Pendahuluan
Di era digital saat ini, budaya hate speech atau ujaran kebencian semakin berkembang pesat, terutama di negara dengan masyarakat yang sangat heterogen seperti Indonesia.
Ujaran kebencian adalah bentuk komunikasi yang menargetkan individu atau kelompok berdasarkan faktor-faktor tertentu, seperti ras, agama, etnis, gender, orientasi seksual, hingga pandangan politik. Hate speech sering kali bersifat provokatif, diskriminatif, dan merusak, yang dapat memicu ketegangan sosial dan memperburuk polarisasi dalam masyarakat.
Sebagai negara yang dikenal dengan keberagaman budaya, etnis, dan agama, Indonesia seharusnya menjadi contoh bagaimana keberagaman dapat dikelola secara damai. Namun, keberagaman yang kaya ini juga membuka ruang bagi munculnya ketegangan sosial, yang seringkali diekspresikan melalui hate speech. Media sosial, sebagai platform yang semakin dominan, memperburuk fenomena ini dengan mempercepat penyebaran ujaran kebencian. Dalam konteks ini, hate speech berpotensi merusak harmoni sosial dan nilai-nilai luhur yang menjadi dasar kehidupan masyarakat Indonesia, seperti toleransi, gotong royong, dan saling menghormati.
Pembahasan
Kasus Hate Speech di Indonesia
Salah satu contoh kasus hate speech yang mencolok di Indonesia adalah fenomena ujaran kebencian yang terjadi selama pandemi COVID-19. Pandemi ini memunculkan ketidakpastian sosial dan ekonomi yang meluas, serta perbedaan pandangan terhadap kebijakan pemerintah. Media sosial, terutama Twitter, digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo dan pemerintah, khususnya terkait dengan kebijakan penanganan pandemi. Kritik terhadap kebijakan pembatasan sosial, distribusi bantuan sosial, dan vaksinasi sering kali disertai dengan penghinaan dan provokasi yang bernuansa kebencian.
Pada 2020-2021, salah satu contoh hate speech yang viral di Twitter adalah tagar #JokowiBohong, yang digunakan oleh sejumlah pengguna untuk menuduh Presiden Joko Widodo berbohong terkait penanganan pandemi. Ujaran ini tidak hanya menambah ketegangan antara pemerintah dan rakyat, tetapi juga menyulut perpecahan di kalangan masyarakat, terutama antara kelompok pro-pemerintah dan kelompok anti-pemerintah. Selain itu, banyak sekali disinformasi yang beredar dalam bentuk meme atau video yang mengandung ujaran kebencian, yang kemudian dibagikan secara luas, memperburuk polarisasi sosial.
Fenomena hate speech ini dapat dilihat dari berbagai perspektif. Hate speech sering muncul sebagai bentuk pelampiasan dari perasaan frustrasi atau ketidakpuasan terhadap kondisi sosial atau politik yang ada. Ketika individu merasa tidak puas dengan kebijakan yang ada, mereka cenderung mengekspresikan rasa kecewa mereka melalui kritik yang tidak konstruktif, bahkan sampai melibatkan penghinaan terhadap individu atau kelompok lain. Dalam kasus pandemi, faktor ketidakpastian ekonomi, sosial, dan kesehatan juga turut memicu eskalasi konflik di masyarakat.
Selain itu, fenomena trolling juga sering kali memperburuk situasi. Dalam banyak kasus, individu atau kelompok sengaja melakukan hate speech atau provokasi melalui media sosial hanya untuk kesenangan pribadi atau sekadar untuk mendapatkan perhatian. Tindakan ini tidak hanya merusak keharmonisan sosial, tetapi juga mengganggu proses komunikasi yang sehat di masyarakat.
Baca Juga: Penguatan Demokrasi terhadap Pemerintahan yang didebatkan CAPRES di PILPRES 2024
Penyebab Hate Speech di Indonesia
1. Literasi Media yang Rendah
Salah satu faktor utama penyebaran hate speech di Indonesia adalah rendahnya literasi media di kalangan masyarakat. Banyak orang yang belum terampil dalam memilah dan menilai informasi yang diterima, baik itu informasi yang benar atau yang mengandung hoaks dan ujaran kebencian. Penyebaran informasi yang cepat melalui platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan WhatsApp mempermudah penyebaran hate speech tanpa kontrol yang memadai. Ini menunjukkan pentingnya peningkatan literasi media agar masyarakat lebih kritis dalam menerima informasi.
2. Anonimitas dan Kurangnya Akuntabilitas di Media Sosial
Media sosial memberikan anonimitas bagi penggunanya, yang memungkinkan mereka untuk menyampaikan ujaran kebencian tanpa takut akan konsekuensi sosial atau hukum. Fenomena ini memperburuk dampak negatif hate speech karena individu merasa bebas mengekspresikan pandangan mereka tanpa rasa tanggung jawab.
3. Kesenjangan Sosial dan Ekonomi
Ketimpangan sosial dan ekonomi di Indonesia juga memicu munculnya hate speech. Ketidakpuasan terhadap kondisi sosial sering kali diekspresikan melalui ujaran kebencian yang ditujukan kepada pemerintah atau kelompok tertentu yang dianggap bertanggung jawab atas ketidakadilan tersebut. Ketegangan sosial ini semakin memperburuk situasi yang ada.
4. Polarisasi Politik yang Mendalam
Polarisasi politik yang tajam di Indonesia, terutama sejak pemilu 2014, turut memperburuk kondisi ini. Perbedaan pandangan politik sering kali mengarah pada konflik pribadi antar kelompok, yang kemudian menumbuhkan ujaran kebencian. Polarisasi ini semakin memperparah perpecahan sosial dan memperburuk hubungan antar kelompok di masyarakat.
Baca Juga: Kritik Elit, Sadar Sulit
Dampak Hate Speech terhadap Kebudayaan Indonesia
1 . Mengancam Nilai-Nilai Sosial
Hate speech merusak nilai-nilai dasar kehidupan sosial Indonesia, seperti toleransi, gotong royong, dan saling menghormati. Ketika ujaran kebencian dianggap wajar, solidaritas sosial pun terkikis. Ketegangan antar kelompok, baik berdasarkan etnis, agama, atau politik, bisa menyebabkan konflik fisik dan emosional yang merusak hubungan antar individu.
2. Dampak Psikologis pada Generasi Muda
Generasi muda yang terus terpapar hate speech berisiko mengalami dampak psikologis serius, seperti kecemasan, depresi, dan penurunan rasa percaya diri. Fenomena bullying yang sering melibatkan hate speech juga sangat merugikan perkembangan psikologis anak-anak dan remaja, yang merupakan kelompok paling rentan terhadap tekanan sosial.
3. Mengganggu Pembentukan Identitas Nasional
Indonesia yang kaya akan keberagaman etnis, agama, dan budaya menghadapi tantangan besar dalam membangun identitas nasional yang inklusif. Hate speech yang memicu intoleransi dan diskriminasi menghambat upaya menciptakan identitas bersama yang mampu merangkul seluruh elemen bangsa.
Strategi Penanggulangan Hate Speech
1. Pendidikan Literasi Media
Penting untuk meningkatkan literasi media agar masyarakat dapat lebih kritis terhadap informasi yang diterima. Program literasi media yang meliputi pemahaman tentang hoaks, hate speech, dan dampaknya perlu diperkenalkan di sekolah-sekolah, kampus, dan masyarakat luas untuk mengurangi penyebaran ujaran kebencian.
2. Penegakan Hukum yang Tegas
Penegakan hukum yang konsisten terhadap pelaku hate speech sangat penting. Pemerintah harus lebih tegas dalam menanggapi kasus hate speech melalui undang-undang yang ada, seperti UU ITE, untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah penyebaran ujaran kebencian lebih lanjut.
3. Kolaborasi Antar Sektor
Kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan budaya komunikasi yang lebih sehat. Lembaga pendidikan harus menanamkan nilai-nilai toleransi, sementara masyarakat juga perlu aktif melaporkan dan menanggapi ujaran kebencian yang muncul.
4. Penciptaan Ruang Dialog yang Aman
Penting untuk memberikan ruang bagi masyarakat untuk berdialog secara aman tanpa ancaman atau intimidasi. Dialog yang konstruktif dapat meredakan ketegangan antar kelompok dan membantu membangun pemahaman yang lebih baik antar individu yang memiliki pandangan berbeda.
5. Peningkatan Etika Bermedia Sosial
Peningkatan kesadaran tentang etika bermedia sosial sangat dibutuhkan. Kampanye untuk berbicara secara bijaksana di ruang digital harus digalakkan, melibatkan influencer dan tokoh publik untuk memberikan contoh yang baik dalam berkomunikasi secara online.
Baca Juga: Pemanasan Global: Antara Harapan Publik dan Kebijakan Pemerintah Melalui Food Estate
Penutup
Fenomena hate speech di Indonesia merupakan masalah kompleks yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. Ujaran kebencian tidak hanya merusak harmoni sosial, tetapi juga mengancam nilai-nilai kebudayaan yang telah lama dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia. Dengan berbagai faktor yang memicu penyebaran hate speech, mulai dari rendahnya literasi media, kesenjangan sosial, hingga polarisasi politik, upaya penanggulangan harus dilakukan secara menyeluruh dan melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Pendidikan literasi media, penegakan hukum yang lebih konsisten, serta kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor pendidikan adalah langkah-langkah penting yang perlu diambil untuk menciptakan masyarakat yang lebih toleran dan inklusif. Dengan demikian, kita dapat menjaga keberagaman yang menjadi kekuatan bangsa Indonesia dan menghindari perpecahan yang disebabkan oleh hate speech.
Penulis: Lavinia Nasywa Rinaldo
Mahasiswa Administrasi Publik Universitas Andalas
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News
Daftar Pustaka
Afdal, A. (2021). Perbedaan kecendrungan melakukan ujaran kebencian (hate speech) antara laki-laki dan perempuan. Jurnal Konseling Komprehensif Kajian Teori Dan Praktik Bimbingan Dan Konseling, 8(2), 1-13. https://doi.org/10.36706/jkk.v8i2.15425
Almutasir, M. (2022). Meredam budaya hate speech di media sosial. Jurnal Islamika, 4(2), 64-72. https://doi.org/10.37859/jsi.v4i2.3076
Asri, K., Rahman, L., & Ummah, R. (2022). Dampak bullying, kekerasan dan hate speech pada anak: studi kasus di smk swasta caringin bogor, indonesia. Jurnal Anifa Studi Gender Dan Anak, 3(2), 108-119. https://doi.org/10.32505/anifa.v3i2.4910
Febryanti, D., Mahmud, Z., Putri, S., Ovalia, F., & Sekarwangi, Y. (2022). Tipologi hate speech di twitter terkait kebijakan pemerintah selama pandemi covid-19. Jurnal Komunikasi Global, 11(2), 274-299. https://doi.org/10.24815/jkg.v11i2.26733
Irawan, I. (2018). Hate speech di indonesia. Mawa Izh Jurnal Dakwah Dan Pengembangan Sosial Kemanusiaan, 9(1), 1-17. https://doi.org/10.32923/maw.v9i1.712
Juliswara, V. (2017). Mengembangkan model literasi media yang berkebhinnekaan dalam menganalisis informasi berita palsu (hoax) di media sosial. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 4(2), 142. https://doi.org/10.22146/jps.v4i2.28586
Lusianai, W., Jaya, L., & Jabar, A. (2021). Pendidikan etika bermedia sosial melalui literasi media anti hoax, hate speech dan bullying. Jurnal PKM (Pengabdian Kepada Masyarakat), 4(4), 410. https://doi.org/10.30998/jurnalpkm.v4i4.6562