan bahasa. Masyarakatnya dikenal sebagai komunitas yang terintegrasi dengan baik dengan masyarakat non-muslim lainnya.

Singapura merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai negara sekuler, dalam artian bahwa agama tidak mendominasi kehidupan publik dan tidak menjadi faktor penentu dalam urusan pemerintahan dan kebijakan negara.

Meskipun agama memiliki tempatnya sendiri dalam masyarakat Singapura, negara ini secara resmi menganut prinsip kesekularan yang kuat. Dalam konteks sekularisme, Singapura memperlakukan semua agama dengan adil dan memastikan kebebasan beragama bagi semua warganya.

Pemerintah Singapura tidak memberikan preferensi terhadap agama tertentu, dan semua agama diakui dan dihormati. Sebagai negara sekuler, umat Islam di Singapura memiliki beberapa persoalan perihal kebijakan pemerintah Singapura yang tidak menguntungkan terhadap penerapan syariat Islam.

Meskipun begitu, terdapat pula salah satu tantangan terbesar yaitu kekhawatiran tentang radikalisme dan ekstremisme, terutama setelah serangkaian serangan teror yang terjadi di negara-negara tetangga seperti Indonesia dan Malaysia.

MUIS telah berupaya untuk mengatasi masalah ini dengan meningkatkan kerja sama dengan lembaga-lembaga keamanan dan masyarakat muslim di Singapura. MUIS juga telah meluncurkan berbagai program dan inisiatif untuk membantu masyarakat muslim yang membutuhkan, termasuk program pemberdayaan ekonomi dan bantuan kemanusiaan.

Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa populasi umat muslim di Singapura telah berkembang dan berkontribusi secara signifikan pada kehidupan ekonomi, politik, dan sosial negara tersebut.

Sesungguhnya, umat muslim di Singapura masih menghadapi beberapa tantangan yang berupa adanya diskriminasi dan stigmatisasi sosial yang mungkin disebabkan karena Islam merupakan agama minoritas di Singapura.

Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama karena pemerintah Singapura sendiri telah mengambil berbagai tindakan untuk menangani isu-isu tersebut, termasuk dengan mempromosikan dialog dan toleransi antar agama dan mengadakan forum-forum publik untuk memfasilitasi diskusi tentang isu-isu tersebut (Riyanto, 2017: 24).

Maka dari itu, masyarakat muslim di Singapura dapat dikatakan telah memainkan banyak peran penting dalam berbagai sektor, yang berguna untuk memperkuat kerukunan dan toleransi agama di negara tersebut.

Majlis Ugama Islam Singapura

Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS) merupakan suatu badan atau lembaga yang didirikan pemerintah Singapura berdasarkan agama Islam di Singapura.

MUIS didirikan pada tahun 1968 dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan meneruskan harapan atau keinginan umat muslim di Singapura dalam menerapkan nilai-nilai kehidupan Islam, baik yang berhubungan kaidah Islam maupun yang berhubungan dengan pemerintahan (Masykuroh, 2020: 82).

MUIS bertanggung jawab untuk mempromosikan ajaran Islam yang moderat dan membina hubungan antar agama yang harmonis di Singapura.

MUIS berperan penting dalam memastikan bahwa praktik Islam di Singapura sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diakui oleh mayoritas Muslim di negara tersebut.

Salah satu cara utama MUIS memastikan hal ini adalah dengan mengeluarkan fatwa (aturan), yaitu panduan yang berisi pedoman hukum Islam dalam berbagai hal, seperti cara beribadah, berpakaian, dan makanan halal (Masykuroh, 2020: 83).

Fatwa yang dikeluarkan oleh MUIS memiliki pengaruh besar di Singapura dan diakui oleh mayoritas muslim di negara tersebut. Hal ini dapat dikatakan sangat penting karena Singapura merupakan pusat perdagangan dan logistik di Asia Tenggara (Inspra, 16/12/22).

Dalam hal ini, sertifikat halal MUIS menjadi penting karena dapat memberikan kepercayaan dan kenyamanan kepada konsumen muslim dalam memilih produk halal yang akan dikonsumsi.

Secara umum, MUIS berupaya untuk mempromosikan pemahaman dan toleransi antar agama, serta memastikan bahwa praktik Islam di Singapura tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diakui oleh mayoritas non-Muslim di negara tersebut.

Selain itu, MUIS memiliki tanggung jawab atas pengawasan masjid dan lembaga keagamaan lainnya. MUIS menjalankan program bimbingan dan konseling kepada masyarakat muslim untuk mengatasi masalah-masalah keagamaan dan sosial yang mereka hadapi.

MUIS juga memiliki layanan zakat dan sedekah, yang memfasilitasi pemberian zakat dan sedekah oleh masyarakat Muslim kepada mereka yang membutuhkan (Masykuroh, 2020: 89).

Peran Advokasi Majlis Ugama Islam Singapura

MUIS menjadi perpanjangan tangan pemerintah Singapura dalam pemisahan urusan negara dengan urusan agama serta mengatur regulasi komunitas muslim Singapura agar sesuai ajaran Al-Qur’an dan Sunnah (Masykuroh, 2020: 88).

Dengan demikian, MUIS memiliki peranan penting dalam urusan advokasi terhadap umat muslim di Singapura. Adapun beberapa tugas utama MUIS di antaranya:

  1. Memberikan saran terhadap Presiden Singapura mengenai permasalahan agama muslim di Singapura. Tugas ini di dalamnya meliputi proses-proses advokasi untuk memengaruhi kebijakan yang akan dibuat pemerintah Singapura utamanya dalam mengatur urusan yang berkaitan dengan agama Islam. Kebijakan-kebijakan tersebut berupa urusan haji dan sertifikasi halal; mengatur wakaf serta pendanaan kaum muslim yang didasarkan atas undang-undang serta amanah; mengatur pengumpulan zakat, infak, serta sedekah guna mendukung keperluan agama Islam serta untuk kepentingan umat Islam lainnya; mengatur seluruh masjid dan madrasah yang ada di Singapura; menjalankan tugas dan kewajiban yang dimiliki majlis berdasarkan atas undang-undang serta hukum tertulis lainnya; dan mengeluarkan fatwa yang kemudian menjadi produk hukum serta wajib dipatuhi oleh masyarakat Islam Singapura (Amin, 2018: 75).
  2. Menyelaraskan ajaran agama Islam yang sesuai dengan undang-undang Singapura. Melalui tugas dan tanggung jawab yang diembannya, MUIS berusaha mengupayakan berbagai hal untuk mengatur regulasi umat Islam Singapura agar sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi tetap dengan berlandaskan atas undang-undang milik Singapura.  Seperti halnya bentuk implementasi tugas MUIS dalam mengatur wakaf, zakat, infak, sedekah serta pendanaan kaum muslim dengan melakukan pengelolaan langsung secara profesional. Pengelolaan dilakukan secara daring melalui sistem perbankan milik Singapura untuk pemasukan organisasi. Hal ini didasarkan pada masukan-masukan yang diberikan kepada pemerintah sehingga mendapat persetujuan dari pemerintah agar MUIS mendapat sumbangan wajib dari setiap pekerja muslim setiap bulan. Upaya yang dilakukan MUIS tersebut ditujukan untuk pembangunan masjid dan madrasah atau dikenal dengan Mosque Madrasah Building Fund (Amin, 2018: 76).
    Kemudian, perihal pengurusan masjid, MUIS mengimplementasikannya melalui pengawasan masjid yang memiliki kewenangan terhadap kurikulum pendidikan agama, pernikahan, zakat, kurban, dan sebagainya.
    Tak hanya itu, MUIS juga melakukan pengawasan terhadap khutbah jumat di setiap masjid dan memastikannya agar isi khutbah sejalan dengan konsep negara Singapura yang majemuk. MUIS berkonsultasi dengan pemerintah setempat dalam memastikan sejalannya MUIS dengan peraturan di Singapura.
    Oleh sebab itu, ulama yang berasal dari dalam maupun luar negeri diwajibkan untuk memiliki izin sertifikasi ceramah (tauliah) atas persetujuan MUIS (Helmiati, 2013: 95).
    Sebagai bentuk peran dan tanggung jawab MUIS dalam mengatur madrasah, MUIS juga memberikan sumbangan dana untuk keberlangsungan madrasah tersebut. Dengan adanya keterbatasan tersebut juga tak menghentikan MUIS untuk berusaha mengoptimalkan pendidikan Islam.
    Melalui program pengembangan Islam atau yang dikenal dengan Islamic Development Cluster, MUIS berusaha melakukan pengembangan pendidikan guru (asatizah), pembinaan pengurus dan pengelolaan masjid, pembangunan kantor mufti, perencanaan pembangunan masyarakat, penelitian dan pengembangan.
    Salah satu bentuk program ialah dengan dilakukannya program Asatizah Recognition Scheme (ARS) untuk meningkatkan kedudukan guru agama serta fungsinya sebagai panduan yang baik bagi anggota kaum muslim Singapura.
    Hal ini dilakukan dengan memastikan guru agama atau yang dikenal dengan ustad maupun ustadzah di Singapura memiliki pengetahuan Islam yang sudah disetujui oleh badan otorisasi yang bersangkutan yakni Asatizah Recognition Board (Masykuroh, 2020: 89).
  1. Implementasi advokasi terkait produk hukum atau fatwa. MUIS membentuk program pengelolaan kepemilikan atau Assets Management Cluster. Program ini berusaha untuk melakukan pengelolaan terhadap pengeluaran fatwa dan aturan-aturan Islam. Pemerintah Singapura dulunya melarang penggunaan tudung kepala (hijab) bagi perawat muslimah karena dianggap dapat melemahkan identitas nasional serta menghambat integrasi sosial. Namun, dilansir melalui Dream.co.id, per November 2021, pemerintah Singapura akhirnya mencabut larangan penggunaan hijab bagi perawat muslimah. Hal ini disampaikan langsung melalui pidato Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong yang memutuskan penambahan hijab sebagai atribut seragam para perawat muslimah pada 29 Agustus 2021 silam. Adapun keputusan tersebut diambil setelah berdiskusi selama bertahun-tahun.

KESIMPULAN

Secara keseluruhan, penelitian ini membahas peran advokasi organisasi Islam di Singapura terhadap umat Islam di Singapura. Sebagai negara multikultur karena masyarakatnya berasal dari beragam etnis, Singapura memilih jalan sebagai negara yang memisahkan urusan agama dengan pemerintahan.

Meskipun begitu, Singapura masih mengizinkan berdirinya organisasi-organisasi berbasis agama. Namun, sekuleritas menjadi tantangan besar bagi masyarakat Singapura, tak lain karena disebabkan oleh masih banyaknya terjadi diskriminasi serta stigma sosial di kalangan masyarakat Singapura.

Oleh sebab itu, pemerintah Singapura berusaha untuk menyelaraskan dan menegakkan toleransi dengan pembentukan organisasi keagamaan untuk mengatur masyarakat di Singapura berdasarkan kepercayaan masing-masing.

Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS) merupakan suatu lembaga yang didirikan Pemerintah Singapura pada 1968 dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan meneruskan harapan atau keinginan umat muslim di Singapura dalam menerapkan nilai-nilai kehidupan Islam, baik yang berhubungan kaidah Islam maupun yang berhubungan dengan pemerintahan.

MUIS berusaha mengatur regulasi umat Islam Singapura yang berlandaskan atas ajaran agama yakni Al-Qur’an dan Sunnah namun juga berdasarkan atas undang-undang Singapura.

Dengan peranan yang dimilikinya, MUIS bahkan meraih banyak pencapaian, seperti salah satunya yaitu manajemen masjid yang dianggap sangat baik karena memiliki program terencana di bawah binaan. Hal ini dilakukan MUIS semata-mata untuk tetap menjaga toleransi umat beragama di Singapura.

Penulis: Ridho Putra Ramadhan
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Daftar Pustaka

Ali, S. (2013). Muslim Organisations in Singapore: Responses to the Changing Context of Da’wah. Kajian Malaysia, 31(1&2), 99-120.

Amin, S. (2018). Islam dan Keharmonian Kaum di Singapura. Jurnal RI’AYAH, Vol. 3, No. 1, Hal 69-82. https://e-journal.metrouniv.ac.id/index.php/riayah/article/view/1180.

Baiquni, A. (29 Oktober 2021). Majelis Agama Islam Singapura Terbitkan Panduan Penggunaan Hijab untuk Perawat. Dream.Co.Id, Majelis Agama Islam Singapura Terbitkan Panduan Penggunaan Hijab untuk Perawat | Dream.co.id.  Diakses pada 1 Mei 2023.

FAUZIAH, M. (2016). Analisis Isi Advokasi The Council On America-Islamic Relation (CAIR) dalam Menangani Isi Islamophobia di Amerika Serikat. Skripsi: Universitas Muhammadyah Yogyakarta, hal. 25-36.

Helmiati. (2013). Dinamika Islam Singapura: Menelisik Pengalaman Minoritas Muslim di Negara Singapura yang Sekular & Multikultural. Jurnal Toleransi, Vol. 5, No. 2, Hal 87-99. doi:10.24014/trs.v5i2.62.

Helmiati (2014). Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau,187-210.

KBBI Daring. Agama. https://kbbi.web.id/agama diakses tanggal 4 Mei 2023

KBBI Daring. Organisasi. https://kbbi.web.id/organisasi diakses tanggal 4 Mei 2023

Inspirasi Indonesia. 16 Desember 2022. Jelaskan Mengapa Negara Singapura Lebih Berfokus Pada Perdagangan dan Industri dengan Rinci. https://www.inspira.my.id/2022/12/jelaskan-mengapa-negarasingapuralebih.html#:~: text=Singapura%20adalah%20salah%20satu%20pusat%20perdagangan%2C%20 transportasi%2C%20dan,dengan%20pusat%20keuangan%20yang%20berada%20di%20pusat%20kota. Diakses pada 5/5/2023 pukul 2.48am.

Kosim, M. (2011). PENDIDIKAN ISLAM DI SINGAPURA: Studi Kasus Madrasah al-Juneid al-Islamiyah. Jurnal Al-tahrir, Vol. 11, No. 2, Hal 433-455.

Masykuroh, N. (2020). ISLAM DI SINGAPURA. Media Karya Publishing, Banten. http://repository.uinbanten.ac.id/5616/2/ISLAM%20DI%20SINGAPURA.pdf.

Musa, M. A. (2023). Singapore’s Secularism and Its Pragmatic Approach to Religion. Religions, Vol. 14, No. 2.

Riyanto, S. (2017). Memotret Stigma Muslim Melayu di Singapura. UMY.ac.id. http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/13978/LAPORAN%20PENELITIAN%20STIGMA%20TENTANG%20MUSLIM%20MELAYU%20upload.pdf?sequence=1.

Riyanto, S., Cipto, B., Warsito, T., & Surwandono, S. (2019). Islam dalam Politik Luar Negeri Singapura. Jurnal Hubungan Internasional, 7(2), 205-216.

Rohin, L. H. (22 Mei 2022). Fenomena UAS dan Tantangan Dakwah Islam. Tawazun.id. https://www.tawazun.id/fenomena-uas-dan-tantangan-dakwah-islam/. Diakses pada 1 Juli 2023.

Saefullah, A. (2016). Tumasik: Sejarah Awal Islam di Singapura (1200-1511 M). Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2.

Syahputra, H. (2014). Peran Politik Muhammadiyah Tahun 2010-2014. Jurnal Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya Malang. 20-26.

Pachoer, D. A. (2016). Sekularisasi dan Sekularisme Agama. Jurnal Agama Dan Lintas Budaya, 1(1), 91-102.

Sharma, R. R. (1996). An Introduction to Advocacy: Training Guide.

Singapore Department of Statistics. (2020). Population in brief 2020. Singapore Government.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Usnawati, H. (2002). Peranan Majlis ugama Islam Singapura (MUIS) Dalam Pengembangan komunitas Islam Singapura. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Hidayatullah, Jakarta. Hal. 46-63.

Zulyadi, T. (2014). Advokasi sosial. Jurnal Al-Bayan: Media Kajian dan Pengembangan Ilmu Dakwah, Vol 20, No. 2.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses