Konten Negatif pada Platform TikTok

TikTok
Ilustrasi Konten.

Seharusnya TikTok hadir untuk menjadi media kreativitas anak muda dan menjadi bagian dari revolusi konten. Sayangnya tujuan ini belum sampai kalangan muda di Indonesia sebab pengunaan TikTok di Indonesia banyak sekali disalahgunakan seperti penampilan pengguna TikTok di Indonesia yang tidak sopan, dan lebih mirisnya lagi sampai ada yang menjatuhkan harga diri mereka demi konten yang di-posting bisa masuk beranda FYP TikTok.

Pesatnya teknologi komunikasi era digital saat ini menuntut orang tua untuk lebih mengawasi perilaku anak terutama bagi mereka yang memiliki anak di bawah umur dan anak remaja yang menjadi pengguna aktif gadget.

Orang tua harus mau mempelajari perkembangan teknologi agar paham betul tentang cara mengawasi anak saat menggunakan gadget sehingga anak-anak tidak terpapar oleh serangan konten negatif di media sosial.

Bacaan Lainnya
DONASI

Edukasi tentang literasi media sosial penting dilakukan untuk orang tua maupun anak agar tidak terpengaruh konten-konten negatif, mampu menganalisis sesuatu secara objektif, bijaksana dalam menentukan sikap dan mampu menangkap pesan yang diterima sehingga tidak sebatas membaca atau menonton kemudian mempercayai dan menyebarkannya.

Memasukkan program literasi media dalam pendidikan formal juga perlu menjadi fokus utama agar dapat membentengi anak terhindar dari konten negatif yang bertebaran di media sosial.

Belakangan ini terdapat sebuah aplikasi yang sedang hype dan banyak diunduh oleh pengguna media di Indonesia yakni aplikasi TikTok. Ya, akhir-akhir ini Indonesia sedang dilanda demam TikTok mulai dari kalangan anak-anak, remaja, hingga orang tua.

TikTok merupakan sebuah aplikasi yang tersedia secara gratis di Google Playstore. Saat ini TikTok menjadi aplikasi yang paling banyak diunduh di dunia.

Hal ini merujuk pada data perusahaan riset pasar aplikasi mobile Sensor Tower yang melansir hasil riset bahwa aplikasi TikTok meraih lebih dari 67,4 juta unduhan pada 2023, CapCut berada di posisi kedua dengan meraih 53,9 juta unduhan sementara Facebook, Instagram, dan Shoope menggenapkan posisi lima besar daftar aplikasi paling banyak diunduh di dunia pada 2023.

Fenomena kehadiran aplikasi TikTok menjadi sorotan yang menarik untuk dikaji. Setiap tahunnya terdapat banyak tren bermunculan pada aplikasi tersebut yang viral dan diikuti oleh para penggunanya mulai dari kalangan orang tua sampai ke anak-anak.

Seperti tren TikTok di Indonesia yang mengalami pergeseran yang cukup signifikan setiap bulannya. Mulai dari tren menjadi suara, tagar, tarian, tantangan, bahkan cara mengedit postingan pun dapat menjadi sebuah tren.

Dari hasil pengamatan mandiri penulis terdapat beberapa tren video yang viral sepanjang tahun 2021- 2022 seperti dari kategori tantangan terdapat #passthebrushchallenge (633.3 juta tayangan), #samasamadirumah, #mirrordancechallege (62,7 juta tayangan), dan tantangan lainnya.

Selain tantangan tersebut terdapat juga beberapa tarian atau dance yang diikuti oleh banyak pengguna TikTok di Indonesia seperti #latolatomeresahkan, #jogetparjamban, #yametkudasi, dan yang paling baru adalah #geboymujaer yang sudah dilihat sebanyak 203.8 juta tayangan dan banyak tren-tren video lainnya.

Sebagian besar pengguna media sosial mungkin menganggap kehadiran aplikasi TikTok hanyalah sebuah platform biasa yang menyediakan hiburan berupa musik dan tarian. Namun, perlu diingat kembali bahwa seperti halnya teknologi pada umumnya, penggunaan aplikasi TikTok tentu memiliki pengaruh baik dan buruk pada berbagai aspek kehidupan penggunanya.

Baca Juga: Kecanduan Scroll TikTok Dapat Menurunkan Tingkat Konsentrasi Otak, Benarkah?

Aplikasi TikTok dengan alogaritmanya mampu memberikan informasi apapun kepada penggunanya. Kata ‘apapun’ di sini menjelaskan bahwa aplikasi ini bisa memberikan informasi baik positif maupun negatif tergantung dari minat, kebiasaan, dan jejak pencarian penggunanya.

Algoritma unik yang dimiliki oleh TikTok mendukung konten berdasarkan interaksi, ketertarikan, dan eksplorasi pengguna di aplikasi tersebut.

Setiap media sosial memiliki sistem alogaritmanya sendiri tanpa terkecuali aplikasi TikTok . Fungsi utama alogaritma ini digunakan untuk mengatur arus informasi yang beredar di dalam sistem mereka seperti mengatur konten yang ingin disampaikan ke pengguna dan lainnya.

Lalu coba kita bayangkan sejenak dengan sistem kerja aplikasi tersebut, jika anak di bawah umur atau remaja yang masih identik dengan masa peralihan dan kelabilannya melakukan pencarian tentang konten negatif yang awalnya mungkin hanya iseng, ingin tahu atau tidak sengaja lalu kemudian mereka akan di-‘serang’ oleh ribuan konten negatif karena ketidakpahamannya dan mereka menganggap konten negatif tersebut adalah hal yang normal karena sudah biasa muncul di beranda akun mereka.

Pesatnya perkembangan teknologi komunikasi sangat menuntut orang tua untuk lebih mengawasi perilaku anak terutama bagi mereka yang memiliki anak di bawah umur dan anak remaja. Namun faktanya banyak orang tua yang cenderung menghindari penggunaan teknologi komunikasi karena berbagai alasan.

Faktor usia dan kurangnya rasa keingintahuan orang tua untuk mempelajari perkembangan teknologi menjadi alasan yang paling krusial.

Ketidakpahaman orang tua akan penggunaan teknologi memicu lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak saat menggunakan gadget, sehingga anak menjadi lebih rentan terkena serangan konten negatif berbalut ‘normalisasi’ yang saat ini dengan mudah kita temukan di berbagai aplikasi media sosial. Salah satunya adalah melalui aplikasi TikTok.

Seharusnya Tiktok hadir untuk menjadi media kreativitas anak muda dan menjadi bagian dari revolusi konten. Sayangnya tujuan ini belum sampai pada kalangan muda di Indonesia sebab pengunaan TikTok di Indonesia banyak sekali disalahgunakan seperti, penampilan pengguna TikTok di Indonesia yang cenderung tidak sopan bahkan ada yang sampai menjatuhkan harga diri mereka demi konten yang di-posting bisa masuk di beranda FYP (For Your Page) TikTok.

Penjelasan istilah konten negatif tertuang dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Baca Juga: Kajian Psikologis tentang Dampak Negatif Penggunaan Media Sosial TikTok pada Kondisi Mental Remaja

Konten negatif atau disebut pula di dalam beleid sebagai konten ilegal adalah informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian pengguna.

Konten di aplikasi TikTok. Konten yang menurut negara barat sebagai sesuatu hal yang biasa namun tidak berlaku bagi Indonesia. Akhirnya banyak konten barat yang masuk dalam kategori konten negatif di Indonesia karena adanya perbedaan culture tersebut.

Dan ketika konten negatif tersebut masuk menjadi FYP (For Your Page) atau halaman rekomendasi di aplikasi TikTok maka potensi tren tersebut untuk viral sangat besar.

Artinya apabila ada konten barat yang masuk dalam halaman rekomendasi meskipun itu adalah konten negatif bagi kita, maka kita tetap dapat dengan mudah mengaksesnya dan menerima kehadiran konten tersebut sebagai sesuatu yang ‘normal’.

Contoh sederhana dari hasil pengamatan selama setahun sebagai pengguna aktif aplikasi Tiktok, penulis melihat banyaknya akun pengguna Tiktok Indonesia yang dengan sengaja berani mendistribusikan atau mentransmisikan kegiatan LGBTQ+ melalui video dengan memberikan beberapa #hastag seperti:#gayindonesia, #lgbt,#transman, dan lainnya sehingga pengguna lain dapat dengan mudah mengakses video tersebut.

Tren menunjukan orientasi seks dan gender yang berbeda dari heteroseksual ini mengadopsi dari kebudayaan barat yang memang sangat terbuka dengan hal tersebut.

Namun bagi Indonesia yang menganut budaya timur, tidak melegalkan keberadaan LGBTQ+ dan dengan tegas melarang segala bentuk praktik LGBT berdasar ketentuan hukum, perundang-undangan, nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, dan kepentingan umum yang jelas diatur dalam Pancasila dan UUD 1945.

Penulis: Haikal Fauzan V.
Mahasiswa Teknik Pertanian Universitas Jambi

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI