Eksistensi Pendidikan Pesantren bagi Generasi Muda di Era Milenial

Pendidikan
Eksistensi Pendidikan Pesantren

Pendahuluan 

Bahwasanya pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan yang berkiprah dalam bidang keagamaan. Dunia pesantren kerap dipahami masyarakat sebagai dimensi statis (tetap), bertolak ukur pada kefanatikan dan stagnasi bahkan pesantren disebut sebagai “penjara suci”, karena terdengar istilah penjara terbesit dalam pikiran kita yakni tempat para Napi (Nara Pidana) yang terkandang dalam jeruji besi yang dikarenakan kesalahan yang mereka perbuat sebeleumnya, dengan penuh harapan setelah keluar dari tempat kandang yang dikelilingi jeruji besi tersebut dapat jera, tidak mengulangi kesalahannya lagi dan bisa berubah menjadi lebih baik khususnya dari segi moral.

Sejak dahulu hingga saat ini  pesantren dikaitkan dengan doktrin-doktrin Islam yang dapat membina terkait moral-moral spiritual, akhlak, kesalehan sseorang dan pembelajaran ilmu-ilmu agama yang disertai dengan penyucian jiwa.

Mungkin dalam pernyataan pesantren dalam ranah peran orang tua sehingga menyekolahkan buah hati tercintanya di pesantren.

Baca Juga: Manajemen Pengelolan Pesantren

Bacaan Lainnya

Pembahasan

Secara etimologi, pesantren dapat diartikan sebagai suatu tempat untuk mendalami ilmu agama. Pesantren berasal dari kata “santri” yaitu seseorang yang belajar secara mendalam tentang agama Islam sehingga dengan kata tambahan pe-an, pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar dan mendalami agama Islam, yang dikemukaan oleh Soegarda Poerbakawatja yang dikutip oleh Haidar Putra Daulay.

Sedangkan pendapat Imam Zarkasyi (pendiri pondok Darussalam Gontor), pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama, di mana kiai menjadi pengasuh pesantren, peran seorang kiai sangat dipentingkan dalam lembaga pendidikan pesantren.

Bahkan secara penuh kewibawaan dan tegas beliau menyatakan tujuan pendidikan pesantren yakni menyemarakkan juang kemasyarakatan dan dakwah Islamiyah santri-santrinya.

Berhubungan dengan santri, kata santri dapat diambil dari ujung kata hasan dalam bahasa Arab yang memiliki arti baik, dan three dalam bahasa Inggris yang memiliki arti tiga, jadi dalam penggabungan dari kedua kata bahasa asing tersebut “Santri” dapat diartikan seorang yang baik dalam tiga hal (iman, Islam, dan ikhsan), dari ketiga aspek tersebut merupakan pondasi agama.

Perspektif orang dalam konteks pesantren dan santri memang tidak lepas dari poin-poin konteks Islam, membuatnya dipandang sebelah mata yakni lebih banyak terfokus pada ukhrowiyah daripada duniawiyah.

Kehidupan di era milenial yang semakin kesini semakin kompleks, di mana dunia semakin mengglobal dan peradaban yang semakin berkembang pesat, menurut eksistensi pesantren dalam membentuk generasi muda Islam yang kompeten dan mahir dalam segala bidang, baik turun dalam bidang teknologi maupun keagamaan pastinya.

Dalam persepsi ini merupakan tantangan yang sedang dan akan terus-menerus dihadapi oleh lembaga pesantren pada era milenial kini. Dengan demikian dalam dunia pendidikan pesantren mengharuskan diadakannya rekonstruksi, sebagai konsekuensi dari kemajuan dunia modern pada masa milenial.

Baca Juga: Pesantren di Bandung Al Ma’soem: Sekolahnya Santri Berakal, Berakhlak, dan Berbudi Pekerti

Rekonstruksi sistem pendidikan pesantren bukan berarti memberantas dari seluruh sistem yang ada kemudian berakibat hilangnya sebuah jati diri pesantren itu sendiri yakni terdapat lima elemen terpenting yang menjadi pilar sekaligus nyawa dari sebuah pesantren (kiai, santri, pondok, masjid, dan kitab kuning).

Dalam Al-Qur’an sendiri menegaskan bahwasanya perubahan adalah satu keharusan dalam hidup, dalam arti kehidupan manusia tidak statis, tetapi senantiasa dinamis dan terus-menerus berkelanjutan, berubah baik ke arah yang lebih maju atau malah sebaliknya.

Nabi Muhammad SAW tidak melarang adanya suatu perubahan yang menyesuaikan pada zaman, dengan syarat tidak keluar dari hukum-hukum agama yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Pada era milenial ini pesantren pun membuktikan eksistensinya yang nyata bagi kehidupan, menestapakan paradigma masyarakat mengenai pesantren yang hanya secara klasikal dan tradisional.

