Pentingnya Mengetahui Ilmu Takhrij Hadits sebelum Mengamalkan atau Memposting Sebuah Hadits di Media Sosial

takhrij hadis

Hadits merupakan sumber kedua setelah Al-Qur’an, yang memiliki peran sangat penting dalam kehidupan masyarakat beragama Islam. Mengamalkan sebuah hadits juga tidak boleh sembarangan, karena tidak semua hadits dapat dijadikan hujjah atau rujukan dikarenakan terdapat beberapa hadits yang memiliki kualitas maudhu’/palsu.

Setiap informasi yang mengatasnamakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga belum tentu valid, karena tidak sedikit berita tentang ucapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam itu dipalsukan oleh oknum-oknum tertentu yang pastinya dilakukan untuk menimbulkan kegaduhan dan memecah belah umat Islam, berbeda dengan Al-Qur’an yang merupakan Kalam Allah yang dapat dipastikan kebenaran dan keautentikan isinya hingga saat ini.

Di zaman serba mudah ini dan teknologi yang semakin berkembang, membuat setiap orang bisa melakukan apa saja dengan gampang. Dalam bidang teknologi misalnya dari aspek penggunaannya, masyarakat sangat bergantung sekali pada media sosial untuk mencari segala informasi dan salah satunya untuk mempelajari agama dengan mudah dan cepat.       

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca juga: Hadis Dhaif yang Terlanjur Populer, Bolehkah Diamalkan?   

Seseorang juga bisa dengan mudah menyebarkan nasihat islami ataupun mengenalkan Islam dengan mudah menggunakan dalil-dalil Al-Qur’an ataupun hadits melalui media sosialnya, seperti YouTube, Facebook, Instagram, WhatsApp, dan lain sebagainya.

Siapa saja bisa memposting atau menshare ilmu agama dengan mudah, dan tidak harus berstatus sebagai seorang ulama’ atau seorang ustadz/ustadzah terlebih dahulu.

Saat ini penggunaan media sosial hampir di segala aktivitas masyarakat, terutama juga pada generasi milenial. Penggunaan media sosial dirasa lebih efektif dan lebih mudah untuk memberikan jawaban sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, dan sesuai dengan karakter generasi milenial Indonesia yang cenderung tidak menyukai bacaan panjang dan monoton.[1]

Tulisan ini hadir untuk mengingatkan pentingnya mengetahui hadits dari segi kualitasnya agar tidak terjadi kesalahan dalam mengamalkan sebuah hadits ataupun menshare hadits tanpa mengetahui kebenaran hadits tersebut, dan salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah kesalahan dalam mengamalkan sebuah hadits yakni dengan melakukan kegiatan takhrij hadits.

Baca juga: Mengenal Pentingnya Mempelajari Ulumul Hadis

Pembagian Hadits dari Segi Kualitas

Dari segi kualitas hadits dibagi menjadi 3 bagian, yakni hadits shahih, hadits hasan dan hadits dha’if;

  1. Hadits shahih dari segi kualitasnya adalah hadits yang sanadnya bersambung dan diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit (kuat hafalannya), tidak terdapat syadz dan ‘illat (cacat).
  2. Hadits hasan dari segi kualitasnya adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang adil, kurang sedikit kedhabitannya (kuat hafalannya), tidak ada syadz dan tidak adanya ‘illat.[2]
  3. Hadits dha’if atau hadits yang disebut hadits yang lemah ini memiliki pengertian hadits yang tidak memiliki sifat-sifat yang ada pada hadits hasan, dikarenakan sebab satu dari beberapa syarat yang tidak terpenuhi.

Urgensi Takhrij Hadits

Takhrij adalah sebuah cara untuk mengemukakan matan dan sanad secara lengkap dan jelas untuk diteliti lebih jauh dan untuk mengetahui kualitas sebuah hadits dan apakah hadits tersebut ditolak atau diterima.

Takhrij berasal dari kata ‘kharaja’ yang artinya ‘tampak’ atau ‘jelas’. Secara etimologi disebutkan dalam kamus al-Munjid fi al-Lughah bahwa takhrij adalah, “Menjadikan sesuatu keluar dari suatu tempat atau menjelaskan suatu masalah yang berarti menampakkan, menerbitkan, menyebutkan, menumbuhkan, dan mengeluarkan sesuatu dari tempat.”[3]

Sedangkan menurut pengertian terminologi-nya, takhrij yakni “Menunjukkan letak hadits dari sumber awalnya (sumber primer), untuk selanjutnya diterangkan rangkaian sanadnya dan dinilai derajat/kualitas haditsnya jika diperlukan.”[4]

Takhrij hadits adalah ilmu yang sangat penting untuk diketahui sebelum kita mengamalkan sebuah hadits atau menshare sebuah hadits. Dalam kegiatan takhrij hadits kita bisa mengetahui beberapa hal penting dalam proses mencari keabsahan suatu hadits, yang semua ini sangat penting untuk diketahui agar kita tahu hadits yang akan kita gunakan apakah memang suatu ucapan yang benar dan bersambung kepada Rasulullah atau bukan.

Takhrij hadits juga memiliki beberapa manfaat yang sangat penting bagi pen-takhrij nya, yakni;

  1. Jika kita melakukan kegiatan takhrij hadits maka kita akan mengetahui sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal yang berisi hadits-hadits serta ulama-ulama yang meriwayatkannya
  2. Memperjelas keadaan sanad, dengan ini kita dapat mengetahui status riwayat suatu hadits
  3. Memperjelas perawi hadits yang samar, dengan kegiatan takhrij ini kita bisa mengetahui nama lengkap perawi, dan data-data lain mengenai seorang perawi hadits
  4. Menghilangkan kemungkinan akan terjadinya percampuran riwayat
  5. Memperjelas arti suatu kalimat yang terdengar asing yang terdapat dalam satu sanad
  6. Menghilangkan suatu syadz atau kesendirian riwayat yang menyalahi riwayat tsiqah (terpercaya) yang terdapat dalam suatu hadits melalui perbandingan suatu riwayat
  7. Menjelaskan kualitas perawi dan dapat mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dialami oleh seorang perawi.

Dapat kita simpulkan bahwa mengetahui kualitas dan kuantitas hadits adalah sangat penting, jika hadits yang kita temukan terdengar asing atau maknanya terdengar aneh dan sedikit menyimpang dari ajaran yang kita pernah pelajari selama ini, maka pen-takhrij-an hadits bisa kita lakukan dalam hal ini, agar jelas kebenaran haditsnya.

Penulis: Ririn Muktamiroh
Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Referensi :

Mustofa. 2018. Islam Digital, Smart Thinking.., hlm. 32; Muhammad Adam, “Ngaji Zaman         Now ala Generasi Milenial”, dalam Muslim Milenial, ed. Subhan Setowara, edisi    pertama. Bandung: Mizan

Khon, Abdul Majid. 2010. Ulumul Hadits. Jakarta: Sinar Grafika Offset

Ma’luf, Louis. 1986. Al-Munjid fi al-A’lam. Beirut: Dar al-Masyariq

Ash Shidiqi, Habib. 2009. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Semarang : Pustaka Rizki Putra


[1] Mustofa, Islam Digital, Smart Thinking.., hlm. 32; Muhammad Adam, “Ngaji Zaman Now ala Generasi Milenial”, dalam Muslim Milenial, ed. Subhan Setowara, edisi pertama (Bandung: Mizan, 2018), hlm. 106-112

[2] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, (Jakarta: Sinar Grafika Offset), 2010, hlm. 159

[3] Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-A’lam, (Beirut: Dar al-Masyariq, 1986), hlm. 172

[4] Habib Ash Shidiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm. 148

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI