Ingin Menyemir Rambut? Ini Hukumnya Menurut Hadis

hukum menyemir rambut

Taka asing di telinga menyoal perdebatan menyemir rambut. Marak dilakukan dengan berbagai alasan seperti mengikut trend fashion dan memperbagus tampilan. Sebagian lainnya melakukan untuk menutup uban agar tampak seperti muda kembali. Sebenarnya bagaimana hal ini menurut kacamata hadis?

Dari Jabir r.a, ia berkata, “Pada hari penaklukan Makkah, Abu Quhafah (ayah dari Abu Bakar) datang dalam keadaan kepala dan jenggotnya telah memutih (warna putih seperti kapas, maksudnya bahwa beliau telah beruban).” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ubahlah uban ini dengan sesuatu, akan tetapi hindarilah warna hitam.” (HR. Muslim no. 2102).

Hadis di atas menyiratkan bahwa nabi memerintahkan untuk mewarnai uban dengan sesuatu dan menghindari warna hitam. Namun terdapat pengecualian dalam 2 faktor:

pertama, ketika berjihad. Hal ini boleh dilakukan ketika hendak berperang. Karenanya, hal ini mampu memperlihatkan power dari pasukan Muslim yang masih muda dan kuat, sehingga membuat musuh menjadi gentar. Pada kasus ini tidak ada keinginan mengikuti nafsu maupun kesenangan.

Bacaan Lainnya

Kedua, seorang istri yang diperintah suami dan hanya untuk suaminya keindahan rambutnya.

Diskusi terkait pewarnaan rambut sudah terjadi sejak masa nabi. Pewarnaan rambut untuk menutupi uban mubah dengan anjuran menggunakan warna-warna lain selain hitam.

Hal ini juga dijelaskan oleh Wahbah al-Zuhaily dalam bukunya al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh. Namun beberapa ulama lain juga menyampaikan bahwa membiarkan uban lebih utama daripada mewarnainya.

Diperbolehkannya mewarnai dengan warna selain hitam juga disyaratkan ketika seseorang tidak memiliki niatan atau tujuan untuk mengikuti orang-orang fasik. 

Hal ini yang menjadi haram ketika seseorang mewarnai rambutnya karena ingin meniru orang fasik. Alangkah baiknya hal ini diperhatikan oleh setiap umat Islam.

Maka hal ini sudah terjawab sehingga tidak perlu khawatir lagi ketika hendak mewarnai rambut asal sesuai dengan syariat dan tidak menimbulkan mudharat bagi kita semua.

Penulis: Churotun Ainun Nadhifah (18240046)
Mahasiwa Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses