Rempah Herba Nusantara: Mahasiswa IVET Semarang Bangkitkan Kesehatan dan Budaya lewat Jamu Tradisional

Mahasiswa IVET Semarang Bangkitkan Kesehatan dan Budaya lewat Jamu Tradisional.
Rempah Herba Nusantara: Mahasiswa IVET Semarang Bangkitkan Kesehatan dan Budaya lewat Jamu Tradisional.

Semarang – Di tengah derasnya arus modernisasi yang membawa gaya hidup instan, sekelompok mahasiswa Universitas IVET Semarang menunjukkan bahwa kearifan lokal bisa menjadi solusi untuk kesehatan dan ekonomi masyarakat.

Melalui Proyek Kepemimpinan bertajuk Rempah Herba Nusantara, mereka menggelar kegiatan edukatif di Balai Kelurahan Palebon, Kecamatan Pedurungan, pada Senin (24/3/2025).

Kegiatan ini bukan hanya sekadar pelatihan meracik jamu tradisional, tetapi juga upaya nyata untuk melestarikan budaya melalui pendekatan lintas disiplin ilmu.

Proyek ini merupakan bagian dari tugas Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan bidang Sejarah. Dengan melibatkan Karang Taruna Abisatya dan masyarakat setempat, para mahasiswa berhasil menyulap balai kelurahan menjadi ruang belajar interaktif.

Bacaan Lainnya

Di sana, peserta tidak hanya mendengarkan pemaparan sejarah rempah-rempah, tetapi juga mempraktikkan pembuatan jamu tradisional seperti kunyit asam, beras kencur, dan wedang secang.

Baca Juga: Sensasi Nikmat dengan Khasiat Berlimpah, Jamu di Patangpuluhan

Rempah sebagai Warisan Dunia

Acara dibuka dengan sesi sambutan sekaligus preview materi Jalur Rempah oleh Daffa Abdul Farras, koordinator proyek. Ia menjelaskan bagaimana rempah-rempah pernah menjadi komoditas yang menjadikan Nusantara pusat perhatian dunia sejak abad ke-15.

“Rempah-rempah bukan sekadar bumbu dapur. Dulu, ia jadi alasan bangsa-bangsa besar datang ke Indonesia. Sekarang, giliran kita yang melestarikannya,” ujarnya.

Dalam paparannya, Daffa juga menyoroti fenomena anak muda yang lebih memilih minuman kemasan tinggi gula dan bahan kimia ketimbang jamu tradisional. Padahal, Indonesia memiliki warisan pengetahuan tentang pengobatan herbal yang telah terbukti manfaatnya selama berabad-abad.

“Rempah bukan barang kuno. Ia masih hidup dan bisa menyelamatkan generasi kita dari penyakit gaya hidup,” tambahnya.

Baca Juga: Membongkar Strategi Jitu yang Perlu dilakukan Sido Muncul dalam Menaklukkan Pasar Jamu

Meracik Jamu, Menguatkan UMKM

Setelah sesi sejarah, acara dilanjutkan dengan praktik langsung pembuatan jamu tradisional. Dipandu oleh Achmad Firmanda dan Nanda Fadhil, suasana ruangan mendadak hangat oleh aroma rempah yang khas.

Peserta diajak untuk mencoba meracik sendiri jamu-jamu tersebut, mulai dari memotong bahan hingga merebusnya. Antusiasme tampak jelas di wajah para ibu rumah tangga dan pemuda karang taruna yang hadir.

Beberapa peserta bahkan menyatakan niatnya untuk menjadikan racikan jamu sebagai produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal. Namun, tantangan utama bagi pelaku UMKM adalah kurangnya pemahaman tentang perlindungan hukum merek dagang.

Untuk itu, Jauhar Tsani, Wakil Koordinator Proyek, memberikan pelatihan singkat tentang cara mendaftarkan merek.

“Banyak yang sudah bisa meracik jamu, tapi belum paham pentingnya perlindungan hukum lewat merek. Itu yang kami bantu hari ini,” jelasnya.

Pelatihan ini ternyata mendapat respons positif. Dua pelaku UMKM yang hadir menyatakan siap mendaftarkan merek jamu mereka setelah mengikuti kegiatan ini. Hal ini menunjukkan bahwa proyek ini tidak hanya edukatif, tetapi juga aplikatif dalam membantu masyarakat meningkatkan kapasitas usaha mereka.

Baca Juga: Suwe Ora Jamu: Minuman Tradisional Kekinian yang Menyehatkan

Menyasar Generasi Muda lewat Posyandu Remaja

Salah satu inovasi menarik dari proyek ini adalah integrasi edukasi jamu dalam kegiatan Posyandu Remaja di Palebon.

Daffa menjelaskan bahwa remaja merupakan kelompok usia yang rentan terkena dampak gaya hidup tidak sehat, seperti konsumsi junk food dan minuman berpemanis. Oleh karena itu, penting untuk membekali mereka dengan pengetahuan alternatif berbasis budaya.

“Dengan mengenalkan jamu ke Posyandu Remaja, kita ingin mereka tidak cuma berkumpul, tapi juga belajar gaya hidup sehat lewat cara tradisional,” tutur Daffa.

Inisiatif ini mendapat dukungan penuh dari karang taruna. Mereka bahkan sudah menyiapkan ide pembuatan jamu kekinian yang dikemas secara modern tanpa menghilangkan keaslian rempah-rempahnya. Tujuannya, agar jamu bisa lebih menarik minat generasi Z yang biasanya lebih tertarik pada produk-produk modern.

Pendidikan Berbasis Budaya Lokal

Proyek Rempah Herba Nusantara disusun dengan pendekatan lintas disiplin ilmu, mulai dari sejarah, kesehatan, hingga ekonomi. Tidak hanya fokus pada teori, para mahasiswa juga menekankan pentingnya aksi nyata yang melibatkan masyarakat.

“Kita tidak mau hanya membicarakan budaya, tapi mau mengalaminya bersama masyarakat. Lewat aksi nyata, masyarakat bisa merasakan langsung manfaat rempah,” ucap Daffa.

Hasilnya, kegiatan ini berhasil menarik perhatian berbagai kalangan, mulai dari anak muda hingga ibu-ibu PKK. Banyak peserta yang aktif berpartisipasi dalam semua sesi, mulai dari diskusi sejarah hingga praktik meracik jamu.

Beberapa di antaranya bahkan menyatakan minat untuk terlibat lebih jauh dalam pengembangan produk jamu tradisional.

Baca Juga: 7 Rahasia Pengobatan Gangguan Pencernaan dengan Ramuan Alami Terbukti Efektif

Warisan Leluhur untuk Masa Depan

Melalui proyek ini, mahasiswa IVET Semarang membuktikan bahwa budaya lokal tidak hanya relevan sebagai warisan masa lalu, tetapi juga bisa menjadi solusi untuk tantangan masa kini.

Dengan pendekatan partisipatif, edukatif, dan praktis, mereka berhasil membuka mata banyak orang bahwa rempah-rempah adalah bagian dari identitas bangsa yang patut dilestarikan.

“Budaya bisa menjadi jalan menuju kesehatan, kemandirian ekonomi, dan rasa bangga terhadap identitas kita sendiri. Kita hanya perlu menyentuhnya dengan hati dan ilmu,” tutup Daffa.

Kegiatan ini menjadi inspirasi bahwa pendidikan tidak hanya soal akademik semata, tetapi juga tentang keberpihakan pada nilai-nilai lokal yang bernyawa.

Dengan semangat kolaboratif dan cinta terhadap budaya, mahasiswa IVET Semarang menunjukkan bahwa generasi muda bisa menjadi agen perubahan yang menghubungkan masa lalu dan masa depan melalui warisan leluhur.

Penulis: Daffa Abdul Farras
Mahasiswa Sejarah Universitas Ivet Semarang

Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses