Memahami Eksistensi Pendidikan

Barangkali sudah bukan rahasia umum jika pendidikan menjadi satu-satunya instrumen yang mampu mengubah peradaban manusia.

Sangat tepat apa yang pernah diucapkan Nelson Mandela, “Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan pendidikan, anda dapat mengubah dunia”. Pasase tersebut dengan jelas menggambarkan bagaimana pendidikan hadir sebagai jaminan bagi masa depan dunia.

Di tengah peradaban manusia yang semakin berkembang, pendidikan diharapkan mampu mendorong manusia untuk memahami eksistensi pendidikan itu sendiri.

Bacaan Lainnya
DONASI

Dalam konteks inilah manusia diharapkan tidak sekadar memahami eksistensi pendidikan hanya sebatas pemenuhan kapasitas intelektual, namun jauh daripada itu.

Manusia harus ditempa pada iklim pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai luhur yang harus dijunjung tinggi oleh semua manusia. Poin pertama inilah yang pertama sekali harus dibentuk dalam diri setiap manusia, sehingga kecerdasan manusia yang lahir dari rahim pendidikan tidak tergerus pada sikap dan mental yang mudah rapuh.

Di belahan dunia manapun di muka bumi ini, proses pembentukan karakter  (character building) pada diri manusia tidak didahului dengan pembentukan cakrawala berpikir (mencerdaskan), tetapi yang pertama dan utama dilakukan, ialah membentuk manusia yang bertakwa dan berakhlak mulia.

Rasional jika pendidikan mengedepankan aspek-aspek seperti itu, namun sebaliknya, irasional jika yang dibentuk terlebih dahulu ialah kecerdasan manusia.

Tepat pada 2 Mei, Bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (selanjutnya: Hardiknas). Tentu semua kita bertanya, mengapa dan apa yang melatarbelakangi 2 Mei dijadikan sebagai hari pendidikan nasional?

Latar belakang dari sejarah hardiknas, sebenarnya tidak bisa kita lepaskan dari peran seorang tokoh yang telah memperjuangkan pendidikan di tanah air. Dialah Ki Hajar Dewantara. Lahir di Yogyakarta tanggal 2 Mei 1889 dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat.

Berasal dari keturunan Keraton Yogyakarta, Ki Hajar Dewantara adalah penggagas sekaligus pendiri perguruan Taman Siswa. Suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.

Dengan semboyan ciptaanya, yang kemudian menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia,“Tut Wuri Handayani”.

Perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan telah menghasilkan suatu perubahan yang besar bagi kemerdekaan serta bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Atas perjuangan dan dedikasinya dalam dunia pendidikan, pada 28 November 1959 melalui keputusan Presiden Soekarno No. 305 Tahun 1959, Ki Hajar Dewantara dikukuhkan sebagai pahlawan Nasional Republik Indonesia. 

Hardiknas merupakan ekses yang sangat penting, tidak semata sebagai penghormatan pada para pahlawan yang telah berkorban demi pendidikan, namun Hardiknas merupakan sebuah kontemplasi dari seluruh masyarakat tentang bagaimana memahami eksistensi pendidikan.

Di tengah peradaban dunia termasuk Indonesia sekarang ini, paradigma tentang pendidikan belum sepenuhnya kita serap. Pendidikan hanya dipahami sebagai suatu instrumen yang ruang lingkup hanya sebatas pada pemenuhan kapasitas intelektual.

Eksistensi dari pendidikan hanya diteropong melalui suatu paradigma yang terbatas, yaitu bagaimana setelah mengikuti kriteria serta rangkaian pendidikan. Seseorang telah memiliki suatu jaminan untuk bekerja.

Sementara nilai fundamen yang melekat sekaligus berurat berakar dalam dunia pendidikan tidak pernah disinggung. Terbatasnya ruang berpikir seperti itulah, akhirnya kita terjebak pada sebuah pemahaman yang sangat keliru sekaligus mudah digoyahkan.

Keliru memahami subtansi akan esensi dari pendidikan, serta cara berpikir kita dalam memecahkan masalah sosial, hukum, budaya, politik, dapat dengan mudah tergerus karena tidak mampu mempertanggungjawabkan cara berpikir yang rasional.

Eksistensi dari nilai pendidikan sebenarnya secara jelas termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 3 yang dengan jelas menyatakan,

“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Dan diperjelas kembali pada ayat 5 yang menyatakan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan tegnologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.

Pendidikan untuk Semua

Pada hakikatnya, pendidikan harus kita pahami sebagai ajaran moral. Di sini pendidikan menjadi salah satu pilar yang harus mempertanggungjawabkan pembentukan karakter dari setiap masyarakat.

Seperti bunyi UUD 1945, pendidikan hadir untuk memberikan ruang-ruang berpikir tidak hanya membentuk cara berpikir manusia menjadi cerdas, namun hadir sebagai jawaban atas terbentuknya keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.

Pada tempat ini, tujuan utama itulah yang harus dikedepankan dan dijunjung setinggi-tingginya oleh lembaga pendidikan.

Pembentukan karakter manusia tidak hanya setengah-setengah, artinya pendidikan tidak hanya bisa membentuk karakter manusia dalam waktu-waktu tertentu tetapi lembaga pendidikan harus didorong untuk melakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang sampai pada terbentuknya sikap dan karakter manusia yang beradab.

Tujuan itulah yang sebenarnya dicapai oleh lembaga pendidikan sesuai dengan yang termaktub dalam UUD 1945.

Kehadiran pendidikan dalam rangka itu tidak hanya sepenuhnya menjadi tugas pokok lembaga pendidikan, namun bagaimana masyarakat turut serta membentuk kepribadian manusia melalui cara hidup sesuai dengan norma-norma yang melekat dalam masyarakat tersebut.

Pendidikan yang sekarang sedang diusahakan oleh negara di bawah otoritas Pemerintah harus mampu menghadirkan wajah pendidikan yang sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Kedepan diharapkan pemerintah terus mendorong peningkatan kualitas pendidikan di tanah air. Tidak  hanya itu, namun yang tidak kalah penting ialah bagaimana pendidikan mampu dan harus mengakomodir semua lapisan-lapisan masyarakat.

Kita tahu bahwa saat ini  masih banyak masyarakat kita yang belum mendapatkan pendidikan yang layak. Keterbatasan ekonomi menjadi masalah utama dalam mengakses mutu pendidikan yang bagus.

Pendidikan dikatakan sudah berkualitas jika pendidikan itu sendiri mampu mengakomodir semua elemen-elemen masyarakat, baik kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class) dan kelas bawah (lower class).

Pendidikan harus ditampilkan pada semua wajah masyarakat tersebut, pendidikan tidak hanya bermain dan berkutat pada sekelompok masyarakat tertentu.

Mengakomodir semua lapisan masyarakat, berarti menunjukan suatu pola pendidikan yang tidak hanya mencirikan instrumen dalam mencerdaskan manusia, namun lebih dari itu.

Pendidikan telah menunjukan eksistensi bahwa nilai dari pendidikan, ialah kemanusiaan yang mampu dinikmati sekaligus diserap oleh semua lapisan masyarakat.

Inilah yang kedepan terus kita dorong bersama, sehingga selepas hardiknas ini kita mampu menghadirkan pendidikan yang berkualitas sekaligus mampu dinikmati oleh semua masyarakat. Selamat hari pendidikan nasional.

Patrisius Eduardus Kurniawan Jenila
Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik Universitas Merdeka Malang

Baca juga:
Dampak Pendidikan Karakter Terhadap Potensi Akademi Anak
Sistem Sekolah di Indonesia Bukan Pendidikan
Dilema Kode Etik Guru di Dunia Pendidikan

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Komentar ditutup.