Manfaat dan Dampak Negatif dari Digitalisasi Keuangan

manfaat digitalisasi keuangan
Gambar: digination.id

Perkembangan teknologi yang pesat mendorong sektor jasa keuangan baik bank maupun non-bank melakukan inovasi alat pembayaran yang canggih, cepat, dan aman. Alhasil, dalam satu dekade terakhir ini berbagai alat pembayaran non tunai mulai diluncurkan seperti mobile banking, kartu debet, kartu kredit, smart card, hingga yang sedang booming saat ini yaitu e-money (electronic money). Karena kemudahan dan kecepatan yang dimiliki e-money dalam melakukan berbagai transaksi mulai dari pembelian barang, pulsa, tiket, hingga pembayaran listrik, wifi, dan tagihan asuransi, inilah yang membuat e-money semakin digandrungi oleh penggunanya.

Berbeda dengan alat pembayaran non tunai lain yang masih menjadi satu kesatuan dengan rekening nasabah yang menggunakannya, e-money menggunakan stored value dimana nilai yang terekam pada sistem atau alat pembayaran tersebutlah yang digunakan (prepaid). Sehingga pengguna dapat melakukan pembayaran atau menerima pembayaran, dimana nilainya akan berkurang saat melakukan pembayaran dan bertambah jika menerima pembayaran atau pada saat pengisian kembali.

Alat pembayaran non tunai sering digunakan oleh individu yang tidak mau membawa banyak uang cash karena dianggap tidak aman dan tidak praktis. Jumlah banyak atau sedikitnya uang yang dibawa oleh individu dapat dipertimbangkan sebagai kendala bagi individu tersebut untuk bisa melakukan kegiatan konsumsi. Kehadiran alat pembayaran non tunai menghilangkan kendala tersebut dan berpotensi untuk mendongkrak tingkat konsumsi masyarakat. Dengan kecanggihannya, pembayaran non tunai memanfaatkan teknologi seperti Integrated Circuit (IC), cryptography, dan jaringan komunikasi. Sehingga dapat memberikan kemudahan dalam bertransaksi kepada pengguna yang akan mendorong kenaikan konsumsi dan dapat menigkatkan perputaran uang (velocity of money).

Bacaan Lainnya
DONASI

Dari sisi produsen, peningkatan konsumsi yang diikuti efisiensi biaya transaksi akan meningkatkan profit bagi produsen yang kemudian berpotensi untuk mendorong aktivitas usaha dan ekspansi usaha. Semakin efisien biaya transaksi yang diperoleh dari penggunaan alat pembayaran non tunai, maka semakin besar potensi peningkatan output. Hal ini akan mendongkrak kegiatan produksi di sektor riil, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Inovasi bank maupun non-bank untuk menciptakan alat pembayaran non tunai tidak semata-mata hanya disebabkan oleh perkembangan teknologi, namun juga didorong oleh kebutuhan masyarakat akan adanya alat pembayaran yang praktis sehingga mampu memberikan kemudahan dalam bertransaksi. Kemudahan dalam bertransaksi dapat menekan biaya (cost), memberikan manfaat peningkatan efisiensi dan produktifitas keuangan yang mendorong aktivitas sektor riil, dan pada akhirnya dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun disamping memberikan berbagai kemudahan, apakah alat pembayaran non tunai ini dapat menimbulkan dampak negatif? Jawabannya iya, penggunaan alat pembayaran non tunai secara luas selain memberikan dampak yang positif, dapat juga menimbulkan dampak negatif.

Yang pertama, risiko keamanan dari IT yang digunakan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menciptakan produk palsu dan mencuri data pengguna. Jika data dari alat pembayaran non tunai telah diakses secara ilegal, kemudian dapat digunakan untuk transaksi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab atau ditransfer dalam bentuk uang atau aset lain oleh pihak tersebut, maka hal ini tentunya dapat menyebabkan kerugian bagi penerbit dan pengguna alat pembayaran non tunai. Peningkatan risiko default dan resiko IT dapat mendorong kegagalan dalam sistem pembayaran. Kegagalan ini pada akhirnya akan menyebabkan ketidakstabilan dalam sistem keuangan.

Kedua, penggunaan alat pembayaran non tunai secara luas berkemungkinan menimbulkan implikasi terhadap kebijakan moneter. Bagi kebijakan moneter, inovasi dalam alat pembayaran non tunai dapat menimbulkan komplikasi dalam penggunaan target kuantitas dalam pengendalian moneter. Namun, komplikasi ini tidak akan mempengaruhi efektifitas kebijakan moneter dengan menggunakan jalur suku bunga. Sepanjang besaran moneter telah memperhitungkan perkembangan alat pembayaran non tunai, khususnya e-money, efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter tetap dapat dipertahankan.

Ketiga, terjadi pergeseran simpanan masyarakat. Penerbitan e-money secara luas oleh bank akan menyebabkan pergeseran simpanan masyarakat dari tabungan dan deposito atau giro ke dalam bentuk float yang masih dalam sisi kewajiban neraca bank. Dalam hal issuer adalah lembaga non-bank, penerbitan e-money berpotensi untuk mengurangi simpanan masyarakat pada perbankan jika dana float e-money tidak (atau hanya sebagian) ditempatkan kembali pada bank umum.

Keempat, penerbitan e-money oleh bank maupun non-bank berpotensi mengurangi komponen currency dalam base money, yang artinya akan mengurangi sisi pasiva pada neraca bank sentral. Dalam hal penerbitnya adalah bank, masih terdapat kemungkinan adanya shifting dari currency kedalam bentuk giro atau reserve di bank sentral. Namun untuk kasus penerbit e-money adalah non-bank, maka kenaikan e-money berdampak pada penurunan komponen neraca bank sentral berupa currency tanpa diikuti dengan kenaikan giro kecuali dana yang diperoleh dari penerbitan e-money ditempatkan kembali di perbankan.

Kelima, perkembangan alat pembayaran non tunai berhubungan positif dengan velocity of money. Hal ini yang mengindikasikan peningkatan peranan alat pembayaran non tunai dalam menggantikan uang tunai pada kegiatan ekonomi. Perkembangan ini dapat mempersulit kebijakan moneter jika mengandalkan besaran moneter sebagai target. Dan untuk kebijakan moneter yang menggunakan suku bunga sebagai target akan menimbulkan biaya pengendalian moneter yang lebih besar. Namun, sisi positifnya alat pembayaran non tunai menurunkan permintaan terhadap uang kartal sehingga menurunkan biaya pencetakan uang kartal.

Agar penggunaan alat pembayaran non tunai tidak memberikan dampak negatif, bank sentral harus mempertimbangkan kebijakan dalam penerbitan izin yang dibatasi pada bank atau lembaga keuangan yang sehat sehingga akan memudahkan proses pengawasannya. Kemudian untuk menghilangkan dampak negatif terhadap kebijakan moneter, bank sentral harus didukung dengan struktur neraca yang sehat dan ketersediaan cadangan devisa yang cukup, agar kewajiban bank sentral dalam melakukan kebijakan moneter dapat optimal.

Tiara Aurelia
Mahasiswa Manajemen Keuangan PKN STAN

Referensi:
Bambang Pramono, “Dampak Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian dan Kebijakan Moneter”, September 2006
Eliya Zunaitin, “Pengaruh E-money terhadap Inflasi di Indonesia”, 2017

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI