Apakah Kita Mengonsumsi TikTok atau TikTok yang Mengonsumsi Kita?

Apakah Kita Mengonsumsi TikTok atau TikTok yang Mengonsumsi Kita?
Sumber: unsplash.com

Awalnya, saya mengira TikTok hanya tempat untuk orang-orang menari, berkomedi, atau memamerkan gaya hidup.

Namun, seiring waktu, saya menyadari bahwa TikTok lebih dari sekadar hiburan. TikTok seperti dunia kecil yang ada di layar ponsel kita.

Saya sering bertanya-tanya, sebenarnya siapa yang mengendalikan siapa?

Apakah kita yang menonton TikTok, ataukah TikTok yang mengambil waktu, perhatian, dan cara berpikir kita?

Pernahkah Anda membuka TikTok dengan niat hanya sebentar, tetapi tiba-tiba sudah berjam-jam berlalu?

Jari kita terus bergerak, video terus berganti, terutama video yang sesuai dengan minat dan perasaan kita.

Aneh, bukan? Namun, itulah cara kerja algoritma TikTok yang sangat memahami apa yang kita suka.

Semakin sering kita menonton video yang kita nikmati, semakin banyak video serupa yang muncul di halaman For Your Page (FYP).

Tanpa kita sadari, TikTok telah menetapkan standar baru untuk banyak hal, termasuk kecantikan, gaya hidup, cara berpikir, dan bahkan cara kita memandang kesuksesan.

Ketika kita melihat orang lain berlibur ke luar negeri dan menjalani hidup yang tampak sempurna, kita mulai berpikir, “Saya harus seperti mereka,” atau “Mengapa hidup saya tidak seperti mereka?”

Tanpa kita sadari, TikTok bukan lagi sekadar tempat hiburan ia mulai memengaruhi cara kita menilai diri sendiri.

Sebagian dari kita mungkin bukan hanya penonton, tetapi juga ikut membuat konten dengan menggunakan lagu yang sedang tren dan caption yang relevan agar muncul di FYP.

Ketika video kita tidak viral, kita mulai merasa ragu, padahal tujuan awalnya hanya ingin berbagi. Namun, sekarang kita terjebak dalam pencarian views dan likes.

Apakah kita masih mengontrol TikTok atau justru sebaliknya?

Ini bukan berarti TikTok itu buruk, tetapi mungkin pertanyaannya bukan tentang apakah TikTok baik atau buruk, melainkan seberapa sadar kita saat menggunakannya.

Pada akhirnya, TikTok hanyalah sebuah platform. Kita sebagai manusia yang menentukan apakah akan terus menggulir FYP atau mulai menutup layar dan kembali menjalani aktivitas kita.

 

Penulis: Ghinaa Rahma Hamidah
Mahasiswa Prodi Farmasi, Universitas Islam Indonesia

Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses