Manfaat Rebusan Daun Seledri terhadap Penurunan Tekanan Darah Tinggi pada Lansia 

Daun Seledri terhadap Penurunan Tekanan Darah Tinggi pada Lansia 
Ilustrasi Seledri (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah masalah serius yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan, termasuk penyakit jantung dan stroke. Di Indonesia, prevalensi hipertensi terutama tinggi di kalangan lansia, dan masih banyak kasus yang belum terdiagnosis.

Oleh karena itu, penting untuk mencari metode pengelolaan yang efektif, termasuk penggunaan terapi herbal seperti rebusan daun seledri.

 

Bacaan Lainnya
DONASI

Hipertensi: Masalah Kesehatan Global

Hipertensi adalah kondisi di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah secara terus-menerus, dengan tekanan diastolik lebih atau sama dengan  90mmHg dan tekanan sistolik lebih atau sama dengan 140mmHg.

Ini merupakan masalah serius yang berdampak besar pada kesehatan masyarakat, dan seringkali menjadi penyebab kematian yang berbahaya karena dapat merusak organ tubuh secara diam-diam jika tidak terdeteksi dan diobati. Faktor risiko untuk hipertensi termasuk perubahan gaya hidup, usia lanjut, konsumsi garam yang tinggi, serta stres.

Dengan bertambahnya usia, risiko terkena hipertensi juga meningkat karena terjadi perubahan fisiologis pada tubuh, termasuk pada jantung, pembuluh darah, dan hormon.

Seiring dengan usia, tekanan darah cenderung meningkat, yang merupakan faktor fisiologis tubuh. Hal ini juga disebabkan oleh perubahan pada jantung dan pembuluh darah serta adanya perubahan hormonal.

 

Data dan Statistik Penting

Data dari RISKESDAS KEMENKES RI menunjukkan bahwa angka kejadian hipertensi masih tinggi, dengan sebagian besar kasus belum terdiagnosis. Bahkan, angka kejadian hipertensi dalam 5 tahun terakhir mencapai 31.7%.

Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah bahwa 76% kasus hipertensi masih belum terdiagnosis. Oleh karena itu, pendeteksian dini dan pengelolaan yang efektif sangat penting untuk mencegah komplikasi yang lebih serius.

Tingkat tekanan darah yang tinggi juga meningkatkan risiko terkena penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematian. Risiko penyakit kardiovaskular mulai meningkat pada tekanan darah yang sebelumnya dianggap normal, yaitu 115/75 mmHg, dan meningkat seiring dengan peningkatan tekanan darah.

Misalnya, seseorang yang berusia 50 tahun dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan hipertensi diastolik.

Menurut data yang disajikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka global penderita hipertensi mencapai 972 juta orang, atau sekitar 26,4% dari total populasi dunia. Proyeksi WHO menunjukkan kecenderungan peningkatan angka ini menjadi 29,2% pada tahun 2025.

Hipertensi, yang sering kali disebut sebagai “pembunuh diam-diam”, merupakan faktor risiko utama untuk berbagai penyakit serius seperti serangan jantung, stroke, gagal ginjal, dan masalah kesehatan lainnya. Tingkat prevalensi yang tinggi, baik di negara maju maupun berkembang, menyoroti urgensi untuk mengambil tindakan pencegahan dan pengelolaan yang efektif terhadap kondisi ini.

Dari jumlah penderita hipertensi tersebut, sekitar 333 juta orang berasal dari negara-negara maju, sedangkan sisanya, sekitar 639 juta orang, terdapat di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia, prevalensi hipertensi juga menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, terutama di kalangan lansia.

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan tingkat prevalensi yang signifikan, mencapai 55,2% untuk kelompok usia 55-64 tahun, 63,2% untuk kelompok usia 65-74 tahun, dan 69,5% untuk kelompok usia di bawah 74 tahun. Tingkat ini menunjukkan bahwa hipertensi adalah masalah kesehatan yang sangat mendesak di Indonesia, dan upaya pencegahan serta pengelolaan yang lebih baik sangat diperlukan.

Baca juga: Hah Hipertensi? Yuk Cegah dengan Konsumsi Buah Mahkota Dewa

Pendekatan Pengelolaan Hipertensi

Pengelolaan hipertensi tidak hanya melibatkan penggunaan obat-obatan farmakologi, tetapi juga strategi non-farmakologi yang penting. Salah satu pendekatan yang umum digunakan adalah dengan mengombinasikan penggunaan obat-obatan farmakologi dan non-farmakologi.

Di antara opsi non-farmakologi, obat tradisional menonjol karena dianggap lebih aman dan berpotensi memperpanjang usia, termasuk penggunaan tanaman obat seperti mengkudu, seledri, daun salam, mentimun, bawang putih, dan berbagai ramuan herbal lainnya.

Dukungan terhadap penggunaan obat tradisional, termasuk seledri, juga datang dari WHO, yang mengakui bahwa efek sampingnya umumnya lebih sedikit dibandingkan dengan obat-obatan modern. Seledri, khususnya, telah lama dikenal dalam praktik pengobatan tradisional sebagai agen yang efektif dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.

Penelitian oleh Fadriyanti dan Suryarinilsih pada tahun 2021 menguatkan klaim ini dengan menunjukkan bahwa ekstrak seledri secara signifikan dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yosi Suryarinilsih et al. (2021), intervensi menggunakan rebusan seledri terbukti efektif dalam menurunkan tekanan darah.

Hasilnya menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik rata-rata mengalami penurunan sebesar 20,000 mmHg dan tekanan darah diastolik mengalami penurunan sebesar 9,375 mmHg. Sebelum intervensi, partisipan memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 155,00 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 94,38 mmHg.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Kartika Dewi (2010) juga mengungkapkan efek positif ekstrak etanol seledri dalam menurunkan tekanan darah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5,7% (6,62 mmHg) dan penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5,95% (4,59 mmHg).

Meskipun penurunan tekanan darah diastolik relatif lebih rendah daripada tekanan darah sistolik, hasil ini tetap memberikan bukti bahwa ekstrak etanol seledri memiliki potensi sebagai agen hipotensif.

Penelitian Kartika Dewi (2010) menemukan bahwa ekstrak etanol dari seledri menghasilkan penurunan tekanan darah. Hasilnya menunjukkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5,7% (6,62 mmHg) dan penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5,95% (4,59 mmHg).

Penelitian tersebut menegaskan bahwa ekstrak etanol seledri memiliki efek menurunkan tekanan darah, meskipun penurunan tekanan darah diastolik lebih rendah dibandingkan tekanan darah sistolik. Temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya dan memberikan bukti tambahan tentang potensi seledri sebagai pengobatan alternatif untuk masalah tekanan darah.

Penanganan atau terapi hipertensi merupakan aspek penting dalam menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah. Selain pendekatan farmakologis, pendekatan non-farmakologis juga memiliki peran yang signifikan dalam mengelola kondisi ini. Salah satu pendekatan non-farmakologis yang semakin mendapatkan perhatian adalah terapi herbal, termasuk penggunaan daun seledri.

Daun seledri telah lama dikenal karena potensi kesehatannya. Salah satu komponen penting dalam daun seledri adalah Apigenin. Apigenin adalah senyawa yang memiliki kemampuan untuk mencegah penyempitan pembuluh darah. Ini berarti bahwa dengan mengonsumsi seledri, seseorang dapat membantu mencegah tekanan darah tinggi.

Selain itu, daun seledri juga mengandung Phthalides, senyawa lain yang memiliki efek merelaksasi pada otot-otot arteri. Ketika otot-otot arteri menjadi lebih rileks, pembuluh darah dapat melebar, yang pada gilirannya mengurangi tekanan darah.

Apigenin dalam daun seledri juga memiliki sifat sebagai beta blocker alami. Ini berarti bahwa senyawa ini dapat memperlambat detak jantung dan mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Dengan demikian, aliran darah yang dipompa oleh jantung menjadi lebih sedikit, yang pada akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.

Tidak hanya itu, kandungan Manitol dan apiin dalam seledri juga memberikan manfaat bagi penderita hipertensi. Kedua senyawa tersebut memiliki sifat diuretik, yang berarti mereka membantu tubuh mengeluarkan kelebihan cairan dan garam melalui urin. Dengan mengurangi volume cairan dalam darah, tekanan darah dapat diturunkan secara efektif.

Selain itu, seledri kaya akan magnesium dan zat besi. Kedua mineral ini penting untuk kesehatan pembuluh darah dan sel darah. Magnesium membantu dalam relaksasi pembuluh darah dan mengatur tekanan darah. Sementara itu, zat besi membantu dalam pembentukan sel darah merah yang sehat.

Dengan demikian, konsumsi seledri dapat membantu meningkatkan kesehatan pembuluh darah dan mencegah kondisi yang terkait dengan kekurangan mineral ini.

Baca juga: Ternyata Ramuan Daun Sirih (Piper Betle L) sebagai Salah Satu Obat Tradisional Penyakit Hipertensi

Manfaat Rebusan Daun Seledri untuk Penderita Hipertensi pada Lansia

Penelitian yang dilakukan oleh Rania Putri Ananda (2022) menyoroti pengaruh pemberian rebusan daun seledri terhadap lansia yang menderita hipertensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tekanan darah sistole lansia sebelum diberikan air rebusan seledri adalah 180,50 mmHg, turun menjadi 170,0 mmHg setelah diberikan rebusan seledri. Tekanan darah diastole juga mengalami penurunan dari 118,50 mmHg sebelum perlakuan menjadi 112,0 mmHg setelah perlakuan.

Secara keseluruhan, terapi herbal dengan menggunakan daun seledri menawarkan pendekatan yang berpotensi efektif dalam menangani hipertensi pada lansia.

Dengan memanfaatkan sifat-sifat alami dari komponen-komponen dalam seledri, kita dapat membantu mengontrol tekanan darah dan menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah secara keseluruhan.

Namun, seperti halnya dengan semua bentuk pengobatan, penting untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan sebelum memulai penggunaan seledri atau terapi herbal lainnya, terutama jika Anda memiliki kondisi medis yang sudah ada atau sedang mengonsumsi obat-obatan lainnya.

Cara Membuat Rebusan Daun Seledri untuk Penderita Hipertensi

Berikut adalah langkah-langkah yang perlu diikuti untuk membuat rebusan daun seledri bagi penderita hipertensi:

  1. Mulailah dengan mencuci bersih daun seledri untuk menghilangkan segala kotoran dan bahan kimia yang tidak diinginkan.
  2. Potong-potonglah daun seledri menjadi bagian-bagian kecil agar mudah dimasukkan ke dalam air rebusan.
  3. Rebuslah air hingga mencapai titik mendidih untuk mengaktifkan kandungan gizi dalam air.
  4. Masukkan potongan daun seledri ke dalam air rebusan dan biarkan mendidih selama 5 menit agar nutrisinya terlepas ke dalam air.
  5. Setelah itu, saringlah air rebusan seledri ke dalam gelas untuk menghilangkan bagian daun yang tidak diinginkan.
  6. Terakhir, minumlah air rebusan seledri selagi hangat untuk memaksimalkan manfaat gizinya. Untuk memberikan rasa tambahan dan meningkatkan manfaatnya bagi kesehatan, Anda juga bisa menambahkan sedikit madu atau perasan lemon.

Kesimpulan

Rebusan daun seledri memiliki potensi yang signifikan dalam menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi, terutama pada lansia. Melalui kombinasi kandungan gizi yang terdapat dalam seledri dan metode terapi herbal melalui rebusan, tubuh dapat secara efektif menyerap manfaatnya.

Penelitian ini telah memberikan bukti konkret bahwa konsumsi rebusan seledri secara konsisten dapat menjadi salah satu strategi yang efektif dalam pengelolaan tekanan darah pada penderita hipertensi. Oleh karena itu, penting untuk terus mendalami potensi dan manfaat dari bahan alami seperti seledri dalam upaya pencegahan dan pengobatan penyakit hipertensi.

Penulis: Afifa Hasanah
Mahasiswa S1 Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Padang

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi  

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI