Munculnya Covid-19 sangat berdampak buruk pada kehidupan dan perekonomian masyarakat di Indonesia terutama sektor rumah tangga, UMKM, koperasi, dan sektor keuangan. Merekalah yang paling terkena dampak dari virus ini.
Masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah ke bawah juga ikut merasakan dampaknya. Akibat dari Covid-19 ini tidak hanya melumpuhkan perekonomian di Indonesia saja, virus ini juga melumpuhkan seluruh perekonomian di dunia.
Banyak karyawan-karyawan yang kehilangan mata pencahariannya karena terpaksa harus diberhentikan (PHK) dari tempat kerjanya karena tidak adanya pemasukan dari perusahaan. Tidak hanya pada perusahaan saja, para pedagang-pedagang kecil seperti warung makan juga terkena dampak dari virus Covid-19 ini.
Dalam menghadapi krisis ekonomi ini, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan sejumlah paket stimulus fiskal skala besar melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam aspek jumlah anggaran pemerintah yang diperuntukkan untuk mengurangi dampak negatif dari pandemi Covid-19.
Indonesia berada pada peringkat lima besar dari negara-negara di wilayah Asia Pasifik (ADB, 2021). Pada tahun 2020, Pemerintah Indonesia mengalokasikan sekitar Rp 695,2 triliun (sekitar 49 miliar US $) untuk PEN. Oleh karena krisis masih berlangsung, pada bulan Februari 2021 Pemerintah Indonesia kembali mengumumkan alokasi anggaran senilai Rp 699,43 triliun (sekitar 49,3 miliar US $) untuk melanjutkan keberlangsungan program PEN (Kemenkeu, 2021).
Indonesia terus melakukan sejumlah upaya perbaikan dalam memperkuat berbagai program perlindungan sosialnya untuk menangani krisis setelah pandemi Covid-19. Program-program perlindungan sosial ini telah diperluas untuk melindungi masyarakat miskin terhadap guncangan ekonomi, dan juga masyarakat berpenghasilan menengah kebawah yang jumlahnya terus meningkat namun menjadi rentan terhadap risiko jatuh miskin di kemudian hari.
Selain itu, usaha-usaha kecil juga menerima bantuan pemerintah seiring dengan upaya mereka untuk terus bertahan di tengah penurunan perekonomian dan pembatasan kegiatan masyarakat setelah pandemi Covid-19.
Akibat dari adanya dampak sosial ekonomi yang disebabkan oleh Covid-19 ini, para pembuat kebijakan memberikan keringanan untuk melakukan pembayaran para nasabahnya. Selain itu, ada juga bantuan-bantuan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Syariah untuk meringankan masyarakat, contohnya seperti seperti Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf atau biasa disebut dengan ZISWAF.
ZISWAF sering digunakan untuk membantu masyarakat yang sedang membutuhkan bantuan agar bisa bertahan dalam kondisi krisis seperti saat ini. Seperti yang kita ketahui, Lembaga Keuangan Syariah menerapkan sistem bagi hasil yang menyebabkan LKS ini bergerak secara elastis, artinya Lembaga Keuangan Syariah ini mampu bertahan dalam menghadapi situasi krisis ekonomi yang diakibatkan oleh virus Covid-19.
Potensi ZISWAF ini bisa dimaksimalkan dengan adanya bantuan dari segi penyediaan bahan makanan pokok, serta alat pelindung diri bagi tenaga medis yang bekerja di garda terdepan. Lembaga Keuangan Syariah ini juga bisa digunakan untuk membantu menyediakan program padat karya agar bisa membantu masyarakat yang kehilangan pekerjaan (PHK) akibat pandemi ini, lalu membantu mengembangkan bisnis UMKM, dan lain sebagainya.
Peran keuangan syariah dalam pemulihan ekonomi nasional dapat meningkatkan Produktivitas, Stabilitas Keuangan, Pertumbuhan Berkelanjutan dan Inklusif. Dalam dekade terakhir, keuangan syariah telah menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat di industri keuangan global, bahkan melampaui pasar keuangan konvensional. Global Islamic Economic Report (2020) memperkirakan nilai aset keuangan syariah meningkat 13,9% pada 2019, dari $2,52 triliun menjadi $2,88 triliun.
“Akibat dampak dari krisis COVID-19, nilai aset keuangan syariah diperkirakan tidak menunjukkan pertumbuhan pada tahun 2020 tetapi diproyeksikan akan pulih dan tumbuh pada tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) 5 tahun sebesar 5% mulai tahun 2019 dan seterusnya mencapai $3,69 triliun pada tahun 2024”, ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menambahkan bahwa pertumbuhan tersebut mulai dari sektor perbankan dengan aset yang tumbuh 15,6% (yoy) pada Mei 2021 dan mencapai Rp 598,2 triliun, hingga pasar modal syariah yang mencatatkan pertumbuhan investor sebesar 9,3% dalam tiga bulan pertama tahun 2021.
Keuangan syariah dipercaya sebagai salah satu instrumen yang berperan penting dalam mendukung program pemulihan ekonomi dan mengurangi kemiskinan melalui pemberdayaan usaha atau ekonomi masyarakat. Hal ini disebabkan keuangan syariah yang memberi cara, kerangka, yang mengatur aset dan transaksi berdasarkan prinsip keadilan dan ketulusan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan bahwa layanan perbankan digital adalah layanan atau kegiatan perbankan dengan menggunakan sarana elektronik atau digital milik bank, dan atau melalui media digital milik calon nasabah dan atau nasabah bank, yang dilakukan secara mandiri.
Perbankan digital memberikan pelayanan seperti layaknya perbankan konvensional secara umum, akan tetapi memiliki perbedaan yaitu segala urusan pelayan perbankan dilakukan secara mandiri atau melalui aplikasi smartphone (HP). Perbankan digital memungkinkan nasabah untuk memperoleh layanan perbankan secara mandiri (self service) tanpa harus datang langsung ke bank.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), layanan perbankan digital memungkinkan calon nasabah atau nasabah Bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, registrasi, pembukaan rekening, transaksi perbankan, dan penutupan rekening, termasuk memperoleh informasi lain dan transaksi di luar produk perbankan, antara lain nasihat keuangan (financial advisory), investasi, transaksi sistem perdagangan berbasis elektronik (e-commerce), dan kebutuhan lainnya dari nasabah Bank.
Bank digital memiliki perbedaan dengan m-banking, sms banking, e-banking dan layanan lainnya yang berbasis internet. Perbedaan tersebut yaitu layanan m-banking, sms banking, e-banking merupakan layanan perbankan yang dapat diakses sendiri melalui smartphone dengan fitur mulai dari transaksi pembayaran, pembelian, transfer, hingga penarikan tunai tanpa kartu di mesin ATM.
Bank di Indonesia sendiri belum banyak yang sudah menerapkan penuh layanan perbankan digital. Dengan kemudahan yang ditawarkan dalam layanan perbankan digital diharapkan bank-bank di Indonesia segera menerapkan layanan perbankan digital untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi nasabah-nasabahnya.
Covid-19 memberikan dampak yang cukup luas terhadap kegiatan yang sering dilakukan pada masyarakat, ada banyak kerugian yang disebabkan oleh Covid-19 yang berdampak bagi Perekonomian Indonesia dan juga telah meluas ke berbagai belahan dunia. Dampaknya pada perekonomian Indonesia, baik dari sisi perdagangan, investasi dan pariwisata terpuruk akibat wabah ini.
Keadaan perekonomian Indonesia berdampak pada ekonomi dan bisnis syariah,salah satunya pada Lembaga Keuangan Syariah. Maka dari itu, untuk memulihkan kembali krisis ekonomi di indonesia yang sempat terpuruk akibat adanya Covid-19, Lembaga Keuangan Syariah harus melakukan beberapa cara agar dapat memulihkan krisis ekonomi tersebut. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan strategi digitalisasi keuangan dan perbankan Syariah agar dapat mempermudahkan, merasa terbantu, dan cukup merasa puas, apalagi di era pandemic seperti saat ini.
Ditulis Oleh: Nadya Belicia Shafira [H5401201085]
Departemen Ekonomi Syariah Institut Pertanian Bogor University 2021/2022