Mungkin sebagian orang akan menganggap remeh apabila mendengar sosok seorang “santri” bermain dalam politik, berkecimpung dalam tatanan ekonomi bangsa, mengadakan hubungan-hubungan dengan berbagai etnik dalam masalah krhidupan yang berideologi pluralitas, ikut mengenalkan khazanah budaya negeri ke negara-negara lainnya, dan ikut serta dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

Namun pada kenyataannya pesantren di Indonesia kini tumbuh dan berkembang begitu pesat. Perkembangan dari sudut pandang kualitas dan kuantitas pesantren berlanjut dari masa ke masa, berdasarkan hasil laporan pemerintah kolonial Belanda, tahun 1831 di Jawa saja terdapat tidak kurang dari 1.853 dengan jumlah santri tidak kurang dari 16.500 orang santri.

Kemudian pada suatu penyurveian yang diselenggarakan oleh Kantor Shumubu (Kantor Urusan Agama) pada masa Jepang pada tahun 1942, dengan jumlah pesantren bertambah menjadi 1.871 banyaknya pesantren, dari banyaknya jumlah tersebut belum juga dijumlahkan dengan pesantren di luar Jawa dan beberapa pesantren-pesanten kecil.

Dari masa ke masa jumlah pesantren terus bertambah, berdasarkan laporan dari Departemen Agama RI pada tahun 2001, jumlah pesantren di Indonesia mencapai 12.312 banyaknya pesantren. Tidak jauh berbeda dengan perkembangan pesantren secara kuantitasnya, karena dari segi kualitas, pesantren pun menampakkan masa-masa keemasannya.

Baca Juga: Benarkah Sistem Pendidikan Pesantren dan Sistem Pendidikan Modern Sinkron?

Jika kita lihat dari sisi kelembagaan, sekarang ini beberapa pesantren muncul menjadi sebuah lembaga yang besar yang memiliki kelengkapan fasilitas-fasilitas dengan tujuan dapat membangun potensi-potensi sosok santri tidak hanya segi akhlak, nilai intektur, spiritualitas, namun juga atribut-atribut ikon fisik dan material seperti munculnya pesantren-pesantren yang sudah terkemas sangat rapi yang memiliki daya jual yang tinggi dengan peralatan-peralatan modern misalnya yaitu: laboratorium bahasa, laboratorium komputer, lab MIPA, jaringan internet, aula auditorium, dan lain sebagainya. Menjadikan upaya perubahan dan pembangunan kemampuan skill para santri sehingga menjadi prioritas.

Terkait dengan pembentukan di bidang pendidikan, Amanah Undang-Undang Nasional Nomor 20/2003 disahkan sudah jelas dengan memasukkan pesantren sebagai salah satu sistem dari berbagai sistem pendidikan nasional, sebuah perhatian dan beberapa pengakuannya yang sudah selayaknya diterima oleh komunitas pesantren.

Life skills menjadi metode andalan untuk lembaga pesantren sendiri dengan tujuan dari penyelenggaraan kecakapan hidup (life skills) sendiri tak lain dan tidak salah hanyalah untuk membangun peserta didik (santri putri/ santri putra) dalam kemampuan agar dapat mengembangkan pola berfikir yang kritis, menghilangkan kebiasaan yang tidak baik sehingga dapat mengembangkan potensi diri sendiri sehingga bisa memcahkan problema, kontra dalam berkehidupan secara kontruktif, inovatif, kreatif dan produktif sehingga dapat menghadapi realita kehidupan dengan bahagia baik secara lahiriah maupun batiniah yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

Ranah pesantren di antaranya dengan pemantapan bahasa, tidak saja dengan bahasa Arab yang menjadi prasyarat mutlak yang berlaku dalam isi Al-Qur’an, melainkan juga bahasa Indonesia dan tentu saja bahasa Inggris, bahasa Indonesia menjadi penting karena dengan bahaasa Indonesia para santri dapat berkomunikasi pada tingkat lokal, regional, dan nasional.

Baca Juga: Dakwah Pesantren Ummul Quro Cimahi dalam Hegemoni Pasar Modern

Kesimpulan dan Saran

Dari berbagai argumentasi dapat kita ambil kesimpulannya bahwa eksistensi pendidikan pesantren bagi generasi muda era milenial banyak memberikan pelajaran dan menambah pengetahuan sumbangsih aspek-aspek yang positif bagi kemajuan bangsa pada segala bidang, dengan tidak menghapuskan pandangan sendiri terhadap pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang mencetak penerus bangsa yang bersuara demi membangun peradaban bangsa salah satunya dengan ber-akhlakul karimah, rekonstruksi pada pesantren sendiri masih harus dikembangkan dengan dipilari syiar-syiar agama agar tidak membelok dari jalan yang sesuai dengan Al-Qur’an dan hadis.

Penulis: 

Al Qony Puspasary
Mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia UIN Raden Mas Said Surakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Daftar Pustaka

Agama di Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia  

Fatah, Rohadi Abdul dkk. 2008. Rekonstruksi Pesantren Masa Depan, Jakarta: PT. Lisatafariska Putra.

Haedari, M Amin. 2006. Masa Depan Pesantren  Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global, Jakarta: IRD press.

Yuppi, Mu. 2008. Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren. Jakarta: Media Nusantara.

Wirosukarto, Amir Hamzah, et.al. 1996. KH. Imam Zarkasyi dari Gontor. Merintis Pesantren Modern Ponorogo: Gontor Press.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses