Media sosial atau sosmed adalah media komunikasi masa kini yang banyak dimiliki dan digunakan oleh generasi Z sebagai media komunikasi di dunia maya.
(Pujiono, 2021,.Kompasiana.com)
“Kayaknya postinganku kurang oke deh, nggak banyak yang like.”
Pernah merasa begitu? Tenang, kamu nggak sendiri.
Kata Kunci: Media Sosial, Validasi Sosial, Pengaruh Sosial, Generasi Z, Mental Health.
Di era digital ini, media sosial udah jadi bagian dari hidup banyak orang terutama Generasi Z. Tiap hari, kita berselancar di Instagram, TikTok, sampai scroll story temen. Menurut laporan We Are Social dan Hootsuite (2024), rata-rata waktu yang dihabiskan orang Indonesia di media sosial adalah 3 jam 18 menit per hari, dan mayoritas penggunanya adalah anak muda usia 16–24 tahun.
Media sosial serba cepat, serba pamer. Tapi sadar nggak sih, ada satu hal yang pelan-pelan jadi “racun halus”? Yup, validasi sosial.
Apa sih Pengaruh Sosial di Medsos?
Pengaruh sosial itu ketika kita merasa terdorong mengikuti sesuatu karena orang lain baik teman, influencer, atau selebriti online. Di medsos, itu bisa muncul lewat likes, komentar, jumlah views, atau tren yang viral.
Validasi sosial adalah salah satu bentuk pengaruh sosial yang paling kuat. Kita merasa dihargai kalau ada yang menyukai atau merespons postingan kita. Bahkan dalam survei oleh Common Sense Media (2022), lebih dari 70% remaja mengaku bahwa jumlah like dan komentar di medsos berpengaruh pada suasana hati mereka.
Baca juga: Bicara Tubuh, Bicara Hak: Menata Ruang Aman bagi Remaja di Media Sosial
Yang lebih gawat, kita jadi ikut-ikutan gaya hidup orang lain. Lihat orang staycation di hotel bintang lima, kita mendadak pengen juga. Lihat influencer pakai skincare mahal, kita merasa wajib beli. Bukan karena butuh, tapi takut dicap “nggak kekinian”.
Kenapa Kita Mudah Terpengaruh?
Media sosial itu seperti panggung besar. Kita jadi penonton sekaligus pemain. Saat semua orang tampil “sempurna”, kita pun terdorong untuk ikut tampil serupa. Inilah kekuatan pengaruh sosial di era digital.
Salah satu kebutuhan untuk Menerima Validasi, meskipun mungkin tidak disadari, kita sering mencari validasi di media sosial. Kebiasaan ini sangat kuat karena kita cenderung ingin mendapatkan like, komentar positif, atau pengakuan dari teman-teman atau pengikut kita.
Ada perasaan bahagia ketika kita melihat banyak orang menyukai atau mengomentari postingan kita, yang kemudian mendorong kita untuk terus berbagi lebih banyak. Ketika postingan kita mendapatkan perhatian, kita merasa dihargai dan diakui. Kebiasaan ini, meski terlihat sepele, dapat memengaruhi cara kita berinteraksi di media sosial dan bahkan kehidupan nyata.
Masalahnya, kebiasaan ini bisa menciptakan standar hidup yang tidak realistis, di mana kita merasa harus selalu tampil luar biasa agar dianggap “keren” atau populer. Padahal, apa yang ditampilkan di media sosial seringkali hanyalah bagian kecil dari kehidupan seseorang yang tidak menggambarkan keseluruhan realita.
Dampaknya? Lebih Serius dari yang Kita Kira
Kebiasaan cari validasi online bisa bikin kita gampang cemas dan stres. Kita mulai membandingkan diri terus-menerus: “Dia lebih kurus”, “Dia liburannya mewah”, “Kok hidupku gini-gini aja?” Lama-lama, itu bisa nurunin kepercayaan diri.
Bahkan, data dari WHO (2022) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan media sosial berkorelasi dengan peningkatan angka depresi dan kecemasan pada remaja dan dewasa muda.
Lebih parahnya, kita bisa kehilangan jati diri. Kita lupa siapa kita sebenarnya karena terlalu sibuk mengikuti tren. Semua demi apa? Demi di-notice orang lain.
Dan gaya hidup konsumtif pun ikut terbentuk. Beli barang karena FOMO, bukan karena butuh. Nggak beli? Merasa ketinggalan. Beli? Nyesel.
Jadi, Harus Gimana?
Satu kata: Sadar.
Sadari kapan kita sedang cari validasi, dan kapan kita jadi diri sendiri. Tanya ke diri sendiri sebelum posting: “Aku upload ini karena ingin berbagi, atau cuma pengen dipuji?”
Media sosial seharusnya jadi alat, bukan kendali. Kita tetap bisa eksis, tetap bisa tampil, tapi nggak perlu kehilangan diri sendiri. Di balik semua filter, likes, dan aesthetic feeds, ada manusia biasa yang kadang insecure, kadang lelah, dan itu wajar. Jadi yuk, mulai sekarang, berani jadi diri sendiri di dunia yang penuh tuntutan untuk terlihat sempurna.
Penulis: Fanesha Lencias Putri
Mahasiswa Psikologi, Universitas Muria Kudus
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News